Situbondo (Antara Jatim) - Program pemerintah untuk mencerdaskan seluruh anak bangsa, tampaknya masih belum benar-benar merata. Terbukti di Situbondo, Jawa Timur, seorang bocah penyandang disabilitas Fincentia Laura Loden (7,5) terpaksa harus mengurungkan niatnya masuk ke sekolah luar biasa atau SLB tingkat SD karena terkendala biaya.

Kendati perempuan 7,5 tahun itu terlahir di tengah keluarga tidak mampu, bocah yang mengalami kelumpuhan tersebut ternyata tidak memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang sudah menjadi program prioritas Presiden Joko Widodo.

Bukan hanya soal biaya sekolah. Ibunda Laura, V.A Purnawati Natalia (31), kini juga hanya bisa menerima kenyataan dan mengelus dada. Sebab satu-satunya kursi roda milik putri semata wayangnya sudah mulai usang dan rusak tidak dapat digunakan lagi. Padahal, kursi roda yang dibentuk khusus untuk penyandang disabilatas itu menjadi kebutuhan utama Laura unuk bisa bersekolah. Baik untuk digunakan Laura berangkat dan pulang sekolah, kursi roda khusus itu juga sekaligus untuk tempat duduk si bocah di dalam kelas.

“Putri saya tidak bisa duduk di kursi biasa, makanya harus ada bahan penghadangnya di bagian depan kursi rodanya. Kalau tidak, anak saya akan jatuh ke depan. Kata dokter, tulang ekor anak saya ini lemah,” kata V.A Purnawati Natalia orang tua Laura saat ditemui di rumahnya, di Kelurahan Patokan, Kecamatan Situbondo.

Ketika sedang dikunjungi rekan-rekannya saat masih bersekolah TK SLB di Situbondo, bocah-bocah penyandang disabilitas itu saling mengajak Laura yang sedang duduk di kursi roda untuk melanjutkan sekolah ke SD SLB. Laura dengan sumringah menyanggupi ajakan teman-temannya. Mendengar itu, sang ibu bocah tersebut pun kembali harus mengelus dadanya.

Purnawati yang iba dengan nasib putrinya itu, sesekali juga terlihat mengusap lembut rambut Laura. Sementara Laura sendiri tampak asyik bermain boneka di atas kursi rodanya yang sudah rusak. Agar supaya tetap bisa digunakan, bagian depan kursi roda yang didapatkan dari bantuan USAID itu kini diganjal dengan kayu.

“Putri saya ingin sekolah lagi dengan teman-temannya. Tapi saya tidak punya biaya. Jangankan untuk biaya sekolah dan membeli kursi roda, untuk makan setiap harinya saja susah. Sejak cerai sama suami, saya harus usaha sendiri jual camilan. Saya titipkan di kantin sekolah. Saya usaha sembari harus menjaga anak saya yang begini,” ujar ibunda Laura.

Purnawati menuturkan, kelainan yang dialami putrinya memang sudah bawaan sejak lahir. Laura lahir prematur saat usia kandungannya masih 7 bulan. Awalnya tidak ada yang berbeda dengan Laura. Gejala kelainan itu mulai dirasakan dan terlihat orang tuanya, saat usia bocah perempuan itu mulai menginjak umur 3 tahun.   

Saat itu, lanjut Purnawati, meski sudah masuk usia yang ketiga tahun, Laura kecil tetap tidak bisa merangkak dan berjalan. Bahkan, untuk duduk saja Laura kecil harus diapit dengan bantal agar tidak roboh, termasuk di bagian depannya.

“Dulu putri saya juga sempat diterapi di Bali, dan sampai akhirnya dapat bantuan kursi roda ini. Tetapi setelah menjalani terapi tetap saja anak saya tidak bisa jalan. Bahkan, untuk duduk di depannya harus ada penghadang dan kalau mau berdiri juga harus dibantu,”  tutur janda muda itu.

Sebagai anak penyandang disabilitas, Laura informasinya sudah pernah didata oleh Dinas Sosial Kabupaten Situbondo. Bahkan, setelah pendataan, Laura pernah mendapatkan bantuan uang tunai Rp1.000.000. Bocah yang hanya tinggal bersama ibu dan neneknya itu juga sempat dijanjikan akan mendapat bantuan setiap tri wulan. Tetapi hingga kini bantuan itu tidak pernah diterimanya lagi.

Ketika ditanya apakah terdaftar dan mendapatkan Proram Keluarga Harapan atau PKH dari Kemeterian Sosial, Purnawati menjawab tidak terdaftar menjadi penerima PKH.

"Saya memang pernah didata dari petugas Dinas Sosial, tetapi sampai sekarang belum ada informasi lanjutan. Katanya, masih akan divalidasi dulu," katanya.

Orang tua Laura hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah dan juga uluran tangan dari para dermawan untuk meringankan bebannya. Harapan itu tidak banyak, hanya kebutuhan sekolah putrinya di SLB tingkat SD serta biaya membeli kursi roda Laura.

"Saya mendapat bantuan untuk biaya sekolah dan kursi roda saja sudah bersyukur. Karena hal itu yang dapat membuat putri saya senang bisa berkumpul lagi dengan teman-temanya di sekolah," paparnya.

Sementara itu, nenek Laura, Lorensia Saela juga berharap banyak pada pemerintah agar bisa membantu memberikan biaya untuk sekolah cucunya dan juga bantuan kursi roda yang juga menjadi kebutuhan Laura.

"Saya harap ada perhatian dari pemerintah agar cucu saya ini bisa sekolah lagi. Meskipun kondisinya dalam keterbatasan, saya ingin cucu saya kelak bisa menjadi orang sukses dan berhasil meraih cita-citanya,” ujarnya.

Sementara Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial (Kabid RS) pada Dinas Sosial Kabupaten Situbondo Dwi Totok mengatakan, sebelumnya petugas sudah melakukan pendataan dan juga pernah memberikan bantuan kepada Laura.

"Anak penyandang disabilitas seperti itu di Situbondo, seluruhnya sudah masuk dalam desain kami pada tahun anggaran 2017. Tidak hanya untuk sekolah saja, tetapi anak-anak tersebut juga akan diberikan kegiatan-kegiatan keterampilan lainnya," katanya. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016