Surabaya, (Antara Jatim) - Angka kemiskinan di Jatim secara presentase yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) setempat selama satu semestre menunjukkan penurunan sebesar 0,23 poin, yakni dari 12,28 persen pada September 2015 menjadi 12,05 persen pada Maret 2016.
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono di Surabaya, Selasa mengatakan komoditas yang menjadi pengaruh besar terhadap penurunan kemiskinan itu adalah beras, sebab sebagian besar pengeluaran masyarakat dihabiskan untuk makanan.
"Selain itu, kebutuhan hunian perumahan juga menjadi komoditas non makanan yang mendorong munculnya turunnya kemiskinan di wilayah Jatim," kata Teguh.
Sementara untuk penduduk perkotaan di Jatim, Teguh mengaku turun sebesar 0,47 poin persen, namun untuk penduduk di perdesaan Jatim mengalami kenaikan 0,17 poin persen.
Teguh mengaku secara nasional jumlah presentase penduduk miskin di Jatim tergolong tinggi dibanding beberapa daerah lainnya, dan pendudukmiskin secara nasional sebesar 10,86 persen.
Di Pulau Jawa, Teguh merinci, Jatim menduduki peringkat ketiga untuk persentase jumlah penduduk miskin terbanyak, dan posisi pertama diduduki Daerah Istimewa Jogjakarta dengan angka kemiskinan 13,34 persen,posisi kedua Provinsi Jawa Tengah dengan angka kemiskinan 13,27 persen.
"Kalau soal perekonomian, Jatim cukup kuat. Indikatornya, kinerja pembangunan, industri dan pertumbuhan ekonomi Jatim sering lebih tinggi dibanding nasional. Angka pengangguran juga selalu menunjukkan tren penurunan," katanya.
Teguh memprediksi, sebagian besar orang miskin di Jatim ini adalah orang yang sudah tua, sehingga apabila pemerintah berusaha mengatasi kemiskinan dengan cara membuka lapangan pekerjaan, tidak bisa efektif terserap.
"Masyarakat miskin seperti ini lebih butuh bantuan langsung yang bisa digunakan atau dikonsumsi, dan ini adalah pekerjaan rumah bagi Pemprov Jatim untuk bisa mengentaskan kemiskinan di Jatim dengan lebih baik," katanya.
Teguh memperkirakan penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan lebih tinggi karena biaya distribusi barang konsumsi dari pabrik-pabrik di kota ke desa cukup mahal.
Selain itu, karena masyarakat di desa lebih suka membeli barang secara eceran, padahal membeli barang partai atau dalam jumlah banyak akan lebih murah dibanding membeli secara mengecer.
"Ketiga, keadaan penghasilan masyarakat di pedesaan yang relatif terbatas dibanding mereka yang tinggal di kota, namun kalau pendapatan menguat tidak akan ada masalah buat mereka (penduduk desa)," ucapnya.
Teguh mencontohkan, kebanyakan penduduk desa berprofesi sebagai petani, produsen gula aren, pemahat batu dan lain-lain. Sementara di kota ada berbagai macam profesi dengan berbagai jenjang karir yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi.
Meski begitu, Teguh mengaku pengentasan kemiskinan yang dilakukan Pemprov Jatim di desa lebih cepat dibanding di kota, dan dalam delapan tahun terakhir angka kemiskinan di Jatim rata-rata turun 6 persen.
"Di kota, angka kemiskinan turun 5 persen, sedangkan di desa 7 persen. Artinya di desa lebih cepat," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Kepala BPS Jatim Teguh Pramono di Surabaya, Selasa mengatakan komoditas yang menjadi pengaruh besar terhadap penurunan kemiskinan itu adalah beras, sebab sebagian besar pengeluaran masyarakat dihabiskan untuk makanan.
"Selain itu, kebutuhan hunian perumahan juga menjadi komoditas non makanan yang mendorong munculnya turunnya kemiskinan di wilayah Jatim," kata Teguh.
Sementara untuk penduduk perkotaan di Jatim, Teguh mengaku turun sebesar 0,47 poin persen, namun untuk penduduk di perdesaan Jatim mengalami kenaikan 0,17 poin persen.
Teguh mengaku secara nasional jumlah presentase penduduk miskin di Jatim tergolong tinggi dibanding beberapa daerah lainnya, dan pendudukmiskin secara nasional sebesar 10,86 persen.
Di Pulau Jawa, Teguh merinci, Jatim menduduki peringkat ketiga untuk persentase jumlah penduduk miskin terbanyak, dan posisi pertama diduduki Daerah Istimewa Jogjakarta dengan angka kemiskinan 13,34 persen,posisi kedua Provinsi Jawa Tengah dengan angka kemiskinan 13,27 persen.
"Kalau soal perekonomian, Jatim cukup kuat. Indikatornya, kinerja pembangunan, industri dan pertumbuhan ekonomi Jatim sering lebih tinggi dibanding nasional. Angka pengangguran juga selalu menunjukkan tren penurunan," katanya.
Teguh memprediksi, sebagian besar orang miskin di Jatim ini adalah orang yang sudah tua, sehingga apabila pemerintah berusaha mengatasi kemiskinan dengan cara membuka lapangan pekerjaan, tidak bisa efektif terserap.
"Masyarakat miskin seperti ini lebih butuh bantuan langsung yang bisa digunakan atau dikonsumsi, dan ini adalah pekerjaan rumah bagi Pemprov Jatim untuk bisa mengentaskan kemiskinan di Jatim dengan lebih baik," katanya.
Teguh memperkirakan penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan lebih tinggi karena biaya distribusi barang konsumsi dari pabrik-pabrik di kota ke desa cukup mahal.
Selain itu, karena masyarakat di desa lebih suka membeli barang secara eceran, padahal membeli barang partai atau dalam jumlah banyak akan lebih murah dibanding membeli secara mengecer.
"Ketiga, keadaan penghasilan masyarakat di pedesaan yang relatif terbatas dibanding mereka yang tinggal di kota, namun kalau pendapatan menguat tidak akan ada masalah buat mereka (penduduk desa)," ucapnya.
Teguh mencontohkan, kebanyakan penduduk desa berprofesi sebagai petani, produsen gula aren, pemahat batu dan lain-lain. Sementara di kota ada berbagai macam profesi dengan berbagai jenjang karir yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan lebih tinggi.
Meski begitu, Teguh mengaku pengentasan kemiskinan yang dilakukan Pemprov Jatim di desa lebih cepat dibanding di kota, dan dalam delapan tahun terakhir angka kemiskinan di Jatim rata-rata turun 6 persen.
"Di kota, angka kemiskinan turun 5 persen, sedangkan di desa 7 persen. Artinya di desa lebih cepat," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016