Kediri (Antara Jatim) - Aktivis Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur mendesak agar orangtua serta guru bertemu untuk mencari jalan keluar terkait insiden guru yang disidang kasus mencubit anak tentara.
     
"Perlu ada dialog untuk menyelesaikan kasus S di Sidoarjo. Jika tidak bisa, biarlah hukum menjadi tempat mencari keadilan masing-masing pihak," kata Aktivis JIAD Jatim Aan Anshori saat dikonfirmasi, Sabtu.
     
Ia mengatakan, sebenarnya penggunaan kekerasan oleh aparatus negara dalam interaksinya dengan masyarakat harus bisa ditekan seminimal mungkin, termasuk di dunia pendidikan, kekerasan wajib tidak ada. Dalam hal ini, negara tidak boleh menoleransi, sebab kekerasan hanya akan menjadikan kekerasan baru. 
     
Menurut dia, kasus yang melibatkan guru yang disidang itu sesungguhnya tidak perlu masuk ke persidangan jika pendidik memahami sungguh-sungguh filosofi dan aplikasi pendidikan. 
     
Aan mengungkapkan, jika setiap anak mempunyai keunikan masing-masing dan membutuhkan penyikapan berbeda-beda, namun tidak dengan kekerasan. 
     
"Guru-guru yang masih melanggengkan penggunaan kekerasan sudah seharusnya tidak nyaman, oleh karena mereka dituntut untuk berubah dan tentu mereka tidak nyaman," ujarnya.
     
Lebih lanjut, Aan mengatakan hukum positif di Indonesia sangat melindungi setiap warganya untuk terjamin dari berbagai teror fisik maupun psikis dalam banyak aspek, karena itu bagian dari hak dasar. 
     
"Guru bukanlah entitas khusus yang punya hak istimewa menggunakan kekerasan dalam mengajar. Ia tidak kebal hukum. Begitu juga dengan anak didik, mereka juga kebal hukum jika melakukan kekerasan," tegasnya.
     
Untuk itu, ia menekankan adanya dialog lagi untuk mencari jalan keluar terbaik. Walaupun saat ini proses hukum berjalan di persidangan, ia berharap, ke depan jika terjadi masalah lagi, tidak sampai ke ranah hukum dan bisa dicari jalan keluarnya. 
     
Aan juga mengaku khawatir insiden yang melibatkan guru dan murid itu ke depan berbuntut panjang, terutama pada murid. Dikhawatirkan masa depan anak itu terancam jika ia ditolak bersekolah.   
     
Ia pun berharap, Kementerian Pendidikan perlu turun tangan mengingatkan sekolah-sekolah, dengan harapan seburuk apapun Korban, anak itu tidak didiskriminasi hak-haknya.
     
Kejadian pencubitan itu bermula ketika S menghukum beberapa siswa SMP Raden Rahmat, Sidoarjo, karena tidak melakukan kegiatan salat Dhuha. Kegiatan tersebut merupakan kebijakan sekolah untuk menumbuhkan sikap bertaqwa kepada siswanya. 
     
Beberapa siswa mangkir dari salat tersebut termasuk anak Yuni Kurniawan, yaitu SS. Guru tersebut kemudian menghukum siswa tersebut dengan cara mencubitnya. Namun, orangtua siswa tersebut tak terima dan melaporkan guru itu ke Polsek Balongbendo dan hingga saat ini kasusnya masih proses sidang di Pengadilan Negeri Sidoarjo. (*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016