Trenggalek (Antara Jatim) - Alat penetas penyu atau inkubator pengatur suhu penetasan telur penyu di kawasan konservasi Pantai Taman Kili-kili, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur hingga saat ini belum optimal karena masih tahap uji coba.
Penggiat konservasi penyu di Pantai Kili-Kili, Trenggalek Eko Margono, Kamis mengatakan sejak alat penetas penyu ciptaan mahasiswa Universitas Brawijaya itu diujicobakan pada awal 2015, baru delapan yang sudah berhasil menetas.
"Sebagian lain masih gagal karena kami juga masih mempelajari cara kerja kebutuhan suhu telur hingga terjadinya proses penetasan," kata Eko Margono.
Kendati belum optimal, Eko dan pokdarwis (kelompok sadar wisata) Pantai Taman Kili-kili akan terus memanfaatkan inkubator penetas penyu yang mereka beri nama maticgator tersebut.
Menurut Eko, faktor ketidakseimbangan populasi penyu jantan dan penyu betina melatarbelakangi upaya komunitas pecinta satwa penyu di Pantai Kili-kili untuk mengupayakan penetasan tukik jantan.
"Selama ini dalam proses penetasan alami cenderung menghasilkan tukik betina. Faktor suhu dan perubahan iklim mempengaruhi sulitnya penetasan tukik jantan secara normal," ujarnya.
Selain terus menguji coba peralatan maticgator yang dipasang di salah satu bangunan dalam kawasan konservasi Pantai Kili-kili, Eko mengatakan tim pokdarwis setempat juga aktif berkonsultasi dengan pihak Universitas Brawijaya.
Tujuannya, kata dia, yakni untuk terus mengevaluasi teknik penetasan telur penyu dengan menerapkan atau mengatur suhu/temperatur telur penyu di dalam perangkat maticgator tersebut.
Secara teori, Eko mengatakan perangkat inkubator atau maticgator tersebut mampu meningkatkan probabilitas penetasan telur penyu.
Jika dalam cara penetasan normal atau alamiah prosentasenya di kisaran 45-55 persen, dengan menggunakan peralatan maticgator prosentase penetasan bisa mencapai 90-95 persen.
"Kalau ada yang gagal (menenetas) biasanya kami catat dan laporkan untuk dilakukan evaluasi oleh pihak UB," ujarnya.
Persoalannya, kata Eko, di area konservasi Taman Kili-kili pada dasarnya probabilitas penetasan telur penyu secara alamiah sudah tinggi, yakni sekitar 90-95 persen, namun kecenderungan lahir tukik betina.
"Karena dengan cara alami selalu melahirkan tukik betina, perangkat maticgator kami khususkan untuk menetaskan tukik jantan," paparnya.
Eko menjelaskan, cara kerja unit penetas telur elektrik itu adalah dengan mengatur suhu, seperti halnya proses penetasan teur unggas lain.
Jika menginginkan penyu dengan jenis kelamin jantan, kata dia, tinggal menurunkan suhu di kisaran 27-29 derajat celcius, sedangkan tukik atau penyu penyu betina lahir dengan suhu rata-rata 32-36 derajat celcius. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
Penggiat konservasi penyu di Pantai Kili-Kili, Trenggalek Eko Margono, Kamis mengatakan sejak alat penetas penyu ciptaan mahasiswa Universitas Brawijaya itu diujicobakan pada awal 2015, baru delapan yang sudah berhasil menetas.
"Sebagian lain masih gagal karena kami juga masih mempelajari cara kerja kebutuhan suhu telur hingga terjadinya proses penetasan," kata Eko Margono.
Kendati belum optimal, Eko dan pokdarwis (kelompok sadar wisata) Pantai Taman Kili-kili akan terus memanfaatkan inkubator penetas penyu yang mereka beri nama maticgator tersebut.
Menurut Eko, faktor ketidakseimbangan populasi penyu jantan dan penyu betina melatarbelakangi upaya komunitas pecinta satwa penyu di Pantai Kili-kili untuk mengupayakan penetasan tukik jantan.
"Selama ini dalam proses penetasan alami cenderung menghasilkan tukik betina. Faktor suhu dan perubahan iklim mempengaruhi sulitnya penetasan tukik jantan secara normal," ujarnya.
Selain terus menguji coba peralatan maticgator yang dipasang di salah satu bangunan dalam kawasan konservasi Pantai Kili-kili, Eko mengatakan tim pokdarwis setempat juga aktif berkonsultasi dengan pihak Universitas Brawijaya.
Tujuannya, kata dia, yakni untuk terus mengevaluasi teknik penetasan telur penyu dengan menerapkan atau mengatur suhu/temperatur telur penyu di dalam perangkat maticgator tersebut.
Secara teori, Eko mengatakan perangkat inkubator atau maticgator tersebut mampu meningkatkan probabilitas penetasan telur penyu.
Jika dalam cara penetasan normal atau alamiah prosentasenya di kisaran 45-55 persen, dengan menggunakan peralatan maticgator prosentase penetasan bisa mencapai 90-95 persen.
"Kalau ada yang gagal (menenetas) biasanya kami catat dan laporkan untuk dilakukan evaluasi oleh pihak UB," ujarnya.
Persoalannya, kata Eko, di area konservasi Taman Kili-kili pada dasarnya probabilitas penetasan telur penyu secara alamiah sudah tinggi, yakni sekitar 90-95 persen, namun kecenderungan lahir tukik betina.
"Karena dengan cara alami selalu melahirkan tukik betina, perangkat maticgator kami khususkan untuk menetaskan tukik jantan," paparnya.
Eko menjelaskan, cara kerja unit penetas telur elektrik itu adalah dengan mengatur suhu, seperti halnya proses penetasan teur unggas lain.
Jika menginginkan penyu dengan jenis kelamin jantan, kata dia, tinggal menurunkan suhu di kisaran 27-29 derajat celcius, sedangkan tukik atau penyu penyu betina lahir dengan suhu rata-rata 32-36 derajat celcius. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016