Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat politik asal Universitas Indonesia Chusnul Mar'iyah menilai perempuan harus lebih proaktif masuk ke dalam partai politik sekaligus membuktikan kualitasnya bahwa bisa berbuat untuk kepentingan bangsa maupun masyarakat.
"Perempuan jangan diam saja, tapi harus proaktif ke partai politik karena itu cara yang mendukungnya berpolitik," ujarnya ketika ditemui usai "Focus Group Discussion" bertema "Telaah Kebijakan Afirmasi di Lembaga Legislatif: Sistem Pemilu dan Keterwakilan Perempuan" di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, salah satu yang menjadi kelemahan perempuan di Indonesia adalah kesadaran untuk masuk ke partai politik, meski dari segi kualitas dan pendidikan tidak jauh dibandingkan dengan laki-laki.
"Tidak sedikit perempuan hebat di Indonesia, mereka mayoritas lulusan S-2. Namun, kelemahan lain adalah kurangnya berada di depan ruang publik," kata mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.
Dosen FISIP UI itu juga menilai bahwa politik itu menjadi bagian penting dan hak semua warga negara yang memiliki dampak kebijakan politik sehingga perempuan tidak boleh diam dan wajib ikut berpartisipasi mengawal kebijakan, khususnya terkait isu yang berkaitan dengan perempuan dan anak.
Disinggung keterwakilan perempuan di parlemen saat ini, aktivis perempuan kelahiran Lamongan, Jawa Timur, tersebut melihatnya belum signifikan karena tak mencapai 30 persen.
Perempuan pemegang gelar doktor dari "University of Sydney Australia" itu merinci, sebanyak 17,6 persen dari 550 anggota DPR RI, kemudian 16 persen di rata-rata DPRD I tingkat provinsi, 14 persen di rata-rata DPRD II tingkat kabupaten/kota, serta 26 persen dari 132 senator di DPD RI.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf yang hadir pada kesempatan tersebut mengaku sangat mendukung keterwakilan perempuan di legislatif, namun harus diiringi dengan motivasi dan pemahaman dari perempuan, terutama tentang hak-haknya.
"Perempuan harus percaya pada kemampuannya sendiri dan tidak bergantung pada siapapun. Jangan lupa untuk bersikap aktif dan proaktif," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Di sisi lain, FGD ini merupakan kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan "Center for Election and Political Party" (CEPP) FISIP Universitas Indonesia, CEPP Universitas Airlangga Surabaya serta CEPP Universitas Brawijaya Malang.
Sedangkan, tujuan FGD ini untuk mengidentifikasi masalah rekrutmen politik dan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, serta merumuskan rekomendasi yang berbasis kepada kebijakan afirmasi di lembaga legislatif dalam konteks pengaruh sistem Pemilu terhadap keterwakilan perempuan.
Selain di Surabaya, acara serupa telah diselenggarakan di Jakarta, Makassar serta Padang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Perempuan jangan diam saja, tapi harus proaktif ke partai politik karena itu cara yang mendukungnya berpolitik," ujarnya ketika ditemui usai "Focus Group Discussion" bertema "Telaah Kebijakan Afirmasi di Lembaga Legislatif: Sistem Pemilu dan Keterwakilan Perempuan" di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, salah satu yang menjadi kelemahan perempuan di Indonesia adalah kesadaran untuk masuk ke partai politik, meski dari segi kualitas dan pendidikan tidak jauh dibandingkan dengan laki-laki.
"Tidak sedikit perempuan hebat di Indonesia, mereka mayoritas lulusan S-2. Namun, kelemahan lain adalah kurangnya berada di depan ruang publik," kata mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut.
Dosen FISIP UI itu juga menilai bahwa politik itu menjadi bagian penting dan hak semua warga negara yang memiliki dampak kebijakan politik sehingga perempuan tidak boleh diam dan wajib ikut berpartisipasi mengawal kebijakan, khususnya terkait isu yang berkaitan dengan perempuan dan anak.
Disinggung keterwakilan perempuan di parlemen saat ini, aktivis perempuan kelahiran Lamongan, Jawa Timur, tersebut melihatnya belum signifikan karena tak mencapai 30 persen.
Perempuan pemegang gelar doktor dari "University of Sydney Australia" itu merinci, sebanyak 17,6 persen dari 550 anggota DPR RI, kemudian 16 persen di rata-rata DPRD I tingkat provinsi, 14 persen di rata-rata DPRD II tingkat kabupaten/kota, serta 26 persen dari 132 senator di DPD RI.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf yang hadir pada kesempatan tersebut mengaku sangat mendukung keterwakilan perempuan di legislatif, namun harus diiringi dengan motivasi dan pemahaman dari perempuan, terutama tentang hak-haknya.
"Perempuan harus percaya pada kemampuannya sendiri dan tidak bergantung pada siapapun. Jangan lupa untuk bersikap aktif dan proaktif," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Di sisi lain, FGD ini merupakan kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan "Center for Election and Political Party" (CEPP) FISIP Universitas Indonesia, CEPP Universitas Airlangga Surabaya serta CEPP Universitas Brawijaya Malang.
Sedangkan, tujuan FGD ini untuk mengidentifikasi masalah rekrutmen politik dan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, serta merumuskan rekomendasi yang berbasis kepada kebijakan afirmasi di lembaga legislatif dalam konteks pengaruh sistem Pemilu terhadap keterwakilan perempuan.
Selain di Surabaya, acara serupa telah diselenggarakan di Jakarta, Makassar serta Padang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016