Sydney, (Antara/Reuters) - Pengacara bagi 850 pencari suaka, yang ditahan di pusat penahanan bermasalah di Papua New Guinea, mengatakan berencana mengupayakan ganti rugi miliaran dolar.

Pernyataan itu disampaikan saat pejabat Australia siap melakukan perjalanan ke Papua Nugini untuk melakukan pembicaraan darurat terkait hal tersebut.

Papua Nugini pada pekan ini mengumumkan penutupan pusat penahanan itu, yang dikelola atas nama Australia, yang menerapkan kebijakan keras imigrasi, yang dikritik badan PBB dan hak asasi manusia dunia.

Masalah itu membuat dua bertetangga di Pasifik Selatan itu berselisih, dengan masing-masing mengatakan bahwa tanggung jawab untuk kesejahteraan tahanan adalah urusan tetangganya.

Penutupan fasilitas Pulau Manus, yang menampung pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan di Timur Tengah, Afghanistan dan Asia Selatan, merupakan masalah besar bagi Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull di tengah-tengah kampanye pemilihan umum.

Jumlah pencari suaka yang berusaha mencapai Australia kecil dibandingkan dengan mereka yang tiba di Eropa, tetapi keamanan perbatasan telah lama menjadi isu politik utama dan kemungkinan akan muncul lagi di berkampanye untuk pemilu Juli.

Pengacara mantan pemimpin oposisi Papua Nugini Belden Namah meminta  Mahkamah Agung Papua Nugini, yang memutuskan bahwa fasilitas tersebut tidak konstitusional dan memicu keputusan pemerintah untuk menutupnya,
untuk memaksa Canberra untuk membawa para tahanan ke Australia.

Pengacara yang berkantor di Papua Nugini, Ben Lomai, yang mewakili lebih dari 300 orang yang ditahan, mengatakan kepada surat kabar Post Courier bahwa ia akan mengajukan kasus kompensasi pada Senin setelah putusan Mahkamah Agung.

"Kita bisa langsung menilai kompensasi yang wajar tanpa harus memperpanjang kasus ini lebih jauh," kata Lomai.(*)

Pewarta: Supervisor

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016