Surabaya (Antara Jatim) - Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr dr Ari Sutjahjo Sp.PD K-EMD FINASIM meraih predikat profesor hanya seminggu yang diperkirakan paling cepat hingga kini.

"Ini mungkin kebetulan, tapi karena Prof Ali Ghufron (Dirjen SDM Kemenristekdikti saat ini) yang menciptakan sistem cepat itu," kata ahli Endokrinologi RSUD dr Soetomo Surabaya/FK Unair itu di Surabaya, Jumat.

Di sela konperensi pers rencana pengukuhan guru besar pada 30 April 2016 di kampus setempat (28/4), ia menegaskan bahwa semula dirinya sebenarnya tidak mengurus status guru besar, melainkan mengurus proses pensiun.

"Tapi, pihak fakultas melihat nilai saya mencukupi untuk proses guru besar, maka saya disarankan melengkapi pengurusan itu. Saya pun mengajukannya ke pusat pada awal Januari 2016," kata guru besar kelahiran Kediri, Jatim, 10 Februari 1951 itu.

Akhirnya, status guru besar disandangnya hanya dalam seminggu dengan SK Menristekdikti pada 1 Februari 2016. "Total waktu perlu satu bulan, tapi Prof Ali Ghufron menyetujui hanya dalam satu minggu, lalu menunggu tanda tangan Menristekdikti sekitar tiga minggu," katanya.

Dalam pengukuhan pada 30 April 2016 itu, ia dikukuhkan bersama Prof Dr Drs Henri Subiakto SH MA (FISIP) dan Prof Dr Drs Cholichul Hadi MSi (Fakultas Psikologi).

Namun, Prof Henri mengurus permohonan guru besar sejak 2011 dan Prof Cholichul Hadi sejak 2012. "Itu kalau di tingkat universitas, tapi kalau mulai awal, saya mengurusnya dari fakultas ya sejak tahun 2008," kata Prof Cholichul Hadi.

Menurut Prof Ari Sutjahjo, proses yang lama itu memang benar, karena itu dirinya sebenarnya tidak tertarik mengurusnya. "Umumnya, teman-teman yang mengurus status guru besar itu memang hanya ditumpuk saja berkasnya dan harus sering dicek ke Jakarta," katanya.

Namun, Prof Ali Ghufron menerapkan sistem baru, karena itu dirinya mencoba. "Ternyata benar, asalkan persyaratan lengkap, maka proses juga cepat. Saya bersyukur tidak jadi pensiun," kata alumnus S-1 hingga S-3 dari FK Unair itu.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof Ari Sutjahjo menyoroti masalah tiroid (benjolan/gondok). "Soal endokrin itu terkait diabetes mellitus dan tiroid, tapi soal diabetes itu sudah banyak yang mendalami, nah saya ke tiroid itu," katanya.

Guru Besar ke-447 Unair dan Guru Besar aktif ke-106 FK Unair itu menyatakan potensi perempuan terjangkit tiroid lebih besar daripada laki-laki yakni delapan kali. "Kita belum tahu penyebabnya, tapi peluangnya 8:1 untuk perempuan dan laki-laki," katanya.

Namun, katanya, kasus tiroid yang tidak lebih sedikit daripada diabetes mellitus itu sebenarnya dapat disembuhkan dengan pengobatan. "Kalau bisa sembuh kurang dari satu tahun ya tidak perlu operasi, tapi orang sekarang terlalu cepat memutuskan untuk operasi," katanya.

Sementara itu, Prof Sholichul Hadi menyoroti hubungan antara negara dengan masyarakat industri yang mengalami perubahan total dari terpusat (sentralisasi) menjadi desentralisasi sejak adanya UU Otonomi Daerah.

"Akhirnya, banyak investor asing yang langsung berhubungan dengan daerah, sehingga menjadi tekanan kepada negara, namun hal itu juga memungkinkan nilai-nilai lokal berkembang, misalnya masyarakat Papua yang suka sagu akan kembali pada sagu, bukan beras lagi. Inovasi akan berkembang dalam budaya gotong royong," katanya.

Lain halnya dengan Prof Henri Subiakto yang menyoroti perubahan total dalam interaksi masyarakat akibat perkembangan teknologi komunikasi digital. "Digital akan mengubah interaksi sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya, seperti revolusi industri pada abad 15," katanya.

Secara terpisah, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) mengadakan "Sosialisasi dan Monev (Monitoring dan evaluasi) Perizinan Peneliti Asing" bekerjasama dengan Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang dihadiri Dr. Sri Wahyono (Kepala Seksi Administrasi Perizinan Penelitian Kemenristekdikti) dan Dr. Takako Utsumi (Kobe University) di kampus Unair Surabaya (28/4). (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016