Rokok klobot merupakan salah satu jenis rokok tempo dulu. Dinamakan rokok klobot, karena menggunakan bungkus klobot, yaitu kulit jagung yang dikeringkan.

Konon, dalam sejarahnya rokok klobot sudah ada sejak era Rara Mendut. Dalam kisahnya, Rara Mendut merupakan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung.

Namun, Rara Mendut menolak dijadikan istri Tumenggung Wiroguno. Ia pun dihukum dengan membayar pajak yang luar biasa tingginya. Untuk melunasi pajak, Rara Mendut berdagang tembakau sompok dari Imogiri, daun klobot, serta bumbu-bumbu.

Keberadaan rokok klobot memang sudah sejak zaman dulu. Sebelum mesin menjadi alat untuk memproduksi massal rokok serta kertas digunakan untuk membungkus rokok, orang menggunakan klobot.

Klobot cenderung mudah digunakan sebagai media untuk membungkus rokok. Teksturnya yang mudah dihaluskan serta tidak mudah sobek, membuat klobot menjadi salah satu pilihan sebagai pembungkus tembakau.

Rokok klobot ini juga banyak dikonsumsi di kalangan nelayan dan orang-orang di daerah pegunungan. Para nelayan menyukai rokok ini karena rokok klobot tidak gampang mati, meskipun terkena air laut.

Sementara orang-orang di daerah pegunungan menyukai rokok ini karena asapnya lebih banyak, hisapannya lebih berat, dan diklaim bisa menghangatkan badan. Hal ini membuat rokok itu cocok jika dikonsumsi di daerah dingin.

Keberadaan rokok klobot sudah semakin jarang. Terpaan berbagai mesin serta minat perokok yang berubah, membuat rokok ini sudah semakin jarang dibuat. Salah satu yang masih aktif membuat rokok klobot adalah Pabrik Rokok (PR) Cengkir Gading di Kecamatan/Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Pemilik PR Cengkir Gading Sholeh mengemukakan pabrik ini dibangunnya sejak 1990. Ia nekat memulai usaha ini, sebab saat itu melihat potensi usaha yang cukup bagus.

Ia mengaku sebelum mendirikan usaha ini, sempat bekerja di beberapa lokasi, misalnya di pabrik penggilingan padi, serta tembakau. Ia akhirnya belajar tentang tembakau dan meraciknya menjadi sebuah rokok. Dengan kenekatan, akhirnya ia mendirikan usaha yang diberi nama "Cengkir Gading".

Awal berdiri pabrik tersebut berada di Kabupaten Lamongan, yang merupakan tempat Sholeh tinggal. Namun, di Lamongan usahanya tidak bisa berkembang. Salah satu kendala terbatasnya tenaga kerja, sehingga memilih pindah ke Nganjuk. Gayung bersambut, di Nganjuk usahanya bertahan dan menjadi besar seperti sekarang.

"Dulu pekerja saya lima orang, kini ada lebih dari 100 yang membantu. Produknya tetap rokok klobot," ungkapnya.

Membuat rokok klobot, kata dia, memerlukan ketelatenan baik dari membuat klobotnya sampai meracik bumbu. Jika tidak teliti, akan memengaruhi kualitas produknya.

Karyawan PR Cengkir Gading Handayani mengatakan setiap hari pabrik beroperasi dan bisa menghasilkan rokok klobot sekitar 40-50 ribu batang. Rokok itu dibuat sekitar 60 orang pegawai khusus yang ditempatkan membuat rokok klobot. Selain rokok klobot, pabrik juga membuat rokok kretek. Namun, secara porsi masih banyak produksi rokok klobot, hingga sekitar 70 persen.

Peminat rokok klobot ini sebenarnya dari beragam usia. Namun, banyak di antaranya adalah orang yang sudah tua. Hal itu maklum, mengingat rokok ini memang sudah ada sejak zaman dulu.

"Peminat orang yang sudah sepuh-sepuh, termasuk yang membuat rokok klobot juga banyak yang sudah sepuh," imbuhnya.

Untuk membuat rokok klobot, Handayani mengatakan perusahaan tetap memerhatikan kualitas, terutama tembakau. Produksi tembakau sengaja dipilih hanya dari daerah khusus misalnya Bojonegoro dan Nganjuk, karena mempunyai kualitas yang berbeda.

Setelah tembakau didapat, lalu diramu diberi pengharum khusus, cengkih, dan selanjutnya tinggal dilinting kecil-kecil dengan klobot. Benang kecil digunakan agar rokok tetap seperti bentuknya, lonjong. Selanjutnya, rokok klobot tersebut dijadikan kemasan kecil-kecil siap untuk dijual.

Selama ini, untuk penjualan ia mengatakan lebih banyak mengandalkan pasar lokal bukan ke luar Pulau Jawa. Hal itu disebabkan, untuk pasar luar Pulau Jawa agak kesulitan dalam hal keuangan, sementara untuk pasar lokal dapat dengan mudah dipantau setiap hari oleh tenaga penjual atau sales yang bertugas.

"Sales setiap hari mengambil, jadi bisa totalan untuk mengisi agen, distributor. Pernah ada yang di luar Jawa, tapi uangnya yang sulit, jadi fokus ke lokal saja," tuturnya.
   
Bertahan di tengah gempuran
Membuat rokok klobot sangat mudah, namun untuk mempertahankan memerlukan komitmen yang tinggi. Hal itu diterapkan oleh pemilik pemilik PR Cengkir Gading Sholeh. Hal itu dibuktikannya selama 26 tahun, ia merintis usaha dan berkembang sampai sekarang.

Bagi Sholeh, membuat berbagai terobosan dalam usaha penting dilakukan. Perusahaan harus mampu bersaing, terlebih lagi dalam era persaingan bebas seperti saat ini.  

Salah satu terobosan adalah adanya regenerasi. Ia ingin banyak pemuda belajar membuat rokok klobot. Hal itu dilakukan, agar rokok ini terus berkembang dan bertahan.

Ia pun juga ingin agar perusahaan yang dikelolanya semakin besar. Saat ini, terdapat dua produk andalan, yaitu rokok klobot serta kretek. Ke depan, ia juga ingin membuat rokok filter.

"Sekarang zaman mesin, dan seharusnya mengikuti arah ke situ (membuat rokok filter)," katanya.

Pria ini mengatakan, sebagai seorang pengusaha ingin dipermudah dalam mengembangkan usahanya. Membeli cukai baginya tidak masalah, sebab cukai menjadi barang wajib jika ingin perusahaan yang ia dirikan bertahan. Namun, saat ini yang menjadi kendala adalah masalah investasi.

Untuk membeli mesin filter diperlukan dana yang sangat besar. Keuangan perusahaan belum mencukupi jika harus membeli mesin. Ia pun berupaya menggaet investor demi mengembangkan usaha rokok itu.

Selain investasi, perusahaan juga masih harus mengadakan evaluasi pasar terkait dengan pasar rokok filter. Di pasar, sudah banyak beredar rokok filter dengan beragam jenis, sehingga persaingan usaha juga harus diperhatikan.

"Kalau sama-sama kretek tidak terlalu berat, tapi beratnya di rokok filter, kami belum bisa mengikuti," ucapnya.

PR Cengkir Gading Sholeh merupakan salah satu pabrik rokok kecil. Kendati kecil, omzet perusahaan juga cukup besar, antara Rp350 sampai Rp400 juta per bulan.

Handayani, karyawan bagian administrasi di perusahaan itu mengaku optimistis perusahaan akan bisa bertahan dan berkembang. Dalam waktu dekat, perusahaan akan membuat beragam terobosan.

Selain melihat situasi pasar, untuk lebih mengenalkan produk, perusahaan juga memanfaatkan dalam jaringan (daring). Di dalamnya dipasang profil perusahaan serta beragam produk rokoknya baik rokok klobot maupun rokok kretek.

Handayani menyebut, adanya kemajuan teknologi tidak bisa dipungkiri harus membuat beragam terobosan baru. Buktinya, selama dua tahun memanfaatkan daring, ternyata terdapat kemajuan, salah satunya omzet. Selain itu, produk juga lebih banyak dikenal lagi, sehingga jangkauan konsumen lebih jauh.

Namun, saat ini pasar rokok klobot masih fokus di Jatim. Perusahaan pernah mengirimkan produk hingga luar Pulau Jawa, namun masalah keuangan ternyata membuat perusahaan lebih fokus lagi memerhatikan pasar lokal.

Jasa tenaga penjualan juga sangat besar. Mereka ujung tombak lakunya produk. Setiap hari, tenaga penjulan mendata barang untuk dikirim ke agen, distributor, maupun pelanggan lainnya.

"Sales setiap hari mengambil, jadi bisa totalan untuk mengisi agen, distributor. Pernah ada yang di luar Jawa, tapi uangnya yang sulit, jadi fokus ke lokal saja," tuturnya.

Kendati harus bertahan dalam gempuran beragam pabrik rokok, serta semakin ketatnya aturan rokok, PR Cengkir Gading tetap akan mempertahankan produksinya. Saat ini, secara total lebih dari 100 orang pekerja dari beragam daerah.

"Harapannya bisa lebih maju lagi, agar pekerja juga bisa lebih sejahtera. Kami ingin rokok kretek yang diproduksi bisa lebih besar lagi," ucapnya, berharap.

Cukai
Sementara itu, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri Turanto Sih Wardoyo mengemukakan PR Cengkir Gading merupakan salah satu pabrik yang cukup bagus. Bahkan, bea cukai juga memberikan penghargaan sebagai kontributor cukai terbesar pabrik non-golongan pada 2015.

Ia mengatakan, setiap tahun Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri melakukan evaluasi di masing-masing perusahaan rokok yang terdata, termasuk di PR Cengkir Gading.

"Kami berikan penghargaan berdasarkan kategori, dari sektor penerimaan apakah SKM golongan I, II, III. Kami evaluasi yang terbaik dan di-'reviuw' setiap tahun," tambahnya.

Di wilayah Bea Cukai Kediri saat ini terdapat 33 pabrik rokok yang tersebar di wilayah Kota/Kabupaten Kediri, Nganjuk, dan Jombang. Pabrik itu juga beragam golongan mulai golongan satu hingga tiga atau kecil.

Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri, menargetkan penerimaan cukai pada 2016 mencapai Rp16,7 triliun, naik dibandingkan penerimaan cukai pada 2015 yang ditargetkan Rp16,6 triliun.

Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri Turanto Sih Wardoyo mengaku optimistis target tersebut terealisasi. Hal itu berkaca dari penerimaan 2015 yang ternyata melampaui target. Pada penerimaan 2015 Kantor Bea Cukai Kediri mengalami surplus sampai Rp400 miliar.

Tambahan penerimaan terutama dari industri rokok menengah dan kecil. Dengan kondisi tersebut, menunjukkan kontribusi industri rokok menengah dan kecil di wilayah Bea Cukai Kediri cukup signifikan.

"Kami optimistis tercapai, sebab dari evaluasi tahun lalu kami juga surplus," ujarnya.
 
Ia juga menambahkan sebenarnya peluang usaha di sektor tembakau masih terbuka lebar. Namun, jika ingin mendirikan perusahaan atau pabrik rokok, harus memenuhi ketentuan yang berlaku, di antaranya terdapat pita cukai dan terdaftar.

Bea cukai juga lebih memperketat pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Hal itu dilakukan sebagai upaya menekan peredaran rokok tanpa pita cukai yang berpotensi merugikan keuangan negara.(*)

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016