Surabaya (Antara Jatim) - Tim Kajian Aspek Teknis, Sosial dan Ekonomi Kegiatan Pengeboran PT Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo mengaku belum bisa bekerja karena terkendala anggaran dan belum turunnya surat keputusan dari Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
"Saya belum tahu alasannya mengapa. Yang jelas bagaimana kami bekerja kalau belum mendapat legalitas," ujar Ketua Tim Kajian Aspek Teknis, Sosial dan Ekonomi Kegiatan Pengeboran PT Lapindo Brantas Inc Amien Widodo kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, SK dari Gubernur adalah dasar hukum adanya perintah dari pemprov Jatim untuk melakukan kajian terkait rencana pengeboran oleh PT Lapindo Brantas Inc yang baru.
Nantinya, kata dia, tim terdiri dari 50 orang yang bertugas melakukan empat aktivitas, yaitu survei permukaan apakah ada penurunan, survei bawah permukaan untuk melihat retakan, dampak sosial masyarakat dan analisa risiko.
"Di tim nanti ada mahasiswa juga yang terlibat. Selain SK, anggaran untuk melakukan pengkajian juga belum ada," ucap Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya tersebut.
Sebelumnya, Pemprov Jatim melalui Dinas ESDM Jatim telah menunjuk tim untuk mengkaji rencana pengeboran sumur baru di Desa Kedungbanteng, Tanggulangin-Sidoarjo.
Jangka waktu adalah tiga bulan sejak 18 Januari 2016, namun hingga saat ini tim belum bisa bekerja karena terganjal belum turunnya SK Gubernur dan anggaran.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim Dewi J Putriatni ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahuinya dan meminta untuk menanyakan ke Bappeda Jatim.
"Silakan tanta ke Bappeda. Saya tidak tahu," katanya ketika dikonfirmasi wartawan melalui ponselnya.
Sedangkan, Kepala Bappeda Jatim Fattah Jasin ketika dikonfirmasi terpisah juga membantah pihaknya telah mengambil alih tanggung jawab keberadaan tim kajian pengeboran Lapindo, termasuk persoalan anggaran.
Namun, ia tidak membantah adanya usulan anggaran kepada Bappeda sebesar Rp1,2 miliar untuk kebutuhan tim kajian, namun masih dalam tahap kajian.
"Jadi, belum pasti juga kalau anggarannya dari Bappeda. Kami darimana uang sebesar itu, apalagi anggaran tahun 2016 sudah berjalan dan tidak bisa dianggarkan tiba-tiba seperti itu," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa keputusan keberadaan dan penganggaran tim menunggu keputusan Gubernur karena persoalan sangat teknis dan masih dirapatkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Saya belum tahu alasannya mengapa. Yang jelas bagaimana kami bekerja kalau belum mendapat legalitas," ujar Ketua Tim Kajian Aspek Teknis, Sosial dan Ekonomi Kegiatan Pengeboran PT Lapindo Brantas Inc Amien Widodo kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, SK dari Gubernur adalah dasar hukum adanya perintah dari pemprov Jatim untuk melakukan kajian terkait rencana pengeboran oleh PT Lapindo Brantas Inc yang baru.
Nantinya, kata dia, tim terdiri dari 50 orang yang bertugas melakukan empat aktivitas, yaitu survei permukaan apakah ada penurunan, survei bawah permukaan untuk melihat retakan, dampak sosial masyarakat dan analisa risiko.
"Di tim nanti ada mahasiswa juga yang terlibat. Selain SK, anggaran untuk melakukan pengkajian juga belum ada," ucap Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya tersebut.
Sebelumnya, Pemprov Jatim melalui Dinas ESDM Jatim telah menunjuk tim untuk mengkaji rencana pengeboran sumur baru di Desa Kedungbanteng, Tanggulangin-Sidoarjo.
Jangka waktu adalah tiga bulan sejak 18 Januari 2016, namun hingga saat ini tim belum bisa bekerja karena terganjal belum turunnya SK Gubernur dan anggaran.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim Dewi J Putriatni ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahuinya dan meminta untuk menanyakan ke Bappeda Jatim.
"Silakan tanta ke Bappeda. Saya tidak tahu," katanya ketika dikonfirmasi wartawan melalui ponselnya.
Sedangkan, Kepala Bappeda Jatim Fattah Jasin ketika dikonfirmasi terpisah juga membantah pihaknya telah mengambil alih tanggung jawab keberadaan tim kajian pengeboran Lapindo, termasuk persoalan anggaran.
Namun, ia tidak membantah adanya usulan anggaran kepada Bappeda sebesar Rp1,2 miliar untuk kebutuhan tim kajian, namun masih dalam tahap kajian.
"Jadi, belum pasti juga kalau anggarannya dari Bappeda. Kami darimana uang sebesar itu, apalagi anggaran tahun 2016 sudah berjalan dan tidak bisa dianggarkan tiba-tiba seperti itu," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa keputusan keberadaan dan penganggaran tim menunggu keputusan Gubernur karena persoalan sangat teknis dan masih dirapatkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016