Jakarta, (Antara) - Pengamat energi UGM Fahmy Radhi meminta pemerintah tidak memberikan izin pengeboran eksplorasi minyak dan gas bumi di Sidoarjo, Jatim kepada Lapindo Brantas Inc.

"Pemerintah mesti peka dengan trauma penderitaan warga Sidoarjo atas kejadian luapan lumpur yang terjadi sebelumnya," ujarnya di Jakarta, Senin.

Menurut dia, apapun argumentasinya, terlalu berisiko dengan kembali memberikan izin eksplorasi kepada Lapindo,
Semburan lumpur panas yang pertama kali muncul pada 29 Mei 2006 dan hingga kini terus aktif, telah menenggelamkan lebih dari 400 hektare lahan yang di atasnya berdiri bangunan rumah, pabrik, sekolah, tempat ibadah, kuburan, dan jalan tol Surabaya-Malang (ruas Porong-Gempol), sehingga menimbulkan kerugian puluhan triliunan rupiah.

"Mengingat trauma penderitaan rakyat Sidoarjo yang berkepanjangan, dan kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah itu, pemerintah seharusnya tidak memberikan izin pengeboran jilid kedua di Sidoarjo kepada Lapindo," ujarnya.

Bahkan, lanjutnya, pemerintah harus mencabut izin Lapindo Brantas mengebor migas di seluruh Indonesia.

Menurut dia, pencabutan izin merupakan hukuman atas kecerobohan Lapindo, sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi perusahaan lainnya.

"Adanya hukuman diharapkan dapat mencegah malapetaka serupa tidak terjadi lagi di Tanah Air," kata peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.

Fahmy menambahkan, Lapindo Brantas memang ikut membiayai relokasi penduduk yang terkena dampak luapan lumpur.

Namun, katanya, pembayaran ganti rugi kepada penduduk itu tersendat-sendat dan masih ada warga di area terdampak yang belum dibayarkan kompensasinya. (*)

Pewarta: Kelik Dewanto

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016