Jember (Antara Jatim) - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menutup rangkaian acara Jambore Nasional Buruh Migran Indonesia 2015 di Gedung Soetardjo Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu sore.

Dalam penutupan tersebut, sembilan mantan buruh migran dari berbagai daerah membacakan "Manifesto Tegalboto" di hadapan Menaker, agar nasib tenaga kerja Indonesia semakin diperhatikan dan terlindungi dengan peranan penting dari pemerintah.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, menjelaskan tercatat ada lima hal yang dihasilkan dari pelaksanaan Jambore Nasional Buruh Migran Indonesia yang digelar 23-25 November 2015 di Kampus Universitas Jember. 

"Pertama, peserta ingin agar kehadiran negara juga diwujudkan dalam aturan migrasi yang tidak eksploitatif, bias jender dan bermotif ekonomi. Kedua, menuntut adanya pelayanan migrasi dari level terbawah, yakni desa dengan adanya peraturan desa dan layanan bagi buruh migran," tuturnya.

Kemudian ketiga, negara harus mewujudkan layanan migrasi yang aman, nyaman dan murah, terutama yang melindungi buruh migran perempuan. Keempat, menuntut eksekutif dan legislatif segera menghasilkan undang-undang dan peraturan migrasi yang berbasis hak asasi manusia.

"Satu lagi, kami menuntut dihapus peran swasta dalam pengelolaan buruh migran yang menjadi biang keladi masalah selama ini," ucap Anis yang juga alumni Fakultas Hukum Universitas Jember.

Sedangkan dalam "Manifesto Tegalboto" itu, para buruh migran menegaskan bahwa sampai saat ini negara belum hadir melindungi buruh migran karena kebijakan pemerintah untuk melindungi buruh migran masih sebatas pencitraan semata. 

Situasi tersebut yang kemudian menjadi latar belakang pelaksanaan jambore dimana berkumpul buruh migran beserta komunitasnya, pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, peneliti, organisasi perempuan dan media. 

"Jambore itu dimaksudkan sebagai wahana merumuskan 'road map' perlindungan buruh migran yang berbasis pada hak asasi manusia dan keadilan jender. Manifesto Tegalboto juga mengharapkan agar pelaksanaan jambore di perguruan tinggi akan mendorong keterlibatan aktif para akademisi dan akan melahirkan pusat studi migrasi," paparnya.

Manifesto Tegalboto itu mendapatkan tanggapan positif dari Menaker, Hanif Dhakiri karena menurutnya, migrasi adalah hak asasi setiap warga negara Indonesia, sehingga kebijakan migrasi wajib berbasis pada hak asasi manusia. 

"Kebijakan migrasi termasuk undang-undangnya harus berlandaskan pada hak asasi manusia, bukan pada remitansi atau alasan ekonomi lainnya,” tutur Hanif.. 

Ia mengajak semua pihak, dari buruh migran, pemerintah, masyarakat sipil dan akademisi untuk bersatu padu mewujudkan kondisi buruh migran yang lebih baik lagi.

Namun, Hanif Dhakiri mengingatkan bahwa kehadiran negara bukan berarti semua lini dilingkup persoalan buruh migran harus ditangani oleh negara. 
 
"Persoalan buruh migran sangat kompleks, oleh karena itu saya mengajak semua elemen untuk turut menyumbangkan tenaga dan pemikiran, semua pihak berperan sesuai dengan fungsinya. Saya juga setuju agar ada undang-undang baru yang mengatur mengenai migrasi," katanya.(*)

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015