Tulungagung (Antara Jatim) - Pembangunan tanggul pemecah ombak di sekitar Pelabuhan Popoh, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, terkendala material batu sehingga mengganggu pelaksanaan proyek senilai Rp10 miliar tersebut.
     
"Informasi yang kami terima, kesulitan mendapat material (batu) sempat mengganggu keberlangsungan pelaksanaan proyek tersebut," ujar anggota Komisi C DPRD Tulungagung Basroni di Tulungagung, Senin.
     
Saat ini, pekerjaan pembuatan tanggul pemecah ombak memang masih berlangsung setelah kontraktor berhasil mendapat pasokan dari Trenggalek.
     
Namun volumenya tidak sebanyak kebutuhan yang direncanakan. Basroni mengaku cukup khawatir dengan perkembangan tersebut karena bisa mengganggu jadwal penyelesaian pekerjaan yang diproyeksikan selesai akhir tahun ini.
     
"Masalah ini (material) dialami hampir semua kontraktor karena sebagian besar aktivitas penambangan batu menghentikan aktivitas semenjak ada operasi penertiban yang dilakukan aparat keamanan," ujarnya.
     
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, Suprapto mengisyaratkan bahwa proyek pembangunan tanggul pemecah ombak sudah mencapai 80 persen, dari total konstruksi break water sepanjang 40 meter yang direncanakan.
     
"Insya Allah rampung sebelum akhir tahun. Suplai material juga sudah teratasi meski sempat terkendala beberapa waktu lalu," ujarnya.
     
Ia juga memastikan, berdasarkan perencanaan semula, pembangunan breakwataer  dibagi  dalam  tiga tahapan.
     
Tahap pertama sudah dimulai pada 2014, dan kini dilanjutkan pembangunan tahap kedua dengan nilai anggaran Rp10 miliar untuk pembangunan fisik tanggul sepanjang 40 meter.
     
"Dan tahapan ketiga diperkirakan pada tahun akan datang. Semua   bertahap," jelasnya.
     
Mengenai  kualitas batu dalam pekerjaan break water,  Suprapto memastikan tidak ada persoalan.
     
Dari  hasil audit badan  pengawas  keuangan (BPK) dalam pembangunan break water tahap pertama, lanjut dia, dinyatakan sudah baik dan sesuai besaran teknis (bestek) yang ditentukan.
     
Begitu pula dengan pemeriksaan Direktorat Jendral Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak ada temuan pelanggaran.
      
"Jadi dari dua pemeriksaan menjadi dasar kesimpulan pekerjaan baik atau tidak," ujarnya.
     
Suprapto menambahkan, dalam pembangunan break water  tahap kedua, selain pengawasan juga  diperlukan  pemeriksaan sebelum pekerjan diserahterimakan  dari pelaksana ke pemerintah.
     
"Bagaimanapun persoalan perencanaan, kualitas pekerjaan, tidak lepas dari pemerintah pusat. Jadi  sistem pengawasan  bukan sekadar dari satu instansi," ujarnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015