Tulungagung (Antara J) - Komunitas Pecinta Satwa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengecam keras aktivitas perburuan dan perdagangan ular yang diperkirakan mencapai ratusan ekor setiap harinya di wilayah tersebut.
     
"Di Tulungagung ini kami mengetahui ada sedikitnya empat pengepul besar yang beroperasi. Kami tahu dimana lokasi dan cara kerja mereka," kata Ketua Dewan Pembina Tulungagung Exotic Animal (TEAm), Bayu Kriswantoro di Tulungagung, Rabu.
     
Menurutnya, aktivitas perburuan ular di wilayah Tulungagung sudah sangat parah. 
     
Dalam sehari, kata dia, satu pengepul bisa menampung aneka jenis ular hasil buruan penduduk ataupun pemburu ular hingga berjumlah ratusan ekor.
     
Selain diambil dagingnya untuk dipasok sebagai bahan baku obat dan kafe/warung kuliner ekstrem, mereka juga mengambil kulit ular untuk bahan baku sabuk, dompet dan aneka produk kerajinan tangan lainnya.
     
"Bayangkan jika sehari volume bisa menyentuh 500 saja, misalnya, berarti dalam sebulan ular yang dibantai bisa sampai belasan ribu ekor. Itu angka yang mengerikan," ujarnya.
     
Kendati ular bukan jenis satwa yang dilindungi, menurut Bayu perburuan masif oleh sindikat perdagangan ular tingkat lokal maupun lintasdaerah bisa memicu ketidakseimbangan ekologi, terutama yang berkaitan dengan mata rantai makanan.
     
"Kalau itu tidak disikapi, lambat-laun ular-ular ini bisa juga masuk kategori 'apendix' (langka). Ular priting yang biasa hidup di sawah, misalnya, jika terus diburu akan memicu perkembangbiakan hama tikus. Penyebabnya ya karena ular yang menjadi predator alaminya hilang atau banyak berkurang," ujarnya.
     
Oleh karenanya, lanjut Bayu, komunitas pecinta satwa yang tergabung dalam Tulungagung Exotic Animal (TEAm) mendesak pihak-pihak terkait, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk proaktif melakukan penindakan.
     
"Jika perlu, beri hukuman untuk efek jera. Kafe atau rumah makan yang menyediakan menu makanan ekstrem harus ditindak. Jangan malah kami yang memang bergerak dibidang pelestarian satwa malah dikejar-kejar dan diawasi, karena yang kami lakukan justru bertujuan melakukan pelestarian dan perlindungan satwa dengan cara memelihara dan 'breeding' (pembiakan)," ujarnya. (*)

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015