Surabaya (Antara Jatim) - Dokter Spesialis Saraf Siloam Hospitals Surabaya, dr Yanna Saelan SpS mengatakan bahwa klinik Stroke Center harus dimiliki oleh setiap rumah sakit di Indonesia guna menekan angka kecacatan dan kematian pasien.
"Klinik Stroke Center harus dimiliki oleh setiap rumah sakit di Indonesia karena bukan hanya sebagai kebutuhan, tetapi juga bisa berguna menekan angka kecacatan dan kematian pasien, terutama terhadap penyakit yang kerap menyerang lapisan masyarakat secara tiba-tiba," kata dr Yanna di Surabaya, Sabtu.
Ia mengatakan, stroke center itu bukan hanya ada ruangan khsusus penanganan stroke (stroke unit), namun yang dinamakan stroke center itu adalah seluruh fungsi rumah sakit ikut membantu penanganan kasus stroke.
"Semisal ada pasien yang masuk di rumah sakit dan diketahui pasien itu mengalami sakit stroke, dengan menggunakan bentuk kode khusus atau stroke code, sehingga seluruh unit di rumah sakit, seperti unit laboratorium, radiologi, farmasi, dokter saraf, dan bedah saraf terlatih bisa dengan cepat menangani pasien stroke," paparnya.
Selain penanganan secara cepat dari seluruh unit rumah sakit, mereka juga siap memberikan prioritas bagi pengobatan kasus stroke, karena jika pasien stroke tidak diberikan penanganan secara cepat, kemungkinan untuk meninggal akan semakin tinggi.
"Di tahun 2013, rumah sakit Siloam telah menangani pasien stroke sebanyak 206 pasien, sebanyak 194 di antaranya terselamatkan, namun hanya 12 pasien yang meninggal, sedangkan pada tahun 2014, pasien stroke sebanyak 197 pasien, dari jumlah tersebut sebanyak 9 pasien meninggal, dan 188 pasien terselamatkan," jelasnya.
Menurut dia, sekitar 1 persen stroke disebabkan pendarahan dalam jaringan otak, resiko kematian lebih besar dari pada stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak, sedangkan 85 persen stroke diakibatkan tersumbatnya pembuluh darah di otak, yang juga mempunyai resiko kematian dan kecacatan.
"Sekitar 85 persen stroke diakibatkan tersumbatnya pembuluh darah di otak, yang juga mempunyai resiko kematian dan kecacatan, tergantung dari besarnya pembuluh darah di otak yang tersumbat tersebut. Makin besar pembuluh darah yang tersumbat, maka semakin luas dempak kerusakan dan makin besar komplikasi yang terjadi," ujarnya.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran, lanjutnya cacat pembuluh darah dapat dideteksi lebih awal, sehingga dapat ditangani sesegera mungkin. Dengan begitu, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pendarahan maupun penyumbatan pembuluh darah di otak. Pada akhirnya, resiko orang terkena stroke dapat dikurangi.
“Tetap saja dokter tidak dapat berbuat banyak untuk menolong apabila penderita stroke yang datang terlambat atau sudah mengalami komplikasi, karena jaringan otak yang tidak mendapat aliran darah yang memadai akan segera mati, dan tidak akan tumbuh sel otak baru sebagai gantinya, maka untuk itu bagi penderita stroke hilang waktu," terangnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, tidak semua pendarahan yang terjadi di otak penaganannya harus dioperasi. Dengan melihat luasnya pendarahan dapat diduga seberapa cepat penderita akan masuk dalam kondisi koma, namun kalau pasien datang lebih awal dan kondisi pasien masih lumayan baik, sehingga masih dapat dilakukan tindakan operasi, supaya jumlah darah dapat dikurangi. Dengan begitu, resiko kematian juga dapat ditekan.
“Kesadaran masyarakat dalam menangani gejala stroke dan segera membawa ke rumah sakit akan banyak menolong penderita mengurangi kecacatan, mengurangi masa perawatan di rumah sakit yang berarti menghemat biaya dan juga mengurangi resiko kematian,” tandasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Klinik Stroke Center harus dimiliki oleh setiap rumah sakit di Indonesia karena bukan hanya sebagai kebutuhan, tetapi juga bisa berguna menekan angka kecacatan dan kematian pasien, terutama terhadap penyakit yang kerap menyerang lapisan masyarakat secara tiba-tiba," kata dr Yanna di Surabaya, Sabtu.
Ia mengatakan, stroke center itu bukan hanya ada ruangan khsusus penanganan stroke (stroke unit), namun yang dinamakan stroke center itu adalah seluruh fungsi rumah sakit ikut membantu penanganan kasus stroke.
"Semisal ada pasien yang masuk di rumah sakit dan diketahui pasien itu mengalami sakit stroke, dengan menggunakan bentuk kode khusus atau stroke code, sehingga seluruh unit di rumah sakit, seperti unit laboratorium, radiologi, farmasi, dokter saraf, dan bedah saraf terlatih bisa dengan cepat menangani pasien stroke," paparnya.
Selain penanganan secara cepat dari seluruh unit rumah sakit, mereka juga siap memberikan prioritas bagi pengobatan kasus stroke, karena jika pasien stroke tidak diberikan penanganan secara cepat, kemungkinan untuk meninggal akan semakin tinggi.
"Di tahun 2013, rumah sakit Siloam telah menangani pasien stroke sebanyak 206 pasien, sebanyak 194 di antaranya terselamatkan, namun hanya 12 pasien yang meninggal, sedangkan pada tahun 2014, pasien stroke sebanyak 197 pasien, dari jumlah tersebut sebanyak 9 pasien meninggal, dan 188 pasien terselamatkan," jelasnya.
Menurut dia, sekitar 1 persen stroke disebabkan pendarahan dalam jaringan otak, resiko kematian lebih besar dari pada stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah di otak, sedangkan 85 persen stroke diakibatkan tersumbatnya pembuluh darah di otak, yang juga mempunyai resiko kematian dan kecacatan.
"Sekitar 85 persen stroke diakibatkan tersumbatnya pembuluh darah di otak, yang juga mempunyai resiko kematian dan kecacatan, tergantung dari besarnya pembuluh darah di otak yang tersumbat tersebut. Makin besar pembuluh darah yang tersumbat, maka semakin luas dempak kerusakan dan makin besar komplikasi yang terjadi," ujarnya.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran, lanjutnya cacat pembuluh darah dapat dideteksi lebih awal, sehingga dapat ditangani sesegera mungkin. Dengan begitu, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pendarahan maupun penyumbatan pembuluh darah di otak. Pada akhirnya, resiko orang terkena stroke dapat dikurangi.
“Tetap saja dokter tidak dapat berbuat banyak untuk menolong apabila penderita stroke yang datang terlambat atau sudah mengalami komplikasi, karena jaringan otak yang tidak mendapat aliran darah yang memadai akan segera mati, dan tidak akan tumbuh sel otak baru sebagai gantinya, maka untuk itu bagi penderita stroke hilang waktu," terangnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, tidak semua pendarahan yang terjadi di otak penaganannya harus dioperasi. Dengan melihat luasnya pendarahan dapat diduga seberapa cepat penderita akan masuk dalam kondisi koma, namun kalau pasien datang lebih awal dan kondisi pasien masih lumayan baik, sehingga masih dapat dilakukan tindakan operasi, supaya jumlah darah dapat dikurangi. Dengan begitu, resiko kematian juga dapat ditekan.
“Kesadaran masyarakat dalam menangani gejala stroke dan segera membawa ke rumah sakit akan banyak menolong penderita mengurangi kecacatan, mengurangi masa perawatan di rumah sakit yang berarti menghemat biaya dan juga mengurangi resiko kematian,” tandasnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015