Alumnus George Washington University Amerika Serikat, Bridget Ginty, mengatakan media massa seyogyanya tidak mencampur Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia, agar bisa lebih jelas dalam menyampaikan informasi.

"Ya, sebaiknya tidak usah mencampur Bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris agar tidak kelihatan aneh," ucapnya saat ditemui sebagai relawan di Bojonegoro, 10 Oktober 2015.

Ia yang menjadi relawan guru Bahasa Inggris di SMKN Purwosari, Bojonegoro, mengaku pernah melihat sebuah acara di TV Nasional, yang salah satu narasumbernya memberi salam dengan menggunakan Bahasa Inggris.

Tapi, katanya, dalam memberikan salam itu  antara lain disampaikan bahw ruangan yang dimanfaatkan "full AC", yang seharusnya cukup ruangan AC.

"Yang ada di benak saya kalau ada ruangan "full AC", berarti ada ruang yang setengah AC. Kan ya tidak jelas jadinya," tuturnya, tersenyum.

Terkait kebiasaan warga negaranya dalam memperoleh informasi, ia menjelaskan warga Amerika  Serikat dalam memperoleh informasi sebagian besar melalui media elektronik, seperti telepon selular, laptop, juga media sosial, yang mengunggah link berita dari media massa, seperti Washinton Pos, New York Times, atau media lainnya.
 
"Warga Amerika Serikat kebanyakan memperoleh informasi berita dari media sosial. Kalau dari media massa kertas seperti koran juga ada, tapi sekarang ini jumlahnya minim," ungkapnya.

Menurut dia, warga Amerika Serikat tidak terlalu mempercayai informasi yang disampaikan melalui facebook yang bukan link berita dari unggahan media massa.

Ditanya hambatannya mengajar Bahasa Inggris di Bojonegoro, ia mengaku waktu yang diberikan lembaga pendidikan di tempatnya mengajar hanya dua jam dalam sepekan.

"Terlalu singkat waktunya, ya, saya kira kurang waktu memberikan pelajaran Bahasa Inggris," katanya.

Ia yang mengikuti program "Peace Corps" dari Pemerintah Amerika di bidang pendidikan, yang sudah mengajar di daerah setempat, sejak 12 bulan lalu. Sebelumnya, ia pernah mengajar Bahasa Inggris di Spanyol, selam setahun.

"Saya di Bojonegoro tinggal delapan bulan lagi," ujar gadis keturunan Irlandia yang lahir 13 Juni 1989 di Exceter, New Hampshire, Amerika Serikat.

"Saya kesini tidak ada hubungannya dengan ExxonMobil. Mereka bisnis. Saya mengajar," tambah  alumnus George Washinton University Amerika Serikat 2010 jurusan hubungan Internasional itu.

Ditanya rencana selanjutnya, ia menjelaskan sesuai ketentuan dari program yang digulirkan Pemerintah Amerika Serikat bahwa dalam menjalani tugas mengajar hanya dua tahun dan harus berpindah ke lain daerah.

"Tetap boleh satu negara, tapi tidak boleh lagi di Bojonegoro. Kemungkinannya nanti saya ke Flores," ucap Bri, sapaan akrabnya, yang menetap di Desa Pojok, Kecamatan Purwosari. (*)

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015