Surabaya (Antara Jatim) - "Budaya Indonesia itu menarik, unik dan patut dipelajari," ucap Olivier Johannes Raap saat menjadi pembicara pada Kuliah Tamu di Auditorium Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), 9 Oktober 2015.
     
Di hadapan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UKWMS dalam kuliah tamu bertajuk 'Komunikasi Lintas Budaya', Olivier yang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1998 mengaku jatuh cinta.
     
"Dengan mempelajari kebudayaan kita sendiri atau kebudayaan orang lain akan bisa membantu kita untuk hormat dan sayang terhadap kebudayaan secara keseluruhan," tutur laki-laki yang akrab disapa 'Mas Oli' itu.
     
Dari sejarah, ungkap Olivier yang lahir di Desa Grootschermer, Belanda itu, bisa dipelajari banyak hal yang kini sudah tidak ditemui lagi dan hal itu bisa menimbulkan kecintaan terhadap budaya.
     
Dalam bukunya yang berjudul "Soeka Doeka di Djawa Tempo Doeloe", ia menunjukkan kartu pos bergambar perempuan bertelanjang dada, lalu ia menjabarkan bahwa dulu ada kepercayaan bahwa orang-orang di Jawa dan Bali tidak menutupi bagian dada mereka dalam berpakaian.
     
"Namun, pada foto itu bisa dilihat perbedaan gelap terang warna kulit, ada kemungkinan foto itu sengaja dibuat untuk keperluan komersial pornografi. Jadi tidak menggambarkan keadaan sebenarnya di tanah Jawa pada waktu itu," ujarnya.
     
Penghobi fotografi itu menyatakan foto-foto dalam kartu pos pada zaman itu kebanyakan diambil di studio dengan latar belakang dan pose yang ditata (diatur) oleh fotografer.
     
"Bisa dilihat dari peletakan keris, misalnya, secara tradisional letaknya di belakang punggung, tapi di foto itu justru keris diletakkan di depan," tukasnya.
     
Selain itu, meskipun model dalam foto itu masih muda, ia menggunakan tongkat untuk menggambarkan status sosialnya yang tinggi.
     
"Apakah hal itu berarti orang dalam foto ini memang ningrat? Belum tentu, tetapi gambar ini bisa menunjukkan kepada kita bahwa objek yang umum dibidik fotografer pada saat itu sudah tidak ada lagi saat ini, karena zaman sudah berubah," paparnya.
     
Misalnya, permainan adu kemiri. Juga beberapa hal yang kini masih sering dilakukan, seperti lomba balap karung dan panjat pinang.
     
"Tidak banyak yang tahu bahwa balap karung ternyata adalah suatu kebiasaan yang dibawa oleh Belanda ke Indonesia. Di masa lalu, lomba balap karung seringkali dilaksanakan pada saat hari Ratu, kini di Indonesia Balap Karung dan Panjat Pinang adalah lomba khas perayaan hari kemerdekaan," tandasnya.
     
Dalam pengamatannya, latar belakang dan aksesoris foto juga bercerita banyak tentang dimana foto itu dibuat, siapa fotografernya, dan (mengarah pada) apa saja karyanya.
     
"Seorang fotografer resmi Keraton Yogyakarta yang bernama Kassian Chepas, memiliki peranan penting dalam perkembangan fotografi di Indonesia. Selain dia, ada pula Ali S. Cohan yang karya-karyanya melibatkan unsur pornografi," katanya.
     
Melalui penelitian dan pembandingan, dirinya bisa menarik kesimpulan bahwa mereka adalah orang yang sama. "Cassian adalah fotografer resmi kesultanan, maka ia harus menggunakan nama lain untuk karyanya yang menggunakan model rakyat jelata, khususnya yang mengandung pornografi," ujarnya.
     
Ya, Olivier jatuh pada Indonesia melalui fotografi dan sejarah. "Saat pertama kali datang (1998), suasananya begitu sedih hingga saya tidak ingin kembali lagi," kilahnya tentang faktor awal yang membuatnya cinta dengan Indonesia.
     
Dua tahun kemudian, seorang teman kembali mengundangnya ke Indonesia. "Saya kembali demi menemuinya. Saat itu saya melihat, apa yang terjadi dua tahun sebelumnya ternyata sudah tidak terlalu terasa lagi, masyarakat sudah lebih semangat dan keadaan banyak berubah, itu menakjubkan," urainya. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015