Pamekasan (Antara Jatim) - Komandan Kodim 0826 Pamekasan, Jawa Timur, Letkol Arm Mawardi, meminta pemkab setempat segera mengatasi kasus penyerobotan tanah negara oleh oknum warga, karena dikhawatirkan akan memicu terjadinya konflik di masyarakat semakin meluas.

"Pemerintah (Pemkab Pamekasan) tidak boleh kalah, apalagi tanah negara yang diklaim sebagai milik pribadi warga di Pamekasan ini menyangkut hajat hidup masyarakat banyak," kata Mawardi di Pamekasan, Sabtu.

Tanah negara di Pamekasan yang diklam sebagai milik pribadi warga itu seluas 12 hektare di sepanjang pesisir pantai Desa Branta, Kecamatan Tlanakan.

Tanah di pesisir pantai yang ditanami pohon mangrove itu, kini atas nama warga bernama Yuliang. 

Hasil serap informasi yang dilakukan Komisi I DPRD Pamekasan beberapa hari lalu menyebutkan, tanah negara itu berubah menjadi milik pribadi warga, karena peran oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan.

Tanah itu diketahui menjadi milik pribadi warga, setelah orang yang mengklaim sebagai pemilik hendak menebang hutan mangrove yang ada di sepanjang pesisir pantai itu, untuk dibangun tempat usaha.

Warga setempat menolak penebangan itu, karena akan memicu terjadinya abrasi pantai.

Karena mendapatkan penolakan, maka rencana penebangan diurungkan. Warga selanjutnya melaporkan klaim kepemilikan tanah negara itu ke DPRD Pamekasan dan meminta agar status tanah itu dikembalikan pada semua, yakni tanah negara, bukan milik pribadi warga.

Kasus klaim kepemilikan tanah negara sebelumnya juga terjadi di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan.

Kasus di Desa Ambat itu, bahkan sempat memicu konflik horizontal antara para nelayan dengan sekretaris Desa Ambat Nuruddin, karena ia diketahui menjual tanah negara di pesisir pantai desa itu.

Kala itu, sekitar 20 orang warga yang sebagian nelayan merusak rumah Sekdes Ambat Nurddin dengan menggunakan pakai pisau, parang, clurit, pentungan kayu dan batu. 

Warga kesal, karena pesisir pantai yang selama ini menjadi tambatan perahu nelayan dijual oleh Sekdes. Padahal tanah itu merupakan tanah negara.

"Hal-hal yang seperti itu, jangan sampai terulang lagi di kemudian hari. Disinilah perlunya peran aktif pemkab dalam menjaga aset negara ini. Tentu aparat keamanan juga, baik TNI maupun Polri," katanya.

Sebelumnya dalam rapat koordinasi dengan Forpimda, Dandim Mawardi juga meminta, selain persoalan sengketa tanah, yang juga harus diperhatikan pemkab dan aparat keamanan adalah penambangan pasir ilegal yang juga marak terjadi di Pamekasan.

"Kalau kami secara kelembagaan telah menginstruksikan kepada semua Babinsa agar melakukan pemantauan dan sosialisasi pencegahan, serta menjelaskan kepada masyarakat akan dampak dari praktik penambangan pasir secara ilegal itu," pungkasnya.

Berdasarkan catatan Antara, klaim kepemilikan tanah negara oleh pribadi warga di Kabupaten Pamekasan lainnya yang juga terjadi selama ini ialah tanah yang yang kini ditempati hotel Limosin di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan.

Karena status tanah bermasalah, maka Pemkab Pamekasan menghentikan pembangunan hotel itu. 

Menurut Wakil Ketua DPRD Pamekasan M Suli Faris, dari sebanyak 8 sertifikat tanah yang ditempati hotel itu, lima diantaranya merupakan milik negara, dua sertifikat sisanya memang atas nama pribadi, yakni hak milik warga setempat.

DPRD Pamekasan mengetahui hal itu, setelah melakukan penelitian atas kepemilikan tanah yang ditempati hotel itu, menyusul adanya protes dari masyarakat setempat. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015