Jakarta (Antara) - Nama Hakim Sarpin Rizaldi menjadi sangat populer ketika dirinya ditunjuk sebagai hakim tunggal yang mengadili sidang praperadilan yang diajuka oleh Komjen Pol Budi Gunawan.

Kala itu Komjen Budi Gunawan yang kemudian menjadi waka Polri, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi rekening tidak wajar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pro dan kontra juga tak kalah ramai mengikuti hasil putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi
    Dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Februari 2015 Hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa Budi Gunawan tidak sah sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan.

"Menyatakan penetapan tersangka pemohon (Budi Gunawan) oleh termohon (KPK) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum," kata Sarpin dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Putusan inilah yang kemudian menjadi awal dari drama perseteruan antara Komisi Yudisial dengan Hakim Sarpin.

Menanggapi putusan tersebut, KY menyatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi tersebut, namun ada asas "res judicate pro veritate habetur", yakni putusan dianggap benar sebelum diubah oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi.

Namun KY tetap akan menggelar rapat pleno terkait putusan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang dikabulkan hakim guna menyelidiki apakah terjadi pelanggaran dalam putusan sidang itu.

Tidak selang beberapa lama, Hakim Sarpin dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil pada 17 Februari 2015 karena dugaan bahwa putusan praperadilan yang memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan telah melenceng dari aturan.

Pihak Komisi Yudisial kemudian merekomendasikan sanksi non palu atau skorsing selama enam bulan kepada hakim Sarpin Rizaldi karena hasil pleno menemukan pelanggaran atas beberapa prinsip.

Banyak komentar serta kritik bermunculan atas putusan hakim Sarpin. Sarpin rupanya tidak terima, merasa nama baiknya dicemarkan, pada Senin 30 Maret 2015 Sarpin kemudian melaporkan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan komisioner KY Taufiqurahman Sauri ke Bareskrim Polri.

"Saya merasa nama baik saya tercemar. Maka dari itu, saya melapor," ujar Sarpin di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (30/3).

Namun sangat disayangkan, Sarpin tidak menjelaskan lebih rinci mengenai pernyataan KY yang mana yang telah membuatnya meradang.

Sebelum melapor ke polisi, kuasa hukum Sarpin telah melayangkan somasi terbuka agar pihak-pihak yang berkomentar negatif tentang Sarpin meminta maaf.

Kemudian pada Jumat (10/7) Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso membenarkan bahwa terlapor dalam dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Sarpin telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Betul, kalau tidak salah kemarin terlapornya sudah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Budi di Kompleks Mabes Polri.

Akibat penetapan tersangka atas dua pejabat Komisi Yudisial itu sejumlah pihak mendesak supaya Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar (Kabareskrim Mabes) Polri Komjen Pol. Budi Waseso mundur atau diganti.

Menanggapi hal tersebut,  Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Badrodin Haiti menegaskan bahwa kasus yang dilaporkan hakim Sarpin ke Bareskrim bukan bagian dari upaya kriminalisasi para penegak hukum, melainkan pemrosesan laporan kepolisian yang wajar.

"Jadi begini, kalau Anda melapor ke polisi, lalu polisi tidak memproses, Anda kecewa, tidak? Hakim Sarpin juga warga negara kan? Punya hak yang sama, di mana dia juga boleh melapor," ujarnya menambahkan.

    
KY Bicara
    Komisi Yudisial kemudian mempertanyakan penetapan tersangka dua Komisioner KY yaitu Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri oleh Bareskrim, berdasar laporan hakim Sarpin Rizaldi.

Dalam satu jumpa pers, Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi KY, Imam Anshori Saleh mengemukakan bahwa pihaknya sedang melakukan berbagai upaya untuk mempertanyakan apakah penetapan tersangka tersebut sudah tepat atau belum. Karena menurut KY, kedua pimpinan KY tersebut dinyatakan sebagai tersangka terkait dengan penjelasan mereka atau kritik mereka atas putusan hakim Sarpin, sementara kala itu mereka memberikan penjelasan atau kritik terkait dengan tugas dan jabatannya.

"Karena Suparman dan Taufiq itu dalam konteks mengerjakan tugas sebagai pejabat publik dan pejabat negara, kemudian yang dikomentari bukan pribadi Pak Sarpinnya, tapi putusannya," ujar Imam dalam jumpa pers di Komisi Yudisial, Jakarta, Minggu (12/7).

Lebih lanjut pihak Komisi Yudisial berpandangan bahwa pernyataan yang dilaporkan ataupun yang dikemukakan oleh kedua komisioner KY tersebut merupakan bentuk penyampaian pendapat di mana perbuatan tersebut merupakan hak setiap orang yang dilindungi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diakui secara internasional.

Penyampaian pendapat tersebut juga dilakukan untuk menyampaikan informasi kepada publik di dalam kapasitas kedua komisioner KY sebagai pimpinan dan anggota lembaga yang memiliki kewenangan untuk menegakkan perilaku hakim, bukan dalam kapasitas pribadi.

Pendapat tersebut juga dikatakan Imam didasari pada data yang dimiliki secara resmi oleh lembaga serta fakta yang terjadi di tengah masyarakat dan bukan berdasarkan asumsi semata.

"Oleh karena itu, sudah selayaknya perbuatan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai objek laporan pidana," kata Imam.

Komisi Yudisial juga berpendapat bahwa dalam penanngan laporan serta gugatan oleh hakim Sarpin, pihak Kepolisian dalam penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers baik secara lisan dan atau tertulis.

"Karena Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila menerima laporan dan atau pengaduan dari masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan pers, opini atau surat pembaca, dalam proses penyelidikan dan penyidikan berkonsultasi dengan Dewan Pers," kata Imam.

Hal itu berdasarkan Pasal 3 ayat (6) Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2012 - 05/II/2012 tentang Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers.

Lebih lanjut Imam juga menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan dukungan penuh dan melakukan pendampingan hukum terhadap Ketua maupun Anggota Komisi Yudisial selama menjalani proses hukum, dalam posisinya sebagai pejabat negara yang memiliki itikad baik untuk menjalankan proses hukum sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Kedua komisioner KY ini seharusnya memenuhi panggilan Bareskrim pada Senin (13/7) yang lalu. Namun terkait dengan agenda KY yang cukup padat, Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri baru akan memenuhi panggilan tersebut usai Lebaran.

"Panggilan Bareskrim akan dipenuhi Pak Taufik dan Pak Parman setelah Lebaran. Hal ini bukan berarti mengundur-undur waktu ya," ungkapnya. (*)

Pewarta: Maria Rosar

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015