Surabaya (Antara Jatim) - Saat bulan suci ramadhan, umat muslim di Tanah Air sering melihat tayangan televisi dengan tagline "Berbukalah dengan yang manis..." dan pada Idul Fitri 1436 Hijriah kini tak ada salahnya pernyataan itu kembali didengungkan.
Apalagi, lebaran identik dengan hari kemenangan sehingga sudah selaiknya mereka yang berpuasa ramadhan mulai menikmati aneka kue legit dan memanjakan lidah. Seperti halnya, tiga kudapan legit khas Palembang yang disajikan tepat pada hari raya idul fitri antara lain Masubah, Engkak Ketan, dan Delapan Jam.
Penjual aneka kue khas Palembang, Yusniati, mengemukakan, secara umum rasa di tiap kue hampir sama yaitu ada yang didominasi manis hingga perpaduan gurih dan legit. Misalnya Masubah, kue yang dikenal dengan warna kuning nan-cantik itu memiliki rasa manis.
"Lalu, Kue Delapan Jam dengan warna cokelat juga mempunyai rasa manis dan dimasak melalui perpaduan gula, susu, serta telur. Kalau masaknya kurang dari delapan jam maka warna cokelatnya tidak keluar sehingga rasanya beda," katanya, dihubungi dari Surabaya, Kamis malam.
Sementara, jelas dia, Kue Engkak Ketan dengan ciri garis coklat tipis memiliku rasa mirip Wingko Babat. Akan tetapi, untuk kue Engkak Ketan ada tambahan bahan tersendiri yakni susu.
"Rasa kue Engkak Ketan ini tidak hanya manis. Ada rasa gurihnya karena dibuat dari tepung ketan, santan, susu, dan gula," katanya.
Ia menambahkan, dalam satu hari bisa memasak hingga 25 loyang kue guna memenuhi besarnya permintaan pasar menjelang lebaran. Namun, mereka yang berpredikat sebagai penjual kue skala besar bisa memproduksi ribuan loyang per hari.
"Untuk membuat kue tersebut, jumlah telur ayam ras yang kami butuhkan per loyang bervariasi. Ada yg 15 butir, 20 butir, dan kue paling besar memerlukan 40 butir telur," katanya.
Banyaknya jumlah telur tersebut, kata dia, sangat mempengaruhi harga jual setiap loyang. Contoh, untuk satu loyang dengan bahan 15 butir telur biasanya dijual senilai Rp150 ribu.
"Kalau pada lebaran tahun ini, masing-masing kue memiliki konsumen fanatik yang jumlahnya seimbang," katanya.
Terkait cara penyajian, lanjut dia, bagi umat muslim di Palembang yang memiliki keuangan lebih umumnya menghidangkan potongan kue tersebut dengan tiga jenis sekaligus dalam satu piring. Akan tetapi, yang keuangannya minim hanya menyajikan satu jenis kue.
"Walau demikian, berapapun jenis dan jumlah kue yang dihidangkan tidak akan menghilangkan makna lebaran yakni berkumpul bersama keluarga tercinta. Kue ini tidak hanya dinikmati saat lebaran tetapi tersedia pada upacara menjelang pernikahan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Apalagi, lebaran identik dengan hari kemenangan sehingga sudah selaiknya mereka yang berpuasa ramadhan mulai menikmati aneka kue legit dan memanjakan lidah. Seperti halnya, tiga kudapan legit khas Palembang yang disajikan tepat pada hari raya idul fitri antara lain Masubah, Engkak Ketan, dan Delapan Jam.
Penjual aneka kue khas Palembang, Yusniati, mengemukakan, secara umum rasa di tiap kue hampir sama yaitu ada yang didominasi manis hingga perpaduan gurih dan legit. Misalnya Masubah, kue yang dikenal dengan warna kuning nan-cantik itu memiliki rasa manis.
"Lalu, Kue Delapan Jam dengan warna cokelat juga mempunyai rasa manis dan dimasak melalui perpaduan gula, susu, serta telur. Kalau masaknya kurang dari delapan jam maka warna cokelatnya tidak keluar sehingga rasanya beda," katanya, dihubungi dari Surabaya, Kamis malam.
Sementara, jelas dia, Kue Engkak Ketan dengan ciri garis coklat tipis memiliku rasa mirip Wingko Babat. Akan tetapi, untuk kue Engkak Ketan ada tambahan bahan tersendiri yakni susu.
"Rasa kue Engkak Ketan ini tidak hanya manis. Ada rasa gurihnya karena dibuat dari tepung ketan, santan, susu, dan gula," katanya.
Ia menambahkan, dalam satu hari bisa memasak hingga 25 loyang kue guna memenuhi besarnya permintaan pasar menjelang lebaran. Namun, mereka yang berpredikat sebagai penjual kue skala besar bisa memproduksi ribuan loyang per hari.
"Untuk membuat kue tersebut, jumlah telur ayam ras yang kami butuhkan per loyang bervariasi. Ada yg 15 butir, 20 butir, dan kue paling besar memerlukan 40 butir telur," katanya.
Banyaknya jumlah telur tersebut, kata dia, sangat mempengaruhi harga jual setiap loyang. Contoh, untuk satu loyang dengan bahan 15 butir telur biasanya dijual senilai Rp150 ribu.
"Kalau pada lebaran tahun ini, masing-masing kue memiliki konsumen fanatik yang jumlahnya seimbang," katanya.
Terkait cara penyajian, lanjut dia, bagi umat muslim di Palembang yang memiliki keuangan lebih umumnya menghidangkan potongan kue tersebut dengan tiga jenis sekaligus dalam satu piring. Akan tetapi, yang keuangannya minim hanya menyajikan satu jenis kue.
"Walau demikian, berapapun jenis dan jumlah kue yang dihidangkan tidak akan menghilangkan makna lebaran yakni berkumpul bersama keluarga tercinta. Kue ini tidak hanya dinikmati saat lebaran tetapi tersedia pada upacara menjelang pernikahan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015