Bangkalan, (Antara Jatim) - Makan Syaichona Moh Kholil di Desa Martajasa, Kecamatan Kota, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, tidak pernah sepi dari para peziarah.

Setiap hari, ratusan orang selalu memadati makam ulama kharismatik ini. Hanya saja, pada awal Ramadhan kali ini, peziarah yang datang ke makam ini, menurun dibanding sebelumnya.

Namun, penurunan hanya terjadi pada penziarah luarkota. Sedangkan peziarah lokal Bangkalan, tetap. 

"Mulai awal puasa pengunjung hanya berkisar antara 600 sampai 1.000 orang per hari," kata petugas di makam Syaichona Kholil itu, Rawidi.

Makam Kiai Kholil banyak didatangi peziarah, karena diyakini sebagai makam kramat. Konon, warga yang memiliki keinginan (hajat) bisa terkabul, apabila memohon kepada Allah SWT dengan berdoa dan mengaji, apalagi menghatamkan Al Quran di dekat makam ulama kharismatik ini.

Meski demikian, makam KH Kholil yang dikeramatkan ini sangat sederhana. Hanya ada dua buah batu nisan yang dibungkus oleh puluhan kain putih, hingga nampak besar. 

Menurut Rawidi, kain putih yang banyak di dua batu nisan Kiai Kholil ini sengaja dipasang oleh para peziarah yang merasa hajatnya telah dikabulkan.

Disebelah makam Kiai Kholil, terdapat makam putranya KH Moh Imron Kholil, lalu makan menantunya, KH Muntaha.

Menurut petugas jaga di makam itu, Rawidi, sudah menjadi kebiasaan setiap awal Ramadhan, peziarah yang datang ke makam itu menurun.

"Nanti pada pertengahan bulan Ramadhan, biasanya sejak malam tanggal 17 Ramadhan, atau malam Nuzunul Quran pengunjung akan meningkat lagi, hingga mendekati Lebaran, karena mereka sambil berharap berkah di malam lailatur qodar," ungkapnya.

Biasanya, sambung dia, sejak malam Nuzulul Quran hingga mendekati Idulfitri itu, peziarah, baik luar daerah maupun dari lokal Madura ini, hingga mencapai puluhan ribu orang.

Sebab dalam satu hari ada terkadang lebih dari 100 bus pariwisata di tambah kendaraaan pribadi, dan warga lokal. "Apalagi, malam Jumat legi," tuturnya.

Selain penziarah, lanjut Rawidi, di Makam Shaichona Moh Kholil itu juga ada banyak musyafir yang sengaja menginap hingga 1 bulan bahkan lebih, dengan tujuan untuk mencari berkah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

"Jumlah mukimin, baik yang laki-laki dan perempuan saat ini sebanyak 100 orang, dan yang paling jauh berasal dari Lampung. Ada juga yang berasal dari Jawa Barat," pungkasnya.

Mandiri
KH Moh Kholil atau Syaichona Moh Kholil merupakan tokoh panutan umat semasa hidupnya, dilahirkan hari selasa, 11 Jumadil Akhir 1.225 Hijriah  bertepatan dengan 27 Januari 1820 Masehi (Versi lain 1835 Masehi) di Kampung Pasar Senen, Desa Demangan, Kecamatan Kota Bangkalan.

Ia merupakan putra dari tokoh agama Kiai Abdul Latief. Konon sejak kecil KH Moh Kholil sudah menunjukkan banyak memiliki keistimewaan bila dibanding anak-anak seusianya. Kholil kecil dididik sendiri oleh ayahnya dengan pengawasan ketat. 

KH Kholil muda belajar ngaji kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan, Tuban, kemudian melanjutkan ke Pesantren Canga'an, Bangil Pasuruan, dan selanjutnya ke pondok Darus Salam Kebun Candi, Pasuruan. Selama berada di pondok pesantren, Kholil telah berupaya untuk hidup mandiri, dan tidak meminta kiriman kepada orang tuanya.

Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal kitab Alfiyah Ibnu Malik, yakni kitab nidam tentang Tata Bahasa Arab yang dikenal sulit bagi para santri pada umumnya, serta hafal Al Quran, dan mampu membaca Al Quran Qira’ah Sab’ah (tujuh cara membaca Al Quran).

KH Moh Kholil menikah pada usia 24 dengan seorang gadis bernama Nyai Asyek, Putri dari Lodra Putih yang menjadi Patih pada pemerintahan saat itu.

Setelah menikah, KH Moh KHolil menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah, dan selama lima tahun ia berada di Tanah Suci itu, sambil mendalami ilmu-ilmu agama kepada ulama setempat.

Saat di Mekkah, Mbah Cholil seangkatan dengan sejumlah tokoh ulama lain asal Indonesia, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah dan KH Muhammad Dahlan.

Setelah kembali dari Tanah Suci Mekkah, KH Moh Kholil mendirikan pondok pesantren, dan banyak santri dari berbagai pelosok Nusantara yang menimba ilmu di pondok pesantren asuhan ulama Kholil itu.

Syaichona Moh Kholil wafat pada hari Kamis tanggal 29 Ramadhan 1343 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 31 Desember 1926 Masehi sekitar pukul 04.00 WIB, pada usia 91 tahun karena usia lanjut. (*)

Pewarta: Abd. Azis

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015