Jombang (Antara Jatim) - Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf mengatakan pemerintah seharusnya tidak terlalu turut campur terkait polemik tentang pengeras suara yang diputar di tempat ibadah, sebab hal tersebut bisa didiskusikan dengan baik.
Menurut Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf imbauan dari Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia JK sebaiknya dijadikan sebagai masukan oleh semua takmir masjid ataupun mushala, dan guna mencari jalan keluar bisa didiskusikan.
"Imbauan Pak JK itu perlu dijadikan masukan oleh semua pengurus takmir. Tapi sebenarnya, tarhim dan pujian di mushala itu bagian dari tradisi," kata Gus Ipul di Jombang, Kamis.
Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, mendesak pemerintah mengatur tentang pengeras suara yang diputar di tempat ibadah, sebagai upaya menciptakan sikap toleran pada lingkungan dalam berdakwah.
"Dewan Masjid Indonesia beserta pemerintah perlu mengatur tentang pengeras suara dalam menjalankan siar," kata Koordinator Presedium JIAD Jawa Timur, Aan Anshori.
Ia mengatakan sikapnya tersebut terkait dengan gagasan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia, yang hendak melarang pemutaran kaset tilawah di masjid, terutama pada saat Ramadlan. Ia berpendapat maraknya rekaman yang diputar tanpa mengindahkan waktu berpotensi menyebabkan polusi suara, apalagi saat waktu istirahat malam hari.
Aan mengatakan, sikap JK tersebut cukup beralasan mengingat saat ini di Indonesia terdapat lebih dari juta masjid dan mushala. Dengan jumlah yang cukup besar tersebut, berpotensi menimbulkan suara yang besar dan lama jika diputar bersamaan.
"Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya polusi suara yang dihasilkan jika masjid/mushala terlalu bersemangat menyambut Ramadhan," ujarnya.
Ia mengatakan, idealnya pengeras suara yang berada di masjid serta mushala cukup digunakan saat mengumandangkan adzan sekitar 3-5 menit. Hal itu dinilai sudah tepat.
Ia juga menegaskan, umat Islam perlu mengobarkan semangat baru dalam berdakwah, yaitu dengan cara lebih menonjolkan karakter tolerannya pada lingkungan sekitar.
"Dakwah seperti ini mungkin tidak cukup populis dan membutuhkan kebesaran hati," katanya.
Aan juga mengatakan, sampai saat masih meyakini bahwa kejayaan umat Islam (izzul islam wa al muslimin) tidak bisa dicapai dengan model saling berlomba-lomba berdakwah lewat pengeras suara baik di masjid atau musala, terutama saat Ramadlan tiba.
"Hal tersebut hanya bisa diraih dengan cara menjadi rahmat bagi orang lain, termasuk memperkuat sensitifitas," ujar Aan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Menurut Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf imbauan dari Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia JK sebaiknya dijadikan sebagai masukan oleh semua takmir masjid ataupun mushala, dan guna mencari jalan keluar bisa didiskusikan.
"Imbauan Pak JK itu perlu dijadikan masukan oleh semua pengurus takmir. Tapi sebenarnya, tarhim dan pujian di mushala itu bagian dari tradisi," kata Gus Ipul di Jombang, Kamis.
Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, mendesak pemerintah mengatur tentang pengeras suara yang diputar di tempat ibadah, sebagai upaya menciptakan sikap toleran pada lingkungan dalam berdakwah.
"Dewan Masjid Indonesia beserta pemerintah perlu mengatur tentang pengeras suara dalam menjalankan siar," kata Koordinator Presedium JIAD Jawa Timur, Aan Anshori.
Ia mengatakan sikapnya tersebut terkait dengan gagasan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia, yang hendak melarang pemutaran kaset tilawah di masjid, terutama pada saat Ramadlan. Ia berpendapat maraknya rekaman yang diputar tanpa mengindahkan waktu berpotensi menyebabkan polusi suara, apalagi saat waktu istirahat malam hari.
Aan mengatakan, sikap JK tersebut cukup beralasan mengingat saat ini di Indonesia terdapat lebih dari juta masjid dan mushala. Dengan jumlah yang cukup besar tersebut, berpotensi menimbulkan suara yang besar dan lama jika diputar bersamaan.
"Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya polusi suara yang dihasilkan jika masjid/mushala terlalu bersemangat menyambut Ramadhan," ujarnya.
Ia mengatakan, idealnya pengeras suara yang berada di masjid serta mushala cukup digunakan saat mengumandangkan adzan sekitar 3-5 menit. Hal itu dinilai sudah tepat.
Ia juga menegaskan, umat Islam perlu mengobarkan semangat baru dalam berdakwah, yaitu dengan cara lebih menonjolkan karakter tolerannya pada lingkungan sekitar.
"Dakwah seperti ini mungkin tidak cukup populis dan membutuhkan kebesaran hati," katanya.
Aan juga mengatakan, sampai saat masih meyakini bahwa kejayaan umat Islam (izzul islam wa al muslimin) tidak bisa dicapai dengan model saling berlomba-lomba berdakwah lewat pengeras suara baik di masjid atau musala, terutama saat Ramadlan tiba.
"Hal tersebut hanya bisa diraih dengan cara menjadi rahmat bagi orang lain, termasuk memperkuat sensitifitas," ujar Aan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015