Trenggalek (Antara Jatim) - Permintaan jasa membajak sawah di Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung meningkat seiring datangnya musim tanam padi, selama beberapa pekan terakhir.
"Kami sampai harus menolak sebagian permintaan jasa membajak dari beberapa kelompok tani karena jadwal sebulan ini sudah penuh," kata Muhsin, seorang petani pemilik jasa bajak traktor asal Kalangbret, Tulungagung, Rabu.
Ia mengungkapkan pekerjaan yang telah digelutinya sejak delapan tahun terakhir saat membajak di area persawahan Desa Durenan, Kecamatan Durenan, Trenggalek.
Di tempat itu, Muhsin mendapat pekerjaan borongan membajak sawah satu kelompok tani seluas sekitar 12 hektare.
Muhsin yang memiliki tiga unit bajak traktor tidak mengerjakan sendiri, tetapi menggunakan dua tenaga operator bajak traktor yang sudah terlatih.
"Total pekerjaan borongan yang kami tangani sekitar 35 hektare. Rinciannya, di sini (Durenan) sekitar 12 hektare dan di Kelurahan Kalangbret, Kecamatan Kauman Tulungagung sekitar 23 hektare," urainya.
Muhsin mengatakan, sawah seluas itu bisa mereka kerjakan dalam kurun maksimal 1,5 bulan.
"Setiap hektare-nya kami memberi nilai jasa bajak sawah antara Rp840 ribu/hektare hingga Rp910 ribu/hektare. Tergantung lokasi, jarak, dan tingkat kesulitan lahan untuk dibajak," ujarnya.
Dengan nilai jasa yang menurutnya murah itu, lanjut dia, dalam satu bulan Muhsin bisa meraup pendapatan kotor Rp20 juta lebih.
Penghasilan yang nisbi cukup besar juga didapat tenaga operator bajak traktor yang rata-rata kebagian upah kerja sekitar Rp4 juta hingga Rp5 juta/bulan.
"Setiap 100 ru arau sekitar 14-an meter persegi lahan yang digarap, kami kebagian upah Rp25 ribu. Jadi jika satu hektare tinggal dikalikan tujuh, karena satu hektare itu sama dengan 700-an ru," paparnya.
Tidak hanya Muhsin yang menyediakan jasa bajak, bisnis serupa juga dilakoni Ahmadi, petani di Kecamatan Pogalan yang mengaku mendapat "order" atau permintaan membajak sawah seluas 25 hektare.
"Kebanyakan petani tidak mau repot dan memilih menggunakan jasa bajak traktor karena dianggap lebih efektif dan efisien dibanding dicangkul sendiri," ujarnya.
Menurut Muhsin dan Ahmadi, hanya sedikit petani yang memiliki sarana bajak traktor untuk membajak sawah mereka sendiri, sementara bajak tradisional yang ditarik menggunakan ternak sapi atau kerbau saat ini semakin jarang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015