Malang (Antara Jatim) - Pakar perikanan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, Prof Diana Arfianti, menyarankan agar sistem penangkapan ikan laut atau perikanan di Tanah Air diarahkan ke "ekonomi biru" guna menjaga keberlanjutan sumber daya alam (SDA) tersebut. "Memang dengan sistem ekonomi biru (blue economi) ini hasil tangkapannya jauh lebih sedikit ketimbang yang sekarang karena sistemnya menggunakan kebiasaan ikan lumba-lumba, yakni dimana ada gelembung (bubble), disitulah ikan yang bisa ditangkap, sehingga tidak sembarangan," kata Prof Diana Arfianti di Malang, Rabu. Ia mengakui sistem tersebut tidak akan memberikan banyak keuntungan bagi nelayan, namun cara itu (blue economi) akan menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan SDA laut, sekaligus sebagai investasi jangka panjang yang bisa dinikmati anak cucu. Selain itu, lanjutnya, sistem dan kebijakan penangkapan ikan di perariran Indonesia juga bisa menggunakan sistem piramida makanan, yakni mulai dari yang kecil hingga ikan besar ada komposisi tangkapannya, berapa persen yang boleh ditangkap, bahkan sebelum melakukan penangkapan, nelayan juga harus tahu berapa potensi yang bisa ditangkap. Kalaupun sudah diketahui potensinya, kata Diana, yang boleh dan biasa ditangkap hanya sepertiganya saja karena untuk menjaga kelestariannya. Bahkan, di sejumlah negara maju, nelayan yang emnangkap ikan ditentukan musim, artinya ada periode tertentu (musim) ikan di laut tidak boleh ditangkap karena masih kecil dan periode tertentu baru boleh melakukan penangkapan ikan, itupun juga dibatasi. Jika kebijakan tersebut bisa diterapkan di Indonesia, diyakininya keberlangsungan dan kelestarian potensi perikanan akan tetap terjaga. Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti cukup mendukung arah dari ekonomi biru sekaligus secara dini mulai menjaga keberlangsungan ekosistem potensi laut Indonesia. Memang, katanya, pada awal-awal diterapkannnya kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang melarang penangkapan ikan dan udang ukuran tertentu dan yang sedang bertelur, banyak mendapatkan penolakan dari nelayan. Dan, sekarang bagaimana semua pihak yang terlibat dan bersentuhan dengan masalah kelautan ini bisa memberikan pemahaman melalui sosialiassi kepada nelayan. Belum lama ini, ujarnya, seluruh Dekan Fakultas Perikanan di perguruan tinggi negeri dan swasta diundang Menteri Kelautan dan Perikanan dan kalangan akademisi ini diminta untuk membantu memberikan sosialiassi dan pemahaman terkait kebijakan pelarangan penangkapan ikan dan udang yang sedang bertelur maupun yang berukuran kecil kepada nelayan. "Tidak mudah memang memberikan pengertian dan pemahaman terkait kebijakan bu menteri ini, namun secara perlahan nelayan akan menyadari dan menghentikan penangkapan kekayaan laut sesuai kebijakan menteri. Sosialisasi dan pemahaman itu kami lakukan melalui program pengabdian masyarakat, baik kuliah kerja lapangan atau kuliah kerja nyata," ucapnya.(*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015