Surabaya (Antara Jatim) – Pemerintah mengeluarkan paket ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melalui kebijakan bebas visa bagi wisatawan mancanegara dari 45 negara. Arah kebijakan pemerintah itu diyakini dapat membantu daerah destinasi pariwisata di Tanah Air dan operator penerbangan guna menghadapi kemungkinan lonjakan wisatawan mancanegara di tengah ancaman penguatan dolar AS terhadap rupiah. Apalagi dalam menghadapi gejolak ekonomi tersebut masing-masing daerah di Indonesia seperti di Jawa Timur mempunyai kemampuan tersendiri khususnya menjadikan Jatim sebagai etalase wisata Indonesia. Meski dampak fluktuasi dolar AS terhadap rupiah yang melanda Indonesia sejak tahun 2014 masing berlangsung sampai sekarang, pelaku bisnis perhotelan di Jatim tak gentar menyediakan infrastruktur yang mampu menarik perhatian wisatawan asing maupun domestik. Salah satunya, tampak dari pembukaan satu hotel baru di Surabaya yakni Hotel Ibis Style Jemursari pada bulan Maret 2015. Walau tidak mengungkapkan berapa besaran investasi hotel itu, General Manager Hotel Ibis Style Jemursari Surabaya, Esy Ayuningtyas menyatakan, hotel dengan 132 kamar berkonsep "style" yang termasuk jaringan bisnis Accor Group ditawarkan kepada masyarakat pariwisata melalui layanan promosi di lamannya dalam 16 bahasa. Selain itu, hotel dengan tarif premium dan ekonomis tersebut, disajikan dengan desain unik sesuai selera pasar terkini sekaligus menjelang masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Di sisi lain, keoptimisan pengusaha hotel itu sedikit terbentur dengan catanan Badan Pusat Statistik (BPS ) Jatim di mana tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Jawa Timur pada Januari 2015 turun dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan Januari 2015, TPK hotel berbintang di Jatim mencapai 47,83 persen atau turun 1,68 poin dibanding Desember 2014 yang mencapai 49,51 persen. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, M Sairi Hasbullah mengatakan, lebih rendahnya TPK pada bulan Januari itu dibandingkan bulan-bulan lain dalam satu tahun karena masa berlibur umumnya dihabiskan pada akhir tahun. Sementara, berdasarkan klasifikasi bintang, TPK hotel bintang empat pada bulan Januari 2015 mencapai 65,79 persen atau tertinggi dibandingkan TPK hotel bintang lainnya. "Selanjutnya diikuti TPK hotel bintang dua sebesar 48,55 persen, hotel bintang lima sebesar 48,36 persen, bintang 3 sebesar 37,54 persen, dan TPK terendah adalah hotel bintang satu 24,63 persen," ungkap Sairi. Di samping itu, dalam menjalankan bisnis di sektor pariwisata yang tidak semudah membalikkan telapak tangan maka sejak tahun 2014 Jatim dihadapkan pada permasalahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Akibatnya, bisnis pariwisata Jawa Timur pada akhir tahun 2014 hanya berkisar antara 20-30 persen. Padahal, tahun 2013 bisa mencapai 50 persen saat akhir tahun. Sekretaris Jenderal Asosiasi Biro Perjalanan Indonesia (Asita) Jatim, Nanik Sutaningtyas mengemukakan, dua tahun lalu pelemahan nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp12.000 hingga Rp12.500 per dolar AS. Selain itu, diterapkannya kebijakan penaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi cukup berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk berlibur ke berbagai tempat wisata, baik dalam negeri ataupun ke luar negeri pada akhir tahun 2014. Bahkan, mulai Sabtu 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB tabir perekonomian Indonesia kembali terusik oleh kembali meningkatnya harga BBM. Saat itu, harga premium yang per 1 Januari lalu tidak menyandang status nonsubsidi terevisi menjadi Rp7.400 per Liter dibandingkan harga pada awal Maret 2015 mencapai Rp6.900 per Liter. Sementara, harga solar subsidipun pada periode sama terkoreksi menjadi Rp6.900 per Liter dibandinhgkan awal Maret lalu di posisi Rp6.400 per Liter. Tak pelak, dengan tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah dan revisi harga BBM di Tanah Air berpengaruh pada biaya berwisata ke luar negeri yang meningkat hingga 30 persen lebih. Atmosfer tersebut lantas ikut memberikan pengaruh besar terhadap animo masyarakat Jatim yang ingin berlibur ke luar negeri. Apalagi seluruh biaya, mulai dari biaya transportasi pesawat, hotel, dan kebutuhan makan dihitung dengan dolar AS. Apabila tahun 2013 acuan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya Rp10.000 hingga Rp11.000 per dolar AS. Lalu, tahun 2014 menjadi Rp12.000 hingga Rp12.500 per dolar AS dan triwulan I/2015 menjadi Rp13.000an per dolar AS. Dengan demikian, jumlah masyarakat Jatim yang berlibur ke luar negeri mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Pada tahun 2013 kenaikan jumlah wisatawan Jatim ke luar negeri pada akhir tahun mencapai 30 persen lebih. "Akan tetapi, selama tahun 2014 hanya tumbuh 10-20 persen dibandingkan hari normal. Entah, kami belum mengukur berapa besar pertumbuhannya pada triwulan I/2015," tuturnya. Mengenai negara yang menjadi tujuan wisata paling diminati, antara lain Korea dan Jepang. Kondisi itu dipicu oleh melekatnya budaya Korea dan Jepang akibat tayangan dari berbagai stasiun televisi. Setelah itu, di posisi berikutnya India. Namun, situasi di India kurang aman dibandingkan di Jepang. Bahkan, untuk memperoleh paspor ke Jepang juga cukup mudah sehingga banyak yang memilih berlibur ke negara tersebut. Walau begitu, Asita Jatim bangga dengan pemerintah yang pada akhirnya mengeluarkan paket ekonomi melalui kebijakan pembebasan visa terhadap wisatawan asing dari 45 negara. Ia percaya, kebijakan tersebut mampu memudahkan wisatawan berkunjung ke Indonesia termasuk Jatim pada masa mendatang. Pembebasan visa itu, diyakini Nanik, dapat meningkatkan angka kunjungan wisatawan baik yang mau ke luar negeri maupun wisatawan asing yang bepergian ke Indonesia. Untuk di Jatim, kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara pascakebijakan itu diperkirakan kurang dari 10 persen. Apalagi, masyarakat pariwisata di Jatim tahu bahwa ada sejumlah objek wisata yang kurang didukung percepatan pembangunan infrastruktur dan fasilitas memadai terutama yang dikelola pemerintah. Padahal, tarif tiket masuk ke sejumlah objek wisata itu dinaikkan terutama untuk wisatawan asing. "Misal, untuk berkunjung ke Gunung Bromo, wisatawan asing dan domestik harus melewati jalan yang aksesnya relatif sulit. Ada banyak lubang di beberapa ruas jalan yang dilalui dan itu tidak hanya tampak di jalanan yang menuju objek wisata Gunung Bromo tapi hampir merata di sejumlah daerah destinasi lainnya sehingga membuat mereka tidak nyaman," ujarnya. Pemberian Insentif Masih diungkapkan Nanik, di lain tempat justru besarnya potensi wisata di Banyuwangi juga kurang memperoleh respon positif dari pemerintah. Kondisi itu terlihat ketika wisatawan ingin menjejakkan kakinya di Kawah Gunung Ijen. Meski rombongan wisatawan baik asing maupun domestik sudah mengendarai mobil "Jeep" sendiri, di tengah perjalanan wisatawan dipaksa turun. Lalu, mereka diminta menaiki mobil Jeep berbeda yang dimiliki oknum tak bertanggung jawab dan kena tarif lagi sekitar Rp500.000 per mobil. Padahal, sebelumnya wisatawan sudah mengeluarkan dana khusus untuk melakukan perjalanan wisata ke Kawah Gunung Ijen. Bahkan, tarif yang diberlakukan biro perjalanan wisata (BPW) sudah termasuk tiket masuk dan akomodasi. Kini, untuk mengantisipasinya Asita Jatim sudah melapor ke pemerintah setempat, meskipun sampai sekarang Pemkab Banyuwangi belum menanggapinya dengan serius. Akibatnya, masih banyak kliennya yang mengeluhkan tindakan tersebut. Sementara, BPW memiliki komitmen untuk menjual paket wisata yang aman dan nyaman. Menanggapi hal tersebut, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengemukakan, kesiapannya untuk menindaklanjuti permasalahan yang menghantui sejumlah wisatawan asing maupun domestik ketika berkunjung ke Kawah Gunung Ijen. Untuk mengantisipasi hal itu pihaknya bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat setempat. Ia berharap, dalam waktu dekat tidak ada lagi wisatawan mancanegara dan Nusantara yang dipaksa memberikan dana tertentu untuk mengendarai mobil jeep nanmengganggu tersebut. Apalagi berbagai objek wisata alam di Jatim, terutama di Kabupaten Banyuwangi mempunyai daya tarik besar bagi wisatawan. Potensi itu terlihat dari banyaknya fenomena alam di masing-masing lokasi wisata yang tak dimiliki negara lain. Tinggal di suatu daerah dengan banyak objek wisata alam adalah anugerah tersendiri. Bayangkan saja, datang di sebuah gunung nanhijau ditemani langit biru dan melihat pemandangan alam yang murni lukisan Ilahi. "Pasti wisatawan yang datang akan memiliki rasa penasaran lebih dan ingin kembali berkunjung. Salah satunya untuk melihat bagaimana perkembangan wisata alam itu pada masa mendatang dan saat ke sini ia mengajak keluarga atau teman lainnya," ucapnya. Dengan mengoptimalkan ciptaan Tuhan YME itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berkomitmen menunjang potensi wisatanya dengan pembangunan infrastruktur yang memadai. Selain itu, untuk memajukan perekonomian di wilayahnya maka pada tahun ini pihaknya siap mengeluarkan peraturan daerah (perda) pemberian insentif penanaman modal. Kini, rancangan perda tersebut telah diajukan kepada DPRD Banyuwangi. Latar belakang pemberian insentif itu, seiring kian meningkatnya pertumbuhan investasi di Banyuwangi. Selain itu, bertujuan semakin menarik minat investor di segala lini bisnis seperti di sektor pariwisata maupun mengembangkan UMKM dengan beragam produk unggulan lokalnya. Sebagai contoh, Pemkab Banyuwangi pada tahun 2015 telah mempunyai agenda wisata yang dilaksanakan awal hingga akhir tahun mendatang. Bahkan, perhelatan itu mampu menggabungkan unsur pariwisata dengan kreativitas UMKM misalnya Festival Kuliner Banyuwangi yang menghadirkan Sego Tempong. Mantan anggota DPR RI itu optimistis, pemberian insentif yang mewujudkan dukungan dari pemerintah daerah kepada penanam modal ditargetkan dapat mendorong gerak ekonomi daerah. Langkah itu dilakukan Pemkab Banyuwangi sesuai kewenangan, kondisi, dan kemampuan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengenai kriteria investor yang bisa mendapatkan insentif, di antaranya mereka dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Kalangan investor itu diharapkan bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal, menggunakan sumber daya lokal, memberikan kontribusi dalam peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB), berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Bahkan, mampu bermitra dengan UMKM atau koperasi, dan memberi nilai tambah bagi produk lokal. Contohnya, ada perusahaan minuman jeruk atau olahan kulit manggis akan diberi insentif karena Banyuwangi kan pusatnya jeruk dan manggis. Kemudian, perusahaan yang mau investasi pertanian, kami siapkan irigasi penunjangnya. Teknis detil insentif akan dituangkan dalam Peraturan Bupati. Bentuk insentif yang diberikan juga berupa pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah, pengurangan, keringanan. Lalu, pembebasan retribusi daerah, pemberian dana stimulan, atau pemberian bantuan modal. Di samping itu, juga ada bantuan penyediaan lahan atau lokasi, pemberian bantuan teknis, dan percepatan pemberian perizinan. Terkait nilai investasi di Banyuwangi, sebut dia, pada tahun 2012 sebesar Rp1,19 triliun. Nilai investasi kemudian meningkat 280 persen menjadi Rp3,38 triliun pada tahun 2013. Adapun pada 2014 sebesar Rp3,44 triliun atau naik 1,7 persen dibandingkan 2013. Berikutnya, hingga awal Maret 2015 nilai investasi yang sudah masuk Rp586,57 miliar. Peningkatan investasi itu mampu mendorong kesejahteraan masyarakat. Hal itu terlihat dari Pendapatan Per Kapita yang naik tajam 70 persen dari Rp14,97 juta pada tahun 2010 menjadi Rp25,5 juta pada 2014. Adapun Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) naik tajam 71 persen dari Rp23,56 triliun pada 2010 menjadi Rp40,48 triliun pada tahun 2014. "Melalui segala upaya itu, kami yakin fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan mengganggu perekonomian Banyuwangi. Apalagi, memang kami memiliki potensi pengembangan perekonomian yang tidak akan bergantung gejolak ekonomi global," katanya. Cinta Rupiah Untuk menggairahkan industri pariwisata di Indonesia termasuk di Jawa Timur, maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia juga tak mau ketinggalan. Operator penerbangan pelat merah itu berkomitmen mengedukasi masyarakat pariwisata di Tanah Air melalui Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2015. Keberadaan GATF 2015, mampu membantu wisatawan domestik mempersiapkan setiap perjalanan mereka sejak jauh hari ke berbagai tujuan domestik maupun internasional sesuai pilihannya. Hal itu juga meminimalkan segala sesuatu yang tidak dikehendaki. Khususnya ada atau tidaknya tiket penerbangan dan unsur akomodasi lain walaupun sekarang "low season". Sales and Service Manager Garuda Indonesia Domestic Region 3, Kemas Nomadiar, mengemukakan, pada tahun ini GATF 2015 di Region 3 dilaksanakan di lima kota besar. Seperti Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Untuk di Surabaya, perhelatan yang diadakan di Atrium Tunjungan Plaza III Surabaya itu diselenggarakan pada tanggal 3-5 April 2015. Ia percaya, masyarakat pariwisata di Jawa Timur dan sekitarnya bisa memanfaatkan momentum tersebut dengan sebaik mungkin. Untuk memudahkan mereka Garuda Indonesia menggandeng sejumlah pelaku bisnis lain, misalnya, Bank Central Asia (BCA) sebagai Bank Partner dan Dyandra Promosindo selaku pelaksana kegiatan. Dengan menggaet sejumlah mitra tersebut maka dapat mempermudah sistem dan cara pembayaran sehingga, masyarakat dapat mengatur keuangan mereka sendiri. Di samping itu, mereka dalam hal ini pengguna jasa bisa memperoleh pengalaman berbeda sesuai dengan tema GATF 2015 yakni "fly with style". Untuk pencatatan transaksi, GATF 2015 ditargetkan dapat membukukan peningkatan menjadi Rp8 miliar. Sementara, realisasi pada GATF 2014 senilai Rp7 miliar selama tiga hari pelaksanaan pameran dengan kontribusi transaksi tiket domestik dan internasional saja. Mayoritas destinasi penerbangan yang diminati masyarakat, khususnya dari Surabaya di antaranya Denpasar, Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Melihat besarnya animo pasar pariwisata melakukan kunjungan ke berbagai daerah di penjuru Nusantara di tengah fluktuasi rupiah terhadap dolar AS, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Perbankan Komisi XI DPR RI, Gus Irawan, ditemui saat kunjungan kerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Timur, meminta masyarakat untuk lebih mencintai mata uang rupiah. Tindakan itu bisa dilakukan dengan tak segan menggunakan rupiah dalam segala transaksi dan situasi apa pun. "Ini solusi untuk menyiasati pelemahan rupiah terhadap dolar AS mengingat gejolak ekonomi itu muncul di Jatim. Bahkan, dialami pelaku industri sehingga perlu langkah antisipasi secepat mungkin agar masalah itu tidak berlarut-larut dan mengganggu ekonomi Jatim," tukasnya. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu DPR RI telah memanggil Komisioner OJK, Gubernur BI, dan sejumlah pemangku kepentingan untuk menjelaskan permasalahan tersebut. Untuk sementara, seluruh masyarakat di Indonesia termasuk sejumlah lembaga maupun pelaku industri supaya transaksi mereka menggunakan uang rupiah. Apa yang disampaikan DPR RI itu langsung diamini, Kepala Perwakilan BI Jatim, Benny Siswanto. Sementara, untuk mengamankan pengaruh negatif dari gejolak dolar AS terhadap rupiah maka BI mengimbau kalangan perbankan di wilayah kerjanya untuk lebih gencar menarik dana masyarakat. Fungsinya, mempertahankan kondisi perekonomian di Jatim tetap positif terutama saat pelemahan rupiah seperti sekarang. Salah satunya, bisa dilakukan dengan menjaga rasio penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) terhadap penyaluran kredit atau "loan to deposit ratio" (LDR). Apabila dilihat dari lokasi bank rasio LDR perbankan umum di Jatim mencapai 88 persen. Sementara, berdasarkan lokasi proyek, LDR bank umum di Jatim mencapai lebih dari 100 persen. Faktor penyebab tingginya LDR, sangat dipengaruhi oleh penurunan rata-rata suku bunga kredit dari 12,38 persen pada Desember 2014 menjadi 12,34 persen pada Januaari 2015. Akan tetapi, sesuai lokasi kantor bank tampak bahwa LDR perbankan di Jatim masih dalam posisi aman. Bahkan, terlihat adanya tren kenaikan. Oleh sebab itu, perbankan wajib menanggapi situasi tersebut. Terkait upaya peningkatan penghimpunan DPK, Benny menyarankan, bank-bank harus mampu memperbaiki layanan terhadap nasabah. Dengan begitu, mereka yang punya jumlah simpanan besar akan tetap mempertahankan simpanannya di bank itu. Untuk posisi DPK di Jatim, pada bulan Januari 2015 mencapai Rp387,18 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 14,25 persen dibandingkan pencapaian pada bulan Desember 2014. Kalau dari sisi suku bunga simpanan, terlihat peningkatan dari rata-rata tertimbang 4,42 persen pada Desember 2014 menjadi 4,49 persen pada Januari 2015. Lalu, pertumbuhan kredit di Jatim mencapai 12 persen dengan nilai nominal Rp343,53 triliun. Seluruh indikator itu mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK dan kredit nasional yang masing-masing sebesar 14,22 persen dan 11,63 persen.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015