Tepuk tangan riuh penonton sontak pecah saat ratusan alat musik angklung yang dipegang pengunjung mulai dibunyikan bersama, mengikuti setiap aba nada yang diperagakan salah seorang cucu sang maestro angklung Udjo Ngalagena, dari tengah arena sanggar seni Saung Angklung Udjo (SAU), Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu. Kehebohan langsung menyergap ratusan penonton pertunjukan yang terdiri dari penonton domestik dan mancanegara, termasuk di antaranya keluarga besar Antara Jatim yang saat itu mengakhiri wisata rute "Tour de Bandung". Sembari beberapa menyempurnakan cara memegang alat musik tradisional asli Sunda tersebut, pengunjung berusaha mengikuti aba-aba sang dirigen yang berdiri di tengah sanggar. Awalnya angklung yang dipegang setiap penonton dibunyikan bersamaan untuk memperkenalkan tata cara penggunaan atau memainkan alat musik terbuat dari bambu itu, berdasar tiga nada utama yang bisa dihasilkan. Setelah dirasa penonton bisa memainkan angklung dengan benar, barulah pemandu mengarahkan penonton bergantian membunyikan alat musik angklung yang telah diberi nama daerah-daerah di Indonesia, melalui setiap kode tangan yang dia peragakan. Ada angklung yang diberi nama Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Setiap angklung dengan nama daerah tertentu, memiliki diatonis bertangga nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do’. Sesi permainan angklung interaktif dengan ratusan penonton ini rupanya menjadi bagian yang paling disukai pengunjung SAU. Tidak peduli meski wisatawan yang memenuhi tribun penonton Saung Angklung Udjo belum pernah sekalipun memegang apalagi memainkan salah satu alat musik tradisional khas Indonesia tersebut. Hanya dengan satu atau dua kali gerakan berturut angklung, mengikuti setiap kode gerakan tangan sang dirigen secara berturut sehingga membentu alunan nada lagu seperti yang diarahkan dalam sinopsis pertunjukan bambu yang diberikan panitai, sebelum acara dimulai. "Ini benar-benar fantastis. Senang bisa menikmati permainan angklung dengan cara interaktif seperti ini," kata Pieter, seorang wisatawan asal Norwegia dalam Bahasa Inggris aksen Eropa. Ia bersama pasangannya, Anna yang memegang angklung dengan kode daerah berbeda, terlihat antusias menggerakkan alat musik tradisional tersebut. Setiap muncul isyarat tangan dari pemandu dari tengah arena, Pieter dan Anna bergantian menggoyangkan angklung yang dipegangnya. Silih berganti suara angklung dibunyikan penonton yang berjumlah ratusan, sehingga mirip sebuah orkestra. Ada beberapa lagu yang sempat dimainkan dalam permainan angklung bersama ini, antara lain "Burung Kakaktua" dan "You Raise Me Up" dan "Melati Kenanga". Luar biasa menyenangkan! Semua penonton, wisatawan domestik maupun mancanegara, nyaris selalu tersenyum dan tertawa lebar selama sesi pertunjukkan. Bagi penonton lokal, acara ini merupakan nostalgia dari masa kecilnya. Namun bagi turis mancanegara, acara ini merupakan suatu yang baru sekaligus pembelajaran budaya khas Parahyangan. "Bagaimana, anda semua puas," tanya pengasuh sekaligus pengelola Saung Angklung Udjo dengan bahasa bilingual, Bahasa Indonesia dan Inggris. "Jika masih tertarik memainkan alat musik tradisional ini, silahkan membeli angklung-angklung di gerai kami di sebelah," lanjutnya berseloroh menutup sesi bermain angklung bersama dan mengundurkan diri. Namun, ini belumlah akhir pertunjukan bambu yang disuguhkan di Saung Angklung Udjo, mulai pukul 15.30 WIB hingga 17.00 WIB. Secara keseluruhan, ada sembilan penampilan dalam satu paket pertunjukan bambu tersebut. Dimulai dengan pertunjukan wayang golek khas tanah Sunda yang ditampilkan secara singkat, acara dilanjutkan dengan pementasan tradisi ”helaran”yang dimainkan oleh puluhan anak-anak peserta sanggar senin Udjo. Menurut pemandu acara yang fasih menyapa penonton dalam berbagai bahasa asing dari tengah panggung, Helaran merupakan tradisi permainan anak-anak diiringi alat musik angklung yang biasa dimainkan untuk mengiringi upacara khitanan di daerah Sunda. Masih ada sejumlah pertunjukan lain yang tak kalah menarik, seperti tari tradisional tari topeng dan merak, permainan angklung mini secara masal oleh puluhan anak, permainan alat musik Arumba (berasal dari nama alat musik rumpun bambu), angklung padaeng, hingga pertunjukan angklung orkestra dan menari bersama di akhir acara. Pertunjukkan angklung orkestra dimainkan oleh 14 pemain angklung profesional, yang menurut sang dirijen sekaligus pengasuh SAU, sebagai seniman angklung "tidak biasa" karena mampu memainkan delapan alat musik tradisional khas Sunda itu dalam waktu bersamaan. "Idealnya, seorang pemain angklung profesional hanya bisa memainkan maksimal lima alat musik angklung dalam waktu bersamaan. Tapi mereka memang tidak biasa, karena memainkan lebih dari tujuh alat musik sekaligus dan memainkan lagu-lagu yang secara aransemen tidak semua grup band bisa melakukannya," tuturnya dalam bahasa bilingual, Indonesia-Inggris. Permainan ini juga diiringi oleh satu drum, satu gitar bass, dan satu gamelan. Lagu yang dimainkan pada saat itu adalah "Marilah Kemari", "We Are The World", dan "Bohemian Rhapsody". "Sangat keren dan excited," kata Pieter masih terkagum-kagum. Tak satupun penonton yang beranjak dari tempat duduk masing-masing. Semua mengikuti pementasan dari awal hingga akhir. Pertunjukan bambu Saung Angklung Udjo kemudian ditutup dengan acara menari dan bermain bersama. Puluhan anak-anak yang menjadi lakon pertunjukan helaran maupun angklung mini kembali masuk panggung lalu menghampiri masing-masing satu per satu penonton yang ada di tribun untuk "melantai" bergembira menari bersama. Tidak hanya wisatawan domestik, puluhan turis asing pun tak sedikit yang ditarik ke tengah panggung sanggar dan menari bersama hingga acara usai. Sejarah dan Lokasi SAU Sebagaimana dimuat dalam berbagai tulisan blog maupun situs resmi mereka, termasuk yang dimuat dalam situs wikipedia.org, Saung Angklung Udjo (SAU) adalah suatu tempat pertunjukan, pusat kerajinan tangan dari bambu. SAU pada perkembangannya menjadi "workshop" instrumen musik dari bambu itu sendiri, sehingga mempunyai tujuan sebagai laboratorium kependidikan dan pusat belajar untuk memelihara kebudayaan Sunda, dan khususnya angklung. Didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena dan istrinya Uum Sumiati, dengan maksud untuk melestarikan dan memelihara seni dan kebudayaan tradisional Sunda. Berlokasi di Jalan Padasuka 118, Bandung Timur, Jawa Barat. Udjo Ngalagena sendiri adalah seorang seniman angklung yang berasa dari Jawa Barat. Lahir pada tanggal 5 Maret 1929, Udjo Ngalagena adalah anak keenam dari pasangan Wiranta dan Imi. Maestro angklung yang meninggal pada 3 Mei 2001 ini konon sudah mengenal kesenian angklung dengan akrab sejak berumur empat tahun. Selain angklung, Udjo Ngalagena juga mendalami seni bela diri tradisional yaitu pencak silat, gamelan, kecapi, dan juga lagu-lagu daerah berbahasa Indonesia dan Belanda. Karena itu Saung Angklung Udjo tidak hanya menyajikan pertunjukan angklung, namun juga berbagai macam kesenian khas Jawa Barat. Sepeninggal Udjo Ngalagena pada Mei 2001, Saung Angklung Udjo tetap diteruskan oleh para putra–putri Udjo Ngalagena, sehingga Saung Angklung Udjo tetap ramai dengan pengunjung yang ingin menyaksikan keindahan kesenian tradisional daerah. Anda penasaran? Jangan pernah ragu untuk datang ke tempat ini. Museum angklung ini sangat rekomended, karena di sini tidak hanya menyediakan pertunjukan yang menghibur, tapi juga menyediakan berbagai fasilitas pendukung yang tak kalah menarik. Beberapa fasilitas pendukung yang membuat setiap pengunjung betah berlama-lama di SAU seperti toko souvenir, pusat produksi angklung, saung dan dapur Udjo, hingga "guest house" atau penginapan dengan nuansa khas Sunda nan-eksotis. Jika berminat, untuk dapat mencapai Saung Angklung Udjo dengan kendaraan pribadi sangatlah mudah. Menurut keterangan beberapa "traveler" yang berkendara dari Jakarta, seperti termuat dalam beberapa blog tulisan, disebutkan bahwa wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi hanya perlu keluar pintu tol Pasteur, Kota Bandung untuk kemudian lurus terus dan naik jalan layang atau "fly over" Pasopati melintasi Jalan Surapati dan Jalan Ph. Hasan Mustapa. Dari situ, calon pengunjung akan melihat papan penunjuk jalan Saung Angklung Udjo di ujung Jalan Padasuka. Anda hanya perlu berbelok mengikuti papan petunjuk tersebut dan dalam jarak kurang lebih 200 meter sudah akan tiba di Saung Angklung Udjo. Tidak perlu kuatir akan melewati tempat ini tanpa sadar karena Saung Angklung Udjo sangatlah unik dengan banyak bambu di depannya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015