Tulungagung (Antara Jatim) - Satreskrim Polres Tulungagung, Jawa Timur berjanji untuk menyelesaikan seluruh "pekerjaan rumah" mereka yang masih tersisa, setelah dalam kurun 2014 ini sukses memenjarakan sedikitnya 216 tersangka berbagai kasus tindak pidana kriminalitas di wilayahnya. Dalam kurun waktu satu tahun terhitung semenjak Januari hingga pekan ketiga Desember 2014, mereka telah mengungkap 121 kasus kriminal menonjol yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Tulungagung. Beberapa kasus dimaksud antara lain berkaitan dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian kendaraan bermotor (curanmor) -- ketiganya dikategorikan sebagai kejahatan konvensional -- serta aneka bentuk perjudian. Sebagaimana rilis resmi yang disampaikan tim jajaran berlambang busur dan anak panah ini, untuk kejahatan konvensional yang menduduki peringkat tertinggi adalah kasus curat dengan jumlah kasus mencapai 62 laporan kasus. Dari jumlah itu, sedikitnya 38 kasus berhasil diungkap dengan jumlah tersangka sebanyak 38 orang. Kasus menonjol lain yang menjadi atensi jajaran kepolisian Tulungagung adalah masalah curanmor. Kendati tak sebanyak kasus curat (hanya 50 kasus), sinyalemen pergerakan jaringan atau sindikat curanmor lintas daerah menyebabkan hasil ungkap kasus satu ini belum maksimal. Selama setahun terakhir, baru 10 kasus pencurian sepeda motor berhasil diungkap dengan jumlah tersangka sebanyak 12 orang. Sebaliknya, pengungkapan kasus-kasus yang dikategorikan sebagai penyakit masyarakat (pekat), dalam hal ini perjudian, begitu mendominasi. Hal itu terlihat dari statistik kasus pengungkapan yang pernah mereka tangani. Dari 130 kasus perjudian yang diobrak, polisi berhasil "men-tersangka-kan" 141 orang pelaku yang rata-rata berperan sebagai bandar, pengecer/pengedar, serta penombok. Kasat Reskrim AKP Edy Herwiyanto mengatakan, berdasarkan analisa dan evaluasi (anev) yang beberapa kali mereka lakukan di wilayahnya, rata-rata kasus curanmor terjadi karena keteledoran korban atau pemilik speda motor. Keteledoran dimaksud bisa terjadi akibat kelalaian pemilik untuk mencabut kunci ketika memarkir kendaraan, tidak mengkunci ganda ketika diparkir, serta memarkir kendaraan yang tidak bisa terpantau langsung oleh pemilik. "Seperti kata bang Napi di acara salah satu tayangan televisi swasta nasional dulu, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Pameo itu sebagian besarnya benar, karena itu sebaiknya kita semua waspada," kata Edy Herwiyanta. Menurut Edy, faktor kelalaian pemilik kendaraan acapkali dimanfaatkan para pelaku pencurian, karena mereka bisa beraksi dengan mudah. Selain menyasar langsung ke rumah penduduk, pihaknya mengimbau agar masyarakat lebih waspada ketika berada di pusat keramaian. "Warga agar lebih waspada ketika berada di pusat keramaian, terutama dengan keamanan ketika memarkir kendaraan," lanjut Edy. Selain dari kejahatan curanmor juga adanya tindak pencurian dengan pemberatan (curat) yang sering terjadi seperti aksi pecah kaca. Kebiasaan para pelaku mencari sasaran para korbannya di lingkungan (kantor) perbankan. Dalam beraksi, pelaku curanmor biasanya berkelompok. Di antara mereka ada yang bertugas memantau kedatangan korban di lokasi bank ketika mengendarai mobil. Setelah mengidentifikasi korbannya, orang yang bertugas melakukan pengintaian ini biasanya segera menghubungi rekannya yang berada di dalam ruang antrean teler untuk memastikan siapa para nasabah yang mengambil uang dengan jumlah yang besar. "Seperti pelaku pecah kaca itu biasanya selalu berkelompok, dengan cara membagi tugasnya masing-masing," papar Edy memberi gambaran. Setelah target korban diidentifikasi, lanjut Edy, pelaku yang berada di lapangan beraksi mulai dari tempat parkir kendaraan dengan memasang "ranjau" paku di bawah ban sebelah kiri dengan ditutupi daun atau benda lainnya. Modus kejahatan seperti itu biasa dilakukan pelaku kejahatan spesialis nasabah bank agar korbannya tidak merasa curiga. Apabila ranjau sudah mengenai ban mobil, dengan durasi sekitar 10 menit ban kehabisan tekanan angin saat korbannya sudah dalam perjalanan. Dalam situasi yang tidak terduga itulah, pelaku kejahatan beraksi menggasak uang yang ada di jok (dalam) mobil saat korban turun untuk memeriksa ban kendaraannya. Aksi bisa dilakukan dengan memanfaatkan pintu mobil yang tidak sepat terkunci ataupun dengan cara paksaan memecah kaca samping pengemudi. "Kami berharap kepada masyarakat agar lebih berhati–hati ketika mengambil uang di bank. Sebaiknya membawa rekan, jangan sampai sendiri. Ini demi keselamatan dan keamanan selama dalam perjalanan," imbau Edy. Dominasi Perjudian Sementara di kelompok tindak pidana perjudian, berdasar data akhir tahun yang dirilis Satreskrim Polres Tulungagung, kasus pekat petrjudian yang paling mendominasi adalah jenis toto gelap (togel), judi klothok, cap ji kie, judi klethek, judi kartu, balap liar, taruhan menggunakan mesin dongdong. Volume dan luasnya persebaran kasus perjudian, mulai dari masyarakat tingkat bawah hingga kalangan pemodal besar (kaya) mendorong aparat penegak hukum untuk terus mengintensifkan operasi perjudian. Bahkan dalam beberapa momentum, perjudian menjadi target wajib pengungkapan kasus di jajaran satresmrim. Masalahnya, berbagai operasi penindakan tersebut tidak lantas membuat para pelaku perjudian menjadi jera. Buktinya, budaya judi tetap saja ada bahkan terus menjamur dimana-mana. "Sebagaimana Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 303 tentang perjudian, setiap pelaku yang tertangkap tangan atau terbukti melakukan tindak pidana perjudian diancam hukuman maksimal lima (5) tahun kurungan penjara," tegas Edy. Meski telah mengungkap banyak kasus, pihak Polres Tulungagung juga masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, di antaranya 44 kasus penipuan, 43 kasus penggelapan, 15 pencurian dengan pemberatan, 32 curanmor dan 18 pencurian biasa. Kasus yang mengalami peningkatan jumlahnya dibandingkan tahun lalu adalah masalah pidana penggelapan, dimana pada kurun 2013 tercatat 62 kasus sedangkan tahun ini justru meningkat menjadi 84 kasus. Jenis Jumlah Laporan Terungkap Tersangka Curat 62 38 55 Curas 9 4 8 Curanmor 50 10 12 Judi - 130 141 No Jenis Perjudian Jumlah Kasus Tersangka 1 Toto Gelap (Togel) 83 83 2 Judi Klothok 14 16 3 Cap Ji Kie 12 12 4 Judi Klethek 16 16 5 Judi Kartu 9 18 6 Balap Liar 2 2 7 Judi Dingdong 4 4. Pil Koplo Peredaran psikotropika jenis pil koplo atau "dobel-L" paling mendominasi di antara kasus-kasus narkoba di wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Fakta tersebut setidaknya terlihat dari laporan dan penanganan perkara yang berhasil diungkap jajaran Satreskoba Polres Tulungagung selama 12 bulan terakhir. Dari 68 kasus yang pernah ditangani, 95 persen di antaranya merupakan kasus psikotropika yang menyasar segmen remaja dan masyarakat kelas bawah. Jika kasus-kasus narkoba itu dibagi dalam 12 bulan selama periode 2014, maka rata-rata kasus yang dihadapi kepolisian di Kota Marmer mencapai tiga kasus. Praktiknya memang frekwensi penanganan perkara cenderung fluktuatif. Namun jika mengacu kejadian yang selalu berulang dan aneka modus peredaran yang mengalami perubahan, bahaya narkoba masih menjadi ancaman serius generasi muda Tulungagung. Sebagaimana kasus terakhir pengungkapan sindikat pengedar narkoba dalam sebulan terakhir (Desember 2014), Satreskoba Polres Tulungagung membongkar jaringan peredaran narkoba jenis pil koplo atau doble L yang biasa beroperasi di wilayah Kecamatan Pagerwojo dan sekitarnya. Dalam operasi penyergapan itu, sedikitnya enam pelaku berhasil ditangkap. Mereka masing-masing berinisial ALB (32) pemuda Desa Mulyosari, YS (24) asal Desa Samar, DW (21) dari Desa Gambiran, RAK (20) asal Desa Gambiran, FDC (28) dari Desa Segawe, Serta S (26) asal Desa Segawe. Mereka ditangkap di tempat dalam waktu hampir bersamaan dalam satu hari yang sama, di rumah masing-masing serta salah satu warung kopi di Desa Pagerwojo. Dari penangkapan terhadap enam pelaku itu, petugas mengamankan barang bukti berupa 560 butir pil doble L dan empat unit ponsel. Kasat Narkoba AKP Siswanto mengatakan, pengungkapan kasus narkoba dalam kurun waktu satu tahun ini pihaknya berhasil mengungkap sebanyak 68 kasus, mulai dari narkoba golongan satu jenis sabu-sabu dan ganja hingga pil doble L. Dari ketiga peredaran narkoba yang terjadi di wilayahnya itu, yang paling mendominasi adalah kasus narkoba jenis doble L alias pil koplo. Menurut Siswanto, tingginya kasus psikotropika dikarenakan harganya yang murah sehingga bisa dijangkau masyarakat ekonomi kelas bawah. Selain itu, jaringan pengedar dobel L atau yang lazim diistilahkan dengan nama "pil kirik" itu diduga telah menyebar lintasdaerah dan saling jalin-berkelindan. "Peredaran pil doble L masih mendominasi dikarenakan barang yang mudah didapat serta harga yang begitu murah," ujarnya. Di pasaran gelap narkoba wilayah Tulungagung, pil dobel-L biasanya dijual dalam bentuk bungkusan plastik (kit) berisi 7-8 butir dobel-L. Obat daftar G (generik) yang seharusnya tidak diperjualbelikan secara bebas/sembarangan itu dijual dengan harga Rp5.000/kit. Artinya, satu butir kurang dari Rp. 1000. Hal ini berbeda dengan jenis ganja yang dijual dengan harga lebih mahal, yakni sekitar Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per paket. Sementara untuk jenis sabu-sabu, biasanya dijual dengan harga mencapai Rp2 juta hingga Rp2,4 juta per paket. "Sekecil apapun potensinya, setiap kasus narkoba selalu kami antisipasi," tegas Siswanto. Melihat statistik kasus yang tertangani dari tahun ke tahun, diketahui secara umum persebaran kasus narkoba tidak hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Psikotropika bahkan ditengarai lebih banyak beredar di daerah-daerah pinggiran, seperti di wilayah Kecamatan Pakel, Ngunut, Pagerwojo, Sendang, Campurdarat, Bandung serta daerah lainnya juga pernah ditemukan. Siswanto menambahkan, kendala pengungkapan narkoba di lapangan selama ini dikarenakan kurangnya peran serta masyarakat. Kendati begitu, pihaknya berjanji untuk terus berkomitmen dalam memberantas edar gelap narkoba. Bersama BNNK dan kerjasama pemkab setempat, Siswanto berharap sosialisasi antinarkoba berhasil membawa Tulungagung sebagai daerah dengan urutan terbawah dalam hal pengungkapan perkara narkoba. "Karena itulah kita semua perlu saling bergandengan tangan dalam upaya bersama memberantas narkoba. Polisi tidak pernah bisa optimal melakukan penegakan hukum maupun penanganan kasus edar-gelap narkoba/psikotropika jika tidak ada kerjasama masyarakat sipil," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014