Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah diminta konsisten menerapkan perintah kewajiban atau "mandatory" pemanfaatan bioetanol produksi dalam negeri untuk campuran bahan bakar minyak kendaraan, sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan impor minyak.
"Potensi bioetanol Indonesia sangat besar, tapi belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal, pemanfaatan bioetanol bisa mengurangi beban impor minyak yang selama ini membuat neraca perdagangan kita defisit," kata Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara X (Persero) Subiyono di Surabaya, Kamis.
PTPN X, salah satu BUMN sektor perkebunan dengan bisnis utama gula, saat ini mempunyai pabrik bioetanol terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto, Jawa Timur, yang dikelola anak usahanya PT Energi Agro Nusantara (Enero).
Bioetanol "fuel grade" atau berkualitas tinggi dengan tingkat kemurnian hingga 99,5 persen yang sangat ramah lingkungan dan memiliki angka oktan tinggi RON (Research Octane Number) 117 produksi Enero sudah diekspor ke Filipina sebanyak 4.000 kiloliter dan Singapura 12.000 kiloliter.
Pabrik bioetanol milik PTPN X memiliki kapasitas produksi 30.000 kiloliter per tahun, yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tebu atau tetes tebu (molasses) sebagai bahan bakunya.
"Saat ini, kami terus melakukan negosiasi dengan beberapa calon pembeli dari luar negeri, di antaranya Taiwan dan ada pembeli lain dari Filipina," ujar Subiyono.
Kendati diminati pasar ekspor, produksi bioetanol PT Enero justru minim peminat di pasar dalam negeri. Pertamina yang diharapkan menjadi pelopor pencampuran bahan bakar minyak dengan bioetanol, ternyata hanya membeli dalam jumlah sangat minim.
"Kebijakan mandatory bioetanol selama ini belum berjalan optimal. Tapi, kami optimistis pemerintahan baru punya komitmen untuk terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan, termasuk bioetanol," tambahnya.
Di beberapa negara, kewajiban pemanfaatan bioetanol untuk bahan bakar kendaraan sudah sangat besar, salah satunya di Brazil yang sudah menggunakan pencampuran 85 persen (E-85) bioetanol ke dalam bahan bakar kendaraan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak.
Sementara Thailand sudah mulai mengarah pada kebijakan tersebut dengan menaikkan pencampuran bioetanol dari 10 persen menjadi 20 persen, sedangkan Filipina masih sekitar 10 persen.
Adapun di Indonesia, lanjut Subiyono, kebijakan pencampuran bioetanol masih setengah hati untuk diterapkan, kendati regulasinya sudah ada. (*)
Keterangan Foto: Seorang petugas berada di pabrik bioetanol PTPN X (Persero) Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (20/8). FOTO Syaiful Arif/ed/nz/13
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014