Oleh Try Reza Essra (ANTARA News)
"(Saya) lebih suka main di rumah, main game di Android," ucap Rasya Prima (8) sambil memainkan permainan Candy Crush Saga di telepon pintar (smartphone) miliknya.
Ketimbang bermain dengan teman-teman di lingkungan rumahnya, bocah kelas tiga sekolah dasar yang akrab disapa Asya ini memang kecanduan bermain berbagai macam aplikasi permainan di ponsel bersistem operasi Android.
Hal ini diakui ibunya, Hartati Susi Ningsih (37). Sang ibunda mengatakan Asya menggunakan gadget (alat komunikasi multifungsi dalam genggam) sepulang sekolah pukul 12.00 WIB hingga sore hari menjelang Maghrib.
"Kegiatan lainnya memang bermain dengan teman-temannya, tapi itu jarang sekali ia lakukan. Di sekitar sini banyak kok anak seumuran dia," tukas warga Kemayoran, Jakarta Pusat itu.
Jemari kecil Asya tampak lincah memainkan permainan Candy Crush Saga di smartphone bermerek Advan itu. Ketika bosan, ia pun dengan piawai menekan pilihan "exit" dan menggantinya dengan aplikasi permainan yang lain.
"Entar kalau udah abis baterai-nya ya berhenti," tuturnya, meskipun ia terus saja bermain saat gadgetnya itu diisi ulang baterainya.
Dalam sehari, ia bisa bermain berjam-jam dengan gadget yang sudah tujuh bulan dipakainya itu.
"Sebenarnya sudah kami larang, karena kan enggak baik juga untuk matanya. Tapi kalau dilarang dia menangis, lebih baik dibiarkan saja," ungkap Hartati.
Tak jauh berbeda, anak laki-laki delapan tahun bernama Sandy Zenobia juga gemar bermain gadget. Ia bisa lupa waktu jika sudah "berduaan" dengan perangkat tablet Android yang dibelikan ibunya pada tiga bulan silam.
"Aku juga punya Play Station Portable (PSP), tapi disimpen dulu, lebih enak main di tablet," tegasnya sembari menunjukkan PSP berwarna putih miliknya.
Sandy yang tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat itu, juga jarang bermain bersama teman-teman di lingkungan rumahnya. Ia mengatakan bermain bersama teman hanya saat di sekolah.
Berikan Gadget Sederhana
Menanggapi realitas dalam dunia anak-anak seperti itu, psikolog dan pemerhati masalah anak Seto Mulyadi menyarankan kepada orang tua agar memberikan gadget kepada anak dengan tipe yang sederhana, bukan yang canggih.
"Gadget dapat membawa dampak negatif terhadap anak, apalagi tanpa adanya pengarahan dari orang tua, mereka bisa menyalahgunakannya, seperti bermain secara berlebihan, menonton film porno dan kegiatan negatif lainnya," timpal pria yang akrab disapa Kak Seto itu.
Ia mengatakan pemberian gadget sebaiknya dengan tujuan utama sebagai alat berkomunikasi, misalnya untuk memudahkan orang tua saat menjemput anak pulang sekolah.
Kak Seto mengatakan gadget sebenarnya bisa membawa manfaat positif, misalnya mereka bisa berinteraksi dengan teman-temannya di luar negeri atau teman-teman mereka yang jauh.
"Di sinilah peran orang tua untuk membimbing anak agar mereka dapat menyeimbangkan sosialisasi dengan tetangga dan teman-teman di lingkungannya," kilahnya.
Selain itu, ia mengatakan, gadget juga tidak boleh dimiliki sepenuhnya oleh anak, harus menjadi milik keluarga. Orang tua harus tegas mengatur waktu kapan anak boleh menggunakan gadget.
"Menggunakan gadget kalau sudah menjadi kecanduan dan ketergantungan yang berlebihan, itu akan membawa dampak negatif yang lebih buruk. Bahkan permainan tradisional sekalipun, jika membuat anak menjadi lupa waktu, akhirnya juga membawa dampak buruk bagi anak," tukasnya.
Ia mengatakan gadget bisa diibaratkan sebagai sebuah alat, yang semuanya itu tergantung kepada penggunanya. Misalnya sebuah pisau atau gunting diberikan kepada anak, jika diarahkan dengan benar, bisa digunakan hal-hal bermanfaat seperti berkarya membuat kerajinan tangan dan benda-benda kreatif lainnya.
"Tetapi jika penggunaan gunting tersebut tidak diarahkan, bisa disalahgunakan menusuk temannya atau menggunting taplak meja. Begitu juga dengan gadget, jika diarahkan dengan benar, penggunaannya juga bisa dilakukan dengan benar," ujarnya.
Sementara itu, pemilik toko Sivali 88 Celullar, Lina (45), di ITC Roxy Mas Jakarta, mengatakan ada tiga jenis gadget yang sering dibelikan orang tua untuk anak-anak, yaitu ponsel, tablet dan Play Station Portable (PSP).
"Biasanya orang tua membelikan yang merek China. Mungkin karena untuk anak-anak, jadi orang tua jarang yang membelikan ponsel dengan harga mahal, mereka lebih mengutamakan permainan di dalamnya," papar
pedagang yang sudah tujuh tahun berjualan di ITC Roxy Mas itu.
Ia mengatakan penjualan ponsel untuk anak-anak cukup bagus, setiap pekan biasanya terjual lima sampai 10 unit, dan menjelang Lebaran bisa terjual sampai 20 unit setiap pekan.
"Biasanya anak-anak datang bersama orang tuanya, minta dibeliin gadget," katanya.
Orang tua Asya sebenarnya membelikan anaknya gadget agar tidak ketinggalan zaman dan juga sebagai media untuk belajar. Tetapi, karena terus dibiarkan terlalu lama menggunakan gadget, maka ia cenderung kecanduan dan akhirnya gadget pun merampas dunia anak-anak.
"Beda dengan zaman saya kecil dulu, mainannya masih tradisional, jadi punya banyak teman hingga ke kampung sebelah," ucap Hartati. (ANTARA News) (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014