Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat politik yang juga Ketua Parlemen Watch Jatim Umar Salahudin menilai orientasi panitia khusus tata tertib DPRD Surabaya tidak lain hanya untuk kunjungan kerja (kunker) karena kinerja selama sebulan ini belum ada hasil konkritnya.
"DPRD kayaknya perlu sekolah lagi, sesuatu yang simple tapi dibuat ribet," kata Umar kepada Antara di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, pansus tatib membuat persoalan menjadi ribet biar ada alasan untuk melakukan kunjungan kerja. Hal ini dikarenakan, selama sebulan sudah tiga kali melakukan kunjungan kerja yakni ke Kementerian Dalam Negeri sebanyak dua kali dan DPRD Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.
Tentunya kunker sebanyak tiga kali tersebut menghabiskan anggaran ratusan juta. Informasi yang diperoleh Antara di DPRD Surabaya, setiap anggota pansus mendapat jatah sekitar Rp10 juta setiap kunker yang digunakan untuk tiket pesawat, penginapan hotel dan keperluan lainnya.
Jika anggota pansus sebanyak 15 orang, maka kunker sebanyak tiga kali selama sebulan menghabiskan anggaran sekitar Rp450 juta. "Mereka (anggota pansus) sebenarnya sudah tahu jika ada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 Agustus 2014 yang menyatakan pembahasan tatib mengacu pada UU 16 Tahun 2010," kata sumber internal di DPRD.
Hanya saja, kata sumber, penambahan pasal di tatib salah satunya berupa pemilihan pimpinan komisi dilakukan secara paket menjadi bumerang sendiri bagi pansus. Hal ini dikarenakan sudah adanya arahan dari Kemendagri agar tatib menggunakan PP lama, tapi pansus tetap nekat dengan membuat pasal tambahan, salah satunya paket pemilihan pimpinan komisi.
"Saya kira gubernur akan merevisi tatib itu. Artinya jika gubernur mengacu PP lama tanpa ada penambahan pasal, maka kinerja anggota pansus sia-sia. Apalagi setelah direvisi maka akan muncul PP yang baru, secara otomatis akan ada pansus tatib yang baru,," katanya.
Sebetulnya, kata sumber itu, DPRD seharusnya menggunakan tatib lama sembari menunggu PP yang baru, sedangkan yang diubah hanya tambahan nama-nama fraksi yang baru. "Jika itu dilakukan saat itu, maka pembentukan alat kelengkapan dewan bisa cepat dan pembahasan RAPBD Surabaya 2015 juga bisa cepat. Hanya saja mereka punya tujuan lain sehingga molor sampai sekarang," ujarnya.
Umar menyayangkan kinerja pansus yang jauh dari harapan. "Artinya DPRD banyak bicara miskin berbuat," katanya.
Selain itu, lanjut dia, orientasi politiknya hanya uang sehingga dibuat pembahasan tatib menjadi lama agar bisa menyerap anggaran. "Kalau seperti lagu lama," katanya.
Ketua Pansus Tatib DPRD Surabaya Adi Sutarwijono menolak keras tudingan bahwa kinerja pansus tidak maksimal dan terkesan menghambur-hamburkan anggaran tanpa sesuatu yang hasil yang konkrit.
"Mereka tidak tahu, kalau pansus ini serius bahkan rapat dilakukan hingga tengah malam," katanya.
Menurut dia, setiap pembuatan produk hukum di tingkat yang lebih bawah selalu mengacu kepada produk hukum yang lebih tinggi yang berlaku. "Maka muncul konsideran menurut perundang-undangan yang berlaku, tidak ada menurut perundangan-undangan yang akan berlaku," katanya.
Jadi yang akan berlaku nantinya baru disesuaikan. Sekarang SE Mendagri 22 Agustus 2014 disebutkan pembahasan tatib mengacu pada UU 16 Tahun 2010, sejauh tidak bertentangan UU MD3.
UU 16/2010 menegaskan hanya dipilih anggota, itu yang kemudian digrasi dalam sistem paket. "Sistem paket kalau dibiarkan itu akan menyulitkan pemilihan sehingga dibuat mekanisme itu. Hak represi, ada di Pemprov Jatim," katanya.
Ia optimistis jika tatib DPRD tidak akan ada revisi sejauh itu mengacu pada PP 16/2010, UU MD3 serta tidak ada perintah revisi dari Gubernr Jatim. "Sepanjang itu terpenuhi, maka tidak akan ada revisi. Revisi baru akan dilakukan dalam rapat paripurna, jika rapat menghendaki revisi, jika tidak itu yang akan diterima," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014