Surabaya (Antara Jatim) - Pengurus Dewan Koordinasi Wilayah (DKW) Garda Bangsa Provinsi Jawa Timur menyatakan siap menghadang paham radikalisme menyusul adanya perilaku organisasi masyarakat yang cenderung anarkis akhir-akhir ini.
Ketua DKW Garda Bangsa Jawa Timur Kabil Mubarrok di Surabaya, Kamis mengatakan bahwa Jawa Timur merupakan barometer dalam kemajemukan penduduk di Indonesia.
"Tindakan radikalisme atau garis keras yang dipertontonkan (kelompok tertentu) sudah memberikan pendidikan kurang baik bagi masyarakat," katanya.
Ia mengatakan sebagai organisasi kepemudaan (OKP) di bawah naungan Partai Kebangkitan Bangsa, Garda Bangsa cukup prihatin dan mengecam sikap anarkis dan munculnya faham radikalisme di Indonesia. Terlebih Indonesia yang merupakan penduduk dengan mayoritas beragama Islam dan terdapat keberagaman dalam berbagai hal.
"Untuk menangkal itu dibutuhkan suatu langkah konkrit, terutama pengkaderan agama dan moral di dunia pendidikan," katanya.
Ia mengatakan, sebagai kader PKB yang juga sebagai anak dari Nahdlatul Ulama, Garda Bangsa tidak menginginkan pemuda dan generasi bangsa dicekoki oleh ajaran radikal atau juga sikap anarkis yang ditampkkan oleh ormas tertentu.
Menurutnya, aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap siapapun yang bisa mengganggu stabilitas keamanan, khususnya di Jawa Timur. Evaluasi yang cukup bagus diperlihatkan oleh Forum Pimpinan Daerah atau Forpimda Jatim maupun tokoh agama dan juga tokoh masyarakat.
"Komunikasi hingga ke tingkatan terbawah juga berjalan baik.
Kami siap membantu dan kerja sama atau urun rembuk dengan forpimda untuk menghadang segala tindakan radikalisme mengatasnamakan apapun di Jawa Timur," katanya.
Mantan Sekretaris DKW Garda Bangsa Jawa Timur ini menyatakan organisasi yang dipimpinnya saat ini mempunyai kader di seluruh kota dan kabupaten.
"Untuk melengkapi itu semua, kami (Garda Bangsa Jawa Timur) cukup sepakat dengan ajaran NU yang mengusung ahlusunnah waljamaah atau aswaja. Dimana Islam itu sangat menjunjung toleransi dan perdamaian. Kami akan coba mengusung aswaja masuk di kurikulum pendidikan," katanya.
Materi aswaja, kata dia, hanya bisa dilihat di lingkungan Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif saja yang berbasis NU.
"Materi tersebut diharapkan ruang lingkupnya diperluas. Tidak hanya di LP Ma'arif saja melainkan juga di pendidikan formal maupun kalangan pesantren. Dengan demikian, pola ajaran yang menyimpang dari jalurnya bisa diminalisir masuk di dunia pendidikan," katanya.
Provinsi Jawa Timur, kata dia, akan meningkatkan mutu pendidikan di semua tingkatan dan bahkan langkah ini juga menyentuh lingkungan pondok pesantren di Jawa Timur.
"Dengan sinergitas pendidikan yang menghasilkan kualitas dan kuantitas diharapkan bisa muncul SDM yang berkompeten. Aliran atau ajaran yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 bisa dipersempit. Bahkan bukan hal yang sulit untuk menghapusnya, khususnya di Jawa Timur," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014