Tulungagung (Antara Jatim) - Puluhan pedagang yang menempati los pasar sore Stasiun Tulungagung, Jawa Timur, menolak uang tali asih yang ditawarkan PT KAI, dan lebih memilih relokasi ditenda darurat yang saat ini dibangun halaman parkir pasar tersebut.
"Tidak ada yang mengambil uang tali asih dari PT KAI. Karena kalau tawaran itu diterima, berarti kami tidak bisa lagi berjualan di sini," kata Sulaimah, pedagang rujak di salah satu los pasar sore, Kamis.
Jawaban senada disampaikan Ny Sentot, pedagang aneka minuman segar yang ada di sebelah Sulaimah.
Keduanya mengatakan, sesuai kesepakatan dalam forum pertemuan antara pedagang dengan pihak perwakilan PT KAI, pedagang yang memilih pindah ke tenda darurat tidak berhak menerima uang tali asih sebesar Rp3 juta per orang, atau Rp5 juta per-KK untuk rumah yang ikut tergusur di kompleks pasar sore.
"Lebih baik pindah tapi tetap berjualan. Kalau menerima (tali asih), artinya kami tidak bisa berjualan di sini lagi, dan itu artinya pelanggan juga hilang," timpal Rohana, pedagang lontong tahu di area yang sama.
Pengosongan lahan pasar sore merupakan imbas pelaksanaan program revitalisasi asset lahan PT KAI di sekitar Stasiun Tulungagung.
Revitalisasi pertama telah dilakukan di area asset lahan perumahan dinas pejabat PT KAI di Tulungagung pada awal 2014 yang sempat disewakan secara ilegal ke masyarakat umum, baik untuk hunian maupun kegiatan usaha.
Setelah berhasil dan menjadi pusat jajanan-makanan dengan konsep modern berbentuk deretan kios/ruko, PT KAI melanjutkan program revitalisasi aset ke pasar sore yang selama ini disewakan ke puluhan pedagang kaki lima.
"Katanya kalau pembangunan pasar sore yang baru nanti jadi, sewanya mencapai Rp40 juta per lima tahun. Tapi kami belum tahu jelasnya bagaimana karena hal itu belum disampaikan mereka (PT KAI)," imbuh Sulaimah.
Kendati jauh lebih mahal dibanding harga sewanya selama ini yang hanya sekitar Rp1,5 juta per tahun, pedagang seperti Sulaiman, Ny Sentot, maupun Rohana mengaku hanya bisa pasrah.
Mereka bahkan menyatakan siap membayar uang sewa baru nanti selama diberlakukan sesuai kesepakatan dan tidak terlalu memberatkan pedagang. "Yang penting kami tetap diberi tempat berjualan di sini," tegas Ny Sentot.
Ia mengakui, omzet dagangannya selama ini cukup besar, sehingga dirinya dan puluhan pedagang lain enggan pindah. Dalam sehari berjualan aneka minuman segar, misalnya, Ny Sentot bisa meraup untung bersih Rp500 ribu per hari. Pendapatan atau laba akan semakin besar saat Ramadhan/Lebaran. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014