Trenggalek (Antara Jatim) - Sejumlah produsen rokok berskala kecil di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengeluhkan aturan baru pemerintah yang mengharuskan pemasangan gambar peeringatan pada bungkus rokok karena menambah beban biaya produksi.
"Memang ada keluhan dari sejumlah produsen rokok lokal yang menghendaki pemberlakuan aturan itu tidak serta-merta," kata Kasi Industri dan Perdagangan (Indag) Dinas Koperasi Industri Perdagangan Pertambangan dan Energi (Koperindagtamben) Kabupaten Trenggalek, Agung Suyono, Senin.
Instruksi menteri kesehatan yang mengharuskan semua produsen rokok menarik produknya yang belum memasang gambar seram namun terlanjur beredar di pasaran, dinilai sejumlah kalangan memberatkan.
Selain prosesnya tidak mudah, biaya yang dibutuhkan untuk menarik produk rokok lalu mengganti kemasannya agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 dinilai sangat besar.
Beban tersebut utamanya dirasakan produsen rokok berskala kecil dengan area pemasaran lokal, seperti halnya rokok Boy, hambal, dan Sumber Arum di Trenggalek.
Kata Agung, kelompok produsen rokok lokal ini telah mengajukan dispensasi untuk menunda pemberlakuan aturan pemasangan gambar peringatan pada produk mereka.
"Prinsipnya aturan tetap diberlakukan. Teknisnya yang masih akan kami sosialisasikan terlebih dahulu," ujarnya.
Agung mengisyaratkan, saat ini pihaknya menunggu surat edaran resmi dari Kementrian Perdagangan RI untuk melakukan sosialisasi pemberlakuan aturan pemasangan gambar seram pada semua produk rokok tersebut.
Sebagaimana telah diputuskan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28, pemerintah mencoba menekan angka perokok dengan mewajibkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan dengan gambar yang menyeramkan pada bungkus rokok.
Namun kebijakan ini menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan masyarakat. Ada yang setuju, namun tidak sedikit yang mengkritisi kebijakan itu karena dinilai tidak cukup efektif dalam menekan angka perokok di tanah air.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, selain pemuatan gambar seram, pemerintah perlu menaikkan harga cukai rokok sampai 57 persen dari harga eceran. Sementara saat ini, harga cukai rokok baru 30 persen harga eceran.
Menurut pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, kenaikan cukai rokok lebih dapat menekan jumlah konsumen rokok karena harga rokok menjadi lebih tinggi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014