Surabaya (Antara Jatim) - Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya mempertanyakan keseriusan pemerintah kota untuk melepas lahan berstatus "Surat Ijo" (Surat Hijau) yang sudah puluhan tahun ditempati warga. Anggota Komisi A DPRD Surabaya Adies Kadir mengatakan warga yang mendiami tanah "surat hijau" merasa butuh jawaban atas semua itu. "Warga merasa digantung atas persoalan ini," katanya. Menurut dia, sampai saat ini Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelepasan Surat Hijau belum dikirim ke DPRD Surabaya, meski masalah ini sudah dirapatkan sejak Agustus 2013. "Kasihan masyarakat, terkatung-katung atas masalah ini. Bulan Agustus lalu dipanggil alasan sudah cleal, tinggal masalah diskon 50 persen. Padahal kita 'kan minta 10 persen. Sampai sekarang masih saja belum ada kejelasan," ujarnya. Adies mengatakan Komisi A sempat memanggil dinas terkait di Pemkot Surabaya pada Oktober lalu, namun dinas itu beralasan sudah masuk ke meja wali kota. Hasilnya, pada November, raperda kembali direvisi karena muncul UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. "Sampai akhirnya kita panggil lagi bulan November. Alasanya tidak bisa gratis, harus bayar sesuai NJOP karena itu aset pemkot walupun pemkot tidak bisa memperlihatkan sebagian besar bukti kepemilikan aset tersebut," katanya. Padahal, tanah ini sudah didiami hampir 20 tahun, 30 tahun sampai 60 tahun. "Masak orang disuruh beli rumah yang ditempati sendiri dibangun sendiri, kan lucu," katanya. Menurut dia, masalah ini tidak akan bisa ditanngani oleh DPRD Kota dan Pemkot Surabaya. Namun harus ada campur tangan pemerintah pusat, Kemendagri, BPN, DPR RI hingga Presiden. "Karena memang satu-satunya di Indonesia yang ada surat hijau itu hanya Surabaya. Lebih baik kita bekerja sama dengan DPR RI, untuk kita mintakan Keppres agar segera dilepas. Kenapa harus ditahan-tahan, itu sudah ditempati mereka sendiri," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014