Tulungagung (Antara Jatim) - Aktivitas nelayan dan warga di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Tulungagung hingga Pacitan, Jawa Timur berangsur normal setelah Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyatakan potensi gelombang tsunami Chili dicabut pada pukul 08.30 WIB. Antara di Tulungagung, Kamis melaporkan, warga di perkampungan nelayan Desa Sine, Kecamatan Kalidawir yang sempat diungsikan ke daerah perbukitan telah diizinkan kembali ke rumah masing-masing. Sejumlah petugas yang sebelumnya bersiaga sejak Kamis dinihari juga telah ditarik oleh BPBD Tulungagung, menyusul pencabutan status bahaya tsunami oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat pada pukul 08.15 WIB. "Keterangan BMKG, tidak ada tsunami terjadi, semua dinyatakan aman sehingga warga kami izinkan kembali ke rumah masing-masing," kata Kepala BPBD Tulungagung, Soeroto. Suasana di sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Kabupaten Trenggalek maupun kawasan pesisir Pacitan justru tidak mengesankan adanya kepanikan. Meski pihak BPBD setempat aktif mensosialisasikan kemungkinan terjadinya gelombang tusnami dari pesisir Pasifik Chili, warga dan nelayan tetap melakukan aktivitas seperti biasanya. Warga di daerah-daerah ini bahkan tetap melakukan kegiatan rutin sehari-hari, termasuk para siswa yang berangkat ke sekolah. Di Desa Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, misalnya, aktivitas pasar dan pertokoan tetap ramai. Pemadangan serupa juga terlihat di beberapa desa dan kelurahan, Kecamatan Pacitan yang masuk zona merah rawan gelombang tsunami, seperti Desa Sirnoboyo, Kembang, dan Kelurahan Sidoharjo. Situasi normal juga tampak di sekitar pantai dan PPP Tamperan. Nelayan dan warga masih bekerja seperti hari-hari sebelumnya. Selain mempersiapkan logistik untuk melaut, sejumlah nelayan lain tengah sibuk menurunkan hasil tangkapan ikan. Seperti cakalang maupun tuna. Sedangkan di tengah laut beberapa kapal tengah mondar-mandir memasang jaring. "Tapi memang tidak ada yang berani melaut terlalu jauh. Semua tetap waspada," kata Sobirin, warga Desa Prigi. Senada, salah satu nelayan Pacitan, Hartono mengatakan, mereka yang biasa mengadu nasib di laut tak terlalu mencemaskan informasi munculnya gelombang tsunami. Selain dampak gelombang yang tidak terlalu tinggi, bagi nelayan mencari ikan malah lebih menjanjikan. "Mereka sudah terbiasa dengan gelombang diatas dua meter. Jadi kalau efek tsunami gempa di Cile maksimal hanya 0,5 meter, mereka tak terpengaruh," kata dia. Di PPP Tamperan, selain nelayan lokal, puluhan nelayan andon (pendatang) juga mengadu nasib. Mereka umumnya datang dari Sinjai, Sulawesi Selatan, Cilacap dan Pekalongan (Jawa Tengah), maupun Malang. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014