Surabaya (Antara Jatim) - Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mengusulkan sanksi personal terhadap rekanan Pemkot Surabaya yang dinilai bermasalah atau tidak menyelesaikan proyek sesuai batas waktu yang ditentukan. Selama ini sanksi berupa "blacklist" (masuk daftar hitam) terhadap rekanan hanya diberlakukan kepada lembaga atau perusahaan pelaksana proyek, namun tidak diberlakukan juga bagi perseorangan yang terlibat dalam proyek tesebut, katanya di Surabaya, Jumat. "Sanksi itu tidak efektif. Persoalan ini akan terus berulang," katanya. Menurut dia, jika dibandingkan tahun sebelummya, pada 2013 ternyata lebih banyak yang terkena blacklist. Dari data Pemerintah Kota Surabaya, jumlah rekanan yang diblacklist pada tahun 2012 sebanyak 17 perusahaan pelaksana proyek, sedangkan pada 2013 sebanyak 42 rekanan, dengan rincian 27 rekanan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan dan 15 rekanan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). Rekanan yang selama ini terkena "blacklist" dilarang mengikuti tender di lingkungan pemerintah kota selama dua tahun. Masih banyaknya rekanan nakal, menurut anggota Fraksi PKS, Reni Astuti karena dalam perpres yang mengatur sanksi masih memiliki celah hukum, yakni perusahaan pelaksana proyek bisa berganti nama. Padahal menurutnya, pemerintah kota baru saja menerima penghargaan untuk kategori penyediaan pelayanan elektronik, tapi ironisnya hingga saat ini ternyata banyak pekerjaan fisik yang tidak tuntas. Reni mengakui, blacklist secara perseorangan belum ada acuan hukumnya, namun demikian pemerintah kota menurutnya bisa mengusulkan ke pemerintah pusat. "Pemkot bisa mengajukan inisiatif ke pusat, apalagi selama ini Surabaya sering menjadi narasumber di tingkat Nasional," katanya. Ia menambahkan, jika belum ada revisi aturan, pihaknya meminta pemerintah kota selektif dalam pemilihan rekanan yakni dengan caran dengan melihat kinerja rekanan. "Tidak hanya administratif saja, tapi harus dilihat kesiapan rekanan. Terutama yang sering pindah-pindah perusahaan," katanya. Reni yakin Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mengurusi lelang proyek mengetahui secara personal pelaksana proyek. "ULP pasti tahu lah siapa-siapa personal yang ada di CV (pelaksana proyek)," katanya. Seleksi ketat terhadap pelaksana proyek diperlukan, untuk mengantisipasi semamin banyak proyek yang molor maupun terbengkalai karena ditinggal kontraktornya. Hal ini dikarenakan pada 2014 besaran anggaran paket fisik pemkot lebih dari Rp3 triliun. Jumlah tersebut meningkat bila dibanding tahun 2013 yang hanya berkisar Rp2 triliun. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan rekanan tersebut harus menerima konsekuensi berupa blacklist. "Mereka tidak dapat mengikuti lelang pekerjaan pada 2014 dan 2015," katanya. Menurut dia, tidak selesainya sejumlah proyek itu berdampak pada serapan APBD Kota Surabaya. Namun demikian, wali kota menyatakan angka serapan APBD masih dalam koridor bagus. "Secara keseluruhan, serapan APBD Kota Surabaya sekitar 80 persen. Itu sudah cukup bagus. Daerah lain rata-rata berkisar 60 persen," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014