Alhamdulillah... Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA pada usia ke-76 ini --tepatnya pada 13 Desember 2013--, masih tetap menjadi bagian strategis dari pers nasional yang terus mengawal perjuangan bangsa Indonesia di setiap zamannya. Pada awal berdirinya hingga masa perjuangan kemerdekaan, ANTARA tampil sebagai kantor berita (pers) perjuangan melawan kolonial, begitu juga di saat Orde Lama sampai Orde Baru dan Orde Reformasi (saat ini), ANTARA tetap konsisten pada "khittah" yakni sebagai kantor berita perjuangan, untuk memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Bedanya, dalam setiap orde (era), memiliki dinamika dan tantangan yang berbeda-beda, sehingga ANTARA harus mampu menyesuaikan dengan dinamika dan tantangan masing-masing zaman tersebut. Dari perjalanan zaman itulah, pada tahun 2007, LKBN ANTARA menjadi Perusahaan Umum (Perum). Sejak saat itu, ANTARA menegaskan kembali tekadnya menjadi "State Public Relation" atau humas negara. Artinya, ANTARA menjadi humas masyarakat dan pemerintah, bukan "Government Public Relation" atau humas pemerintah, sebab publik itu masyarakat dan pemerintah. Selang enam tahun menjadi perum, ANTARA sebagai "humas negara" mendapatkan "penugasan" dengan skema Public Service Obligation (PSO) di Bidang Informasi dan Komunikasi sejak tahun 2008. Timbul pertanyaan: apakah ANTARA yang mendapatkan "biaya" sebagai "humas negara" dalam bentuk PSO (yang mungkin hanya berkisar 50 persen dari operasional ANTARA) itu mampu melahirkan informasi dan tetap menyajikan karya jurnalistik yang profesional ?!. Jurnalisme PSO ANTARA sebenarnya tidak jauh dengan jurnalisme konvensional yang dijalankan oleh pers nasional (sebagai pemberi informasi, pendidik, penghibur, dan kontrol sosial), yakni sama-sama memegang prinsip, standar dan etika jurnalistik yang berlaku. Bahkan, jurnalisme PSO nyaris sama dengan apa yang disebut dengan Jurnalisme Damai yang "berkibar" sejak awal tahun 2000-an. Dalam Jurnalisme PSO, setiap produk berita tulis, foto dan TV mengandung 3E+1N, yakni Educative (mendidik), Empowering (memberdayakan), dan Enlighting (Mencerahkan) serta N (Nasionalisme). Artinya, berita, baik tulis, foto maupun TV produk ANTARA harus mengandung unsur mendidik, memberdayakan dan mencerahkan publik dan mengajak masyarakat untuk terus memelihara rasa nasionalisme atau cinta Tanah Air. Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal itu juga sudah tegas dan jelas bahwa "ANTARA bukanlah corong pemerintah, tapi ANTARA harus mendudukkan persoalan sesuai tempatnya. Kalau benar, katakan benar. Kalau salah, katakan salah, tapi dengan cara yang benar" (Rakor Terbatas di Kantor Kepresidenan, 2007). Sebenarnya cukup banyak media “mainstream“ nasional yang sejak dulu sudah menjalankan jurnalisme serupa/sejenis jurnalisme PSO (3E+1N). Apakah berita-berita mereka tidak berkualitas? Tidak ada yang meng-iya-kan hal itu, karena hakekatnya jurnalisme mereka untuk publik. Bahkan, media “mainstream“ itu, justru makin mendapat kepercayaan dari publik, dibanding dengan jurnalisme yang hanya "memanfaatkan" publik dalam hegemoni jurnalisme kapital dan kekuasaan (dengan masuknya pemilik media ke ranah politik praktis seperti era kekinian). Dus, jurnalisme PSO adalah... jurnalisme yang berkualitas, jurnalisme yang mendidik, jurnalisme yang mencerahkan, jurnalisme yang memberdayakan, jurnaslisme yang bukan sensasi, Jurnalisme yang profesional, Jurnalisme plus...plus...plus.. demi kepentingan nasional (kepentingan publik). Jurnalisme PSO tidak hanya mengulas tentang keberhasilan pembangunan (sebagai inspirasi), tetapi juga mengupas tentang "musuh" pembangunan seperti korupsi, kemiskinan, kebodohan, dan lainnya (sebagai refleksi/otokritik). ANTARA-ku, Selamat Ulang tahun ke-76.... Dirgahayu...!!!.

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013