Oleh Wuryanti Puspitasari Jakarta, (Antara) - Pakar hukum tata negara Margarito meminta pemerintah untuk mengkaji wacana ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau perjanjian internasional yang mengatur pengendalian tembakau secara mendalam. "Ratifikasi FCTC harus dikaji secara mendalam, jangan sampai merugikan petani tembakau," katanya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu dini hari. Margarito mengatakan, rencana pemerintah sebelum memutuskan meneken ratifikasi harus benar-benar menghitung aspek-aspek yang melemahkan, merugikan petani dan pengusaha nasional. Dia juga mempertanyakan pernyataan Menko Kesra Agung Laksono yang menyebut bahwa Indonesia tengah menyiapkan rencana aksesi FCTC, sementara menurut dia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum memberi sinyal. "Hal tersebut dapat membuat masyarakat menilai pemerintah kurang kompak," katanya. Dia juga berharap rencana ratifikasi tersebut tidak diwarnai oleh adanya intervensi asing yang menginginkan industri rokok, terutama industri rokok kretek gulung tikar. Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Nurtianto Wisnu meminta pemerintah untuk mendengarkan berbagai masukan dari berbagai kementerian seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan tentang dampak buruk jika FCTC diterapkan. Dia menilai sikap menolak FCTC bisa menjadi salah satu bahan kajian. "Negara lain yang meratifikasi FCTC tidak punya petani cengkih, tidak ada buruh, beda dengan Indonesia yang memiliki 20 juta petani cengkih," katanya. Sementara itu, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan bahwa Indonesia satu-satunya negara di ASEAN yang belum mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control. Padahal, berdasarkan data WHO sampai Juli 2013, sejumlah 177 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC. Untuk itu, pemerintah Indonesia menggelar rapat koordinasi tingkat menteri terkait dengan upaya aksesi FCTC. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013