Surabaya (Antara Jatim) - Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur menilai tuntutan kenaikan upah buruh hingga mencapai 50 persen pada 2014 sangat tidak rasional dan kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim Dedy Suhayadi ketika dihubungi di Surabaya, Selasa, mengemukakan tuntutan kenaikan upah yang begitu tinggi sangat tidak mungkin dipenuhi kalangan pengusaha, apalagi saat ini kondisi dunia usaha sedang tidak bagus akibat gejolak ekonomi global. "Tuntutan buruh itu sangat tidak rasional, seharusnya kenaikan upah buruh mendekati angka inflasi atau idealnya antara 10 hingga 11 persen. Kalau sampai 50 persen, dunia usaha bisa kolaps dan mati," katanya menanggapi aksi buruh yang menuntut kenaikan upah minimum 2014. Dedy meminta pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk melakukan koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai perwakilan pengusaha sebelum menetapkan keputusan menaikkan upah buruh. "Jangan terlalu gampang menyetujui tuntutan buruh, karena tahun lalu kenaikan upah sudah mencapai 38 persen dan itu jelas sangat memberatkan dunia usia," ujarnya. Menurut Dedy, upah minimum buruh di wilayah ring satu atau Kota Surabaya dan sekitarnya yang saat ini sekitar Rp1,7 juta, idealnya pada 2014 naik menjadi sekitar Rp1,85 juta-Rp1,9 juta. "Upah sebesar itu sebenarnya sudah mencukupi. Hanya saja, ada sebagian buruh yang cenderung memiliki pola hidup konsumtif, seperti beli sepeda motor, ponsel, dan barang elektronik, sehingga upah yang mereka terima dianggap sangat kecil dan tidak cukup," tambahnya. Ia mengakui tuntutan buruh yang begitu tinggi bisa membuat kalangan pengusaha tertekan dan dampaknya kegiatan usaha menjadi kacau balau, karena sudah tidak lagi didukung produktivitas dari karyawan yang menurun. "Kalau pengusahanya kesal, bisa-bisa tidak ada investasi yang masuk dan industri menjadi 'mandek' (berhenti). Akibat selanjutnya, perekonomian nasional dan daerah juga ikut terganggu," kata Dedy. Secara terpisah, Wakil Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solikhin berharap pemerintah lebih bijaksana dalam menyikapi tuntutan buruh dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam mengambil keputusan soal kenaikan upah. Dalam industri ritel seperti toko swalayan berskala kecil hingga besar (pasar modern), lanjut Solikhin, upah karyawan merupakan komponen terbesar untuk biaya operasional, selain sewa tempat, listrik dan distribusi barang. "Secara rata-rata, upah karyawan menyedot sekitar 40 persen biaya operasional. Jika ada kenaikan upah buruh, bisa dipastikan pengeluaran untuk biaya operasional juga naik," ujarnya. Ia menambahkan toko swalayan kecil (minimarket) memiliki minimal 12 karyawan, sementara yang berskala sedang (supermarket) sekitar 65 karyawan dan pasar modern (skala besar) mencapai lebih dari 200 karyawan. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013