Oleh Arie Novarina Jakarta (Antara) - Pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia menyepakati untuk memberikan kesempatan bagi TKI ilegal di Malaysia dan majikannya untuk melakukan penyempurnan dokumen untuk meningkatkan status ketenagakerjaan TKI menjadi legal. "Sebagai solusi dari kebijakan 6P yang telah dijalankan, kedua negara sepakat memberikan kesempatan waktu bagi majikan dan TKI untuk melengkapi dokumen kerja, sehingga menjadi TKI yang legal," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar, usai bertemu Menteri Dalam Negeri Malaysia Dato Seri Ahmad Zahid bin Hamidi di Putrajaya, Malaysia, Kamis. Dalam keterangan pers Pusat Humas Kemnakertrans yang diterima di Jakarta, Menakertrans memaparkan bahwa saat ini terdapat 348.301 WNI/TKI ilegal yang dikenal dengan istilah Pendatang Asing Tanpa Izin yang telah mendaftarkan diri ke perwakilan RI. Dari jumlah itu yang telah diberikan pemutihan oleh pemerintah Malaysia sebanyak 201.237 orang, sedangkan sisanya sebanyak 147.064 orang belum mendapatkan pemutihan karena harus melengkapi dokumen kerjanya. "Para pengguna jasa atau majikan diminta secepatnya agar secara proaktif untuk membantu TKI dalam melengkapi dokumen kerja yang dibutuhkan," kata Muhaimin. Selain mengenai dokumen kerja, pertemuan bilateral itu juga menghasilkan beberapa kesepakatan lain dalam sistem penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia, antara lain penyempurnaan dokumen bagi TKI tidak tercatat dan tidak sesuai prosedur dalam program 6P, penghentian penerbitan JP visa oleh pemerintah Malaysia dan penetapan "cost structure". "Pertemuan ini merupakan upaya kedua pemerintahan untuk bersama-sama mencari solusi memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan TKI," tutur Muhaimin. Pemerintah Indonesia disebut Menakertrans menyambut baik keputusan penghentian kebijakan JP "Journey Performace" (visa pelancong yang bisa dirubah jadi izin kerja) pada bulan Oktober 2013. "Kita bersyukur pemerintah Malaysia menyetujui usulan kita untuk menghentikan JP visa, sehingga meminimalkan TKI ilegal dan mencegah 'human trafficking'," ujar Muhaimin. Sementara itu terkait biaya penempatan (cost structure) TKI, kedua negara menyepakati menurunkan dari kesepakatan awal nilainya sebesar 8.000 ringgit menjadi 7.800 ringgit dengan rincian ditanggung majikan 6.000 ringgit dan 1.800 ditanggung TKI. "Biaya itu meliputi 200 jam pelatihan, paspor dan dokumen perjalanan, makanan dan akomodasi untuk TKI sebelum bekerja di pengguna jasa, transportasi, cek kesehatan, dan pembayaran untuk agen tenaga kerja di kedua negara," paparnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013