Surabaya (Antara Jatim) - Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio mengemukakan Tentara Nasional Indonesia perlu membentuk kelompok pakar yang memahami masalah pertahanan untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kemiliteran. "Perkembangan sains (ilmu pengetahuan) dan teknologi sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pertahanan negara," katanya dalam sambutan yang dibacakan Asisten Personel KSAL Laksamana Muda TNI Sudirman pada pembukaan seminar nasional pengembangan teknologi pertahanan di Kobangdikal, Surabaya, Senin. Seminar yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) itu menghadirkan dua pengamat militer sebagai pembicara, yakni Prof Dr Salim Said dan Dr Andi Widjajanto, serta Dirjen Dikti Kemendikbud Prof Dr Djoko Santoso. Menurut Marsetio, munculnya "revolution in military affairs" yang disebabkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bisa menimbulkan dorongan kepada setiap angkatan bersenjata, termasuk TNI. "Sehingga secara umum TNI perlu membentuk kelompok pakar yang benar-benar memahami masalah pertahanan yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," katanya. KSAL menyebutkan lembaga pendidikan TNI AL seperti STTAL bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tersebut sehingga tidak sekadar menyiapkan perwira TNI untuk mencapai tingkat sarjana, tetapi juga menyiapkan para ahli pascasarjana dengan kepakaran sesuai tuntunan kemajuan iptek bidang kemiliteran. "Meskipun tidak bermaksud menjadi negara yang memiliki senjata nuklir, Indonesia harus mempunyai kemampuan dalam menghadapi kemungkinan serangan nuklir dari pihak lain, terutama pada penguasaan pengetahuan tentang senjata biologi dan kimia, karena ke depan akan menjadi kebutuhan yang sangat mendesak," tambahnya. Pada bagian lain, Marsetio menambahkan bahwa transformasi pertahanan akan menempatkan teknologi militer sebagai variabel utama yang memungkinkan Indonesia untuk melakukan revolusi teknologi militer. Untuk menuju ke arah itu, lanjutnya, Indonesia harus mengembangkan kapasitasnya dalam mengadopsi kemajuan teknologi militer yang akan meningkatkan komponen-komponen militer secara signifikan. "Pengembangan kapasitas adopsi teknologi militer akan sangat tergantung dari kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki untuk memperkuat industri pertahanan nasional. Dalam hal ini, TNI AL telah menyusun konsep peningkatan kualitas personel prajurit," jelas KSAL. Sementara itu, pengamat militer Prof Dr Salim Said mengatakan bahwa tentara yang profesional dengan persenjataan yang memenuhi syarat hanya mungkin dibangun dalam negara yang menjalankan politik demokrasi. "Pada negara yang tidak demokratis, penguasa akan sangat berhati-hati terhadap tentara karena hanya tentara yang potensial menggulingkan penguasa," kata pengajar di Universitas Pertahanan Indonesia itu. Menurut ia, pembangunan industri pertahanan bukan sekadar persoalan teknis dan dana, tetapi pada dasarnya adalah soal politik. "Pilihan politik menentukan bagaimana tugas militer, dari mana datangnya ancaman dan bagaimana menghadapi ancaman itu, serta senjata apa yang diperlukan untuk menghadapi ancaman tersebut," kata Salim Said yang juga pengajar di Sesko TNI. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013