Jember (Antara Jatim) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Kacung Marijan, mengemukakan bahwa bangsa yang lalai menjaga dan mengembangkan kebudayaan dapat merugikan negara dengan tersedotnya devisa ke luar negeri. Hal tersebut disampaikannya dalam sarasehan bertema "Perlindungan Benda Budaya Sebagai Upaya Melestarikan Nilai-Nilai Pancasila yang diselenggarakan oleh Universitas Jember (Unej) bersama Paguyuban Pelestari Tosan Aji Nusa Barong di Gedung Soetardjo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis. Pernyataan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, yang kemudian menghasilkan Cultural Development Index. "Dari data itu, penduduk negara-negara berkembang membelanjakan uangnya hanya 9 persen untuk budayanya sendiri, tapi justru mengkomsumsi 70 persen produk budaya negara maju. Bayangkan berapa besar devisa yang lari ke luar negeri," tuturnya. Ia mencontohkan kondisi museum yang belum optimal sehingga masyarakat enggan berkunjung, namun justru ada warga Indonesia yang senang mengunjungi museum di luar negeri. "Saya pernah mengunjungi Museum Nasional di Jakarta pada pukul 08.00 WIB, ternyata masih sepi dan pegawainya belum siap," katanya. Belum lagi konsumsi masyarakat Indonesia akan produk budaya lain seperti musik, film dan lainnya yang datang dari negara lain. Untuk itu, lanjut dia, Ditjen Kebudayaan mendapatkan tugas untuk membenahi manajemen pengelolaan kebudayaan serta mengintegrasikan kebudayaan dalam pendidikan dengan salah satunya memasukkan kebudayaan dalam Kurikulum 2013 yang akan diterapkan tahun ini. "Contohnya tentang keris dan filosofinya. Jangan sampai anak cucu kita nanti malah belajar keris ke luar negeri. Kebudayaan itu tidak hanya mengenai produk saja tetapi juga mencakup nilai-nilai yang terkandung di dalamnya," paparnya. Pernyataan Dirjen Kebudayaan tersebut mendapatkan dukungan dari pemerhati keris, KRA Panji Prasena Cokro Adiningrat yang mengatakan selama ini masyarakat mengidentikkan keris dengan hal-hal yang berbau klenik, namun nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam keris malah tidak diketahui. "Bahkan tidak jarang terjadi salah paham akan keris yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya oleh UNESCO," tuturnya. Seperti orang yang membakar kemenyan pada sebuah keris, lanjut dia, masyarakat menduga pemilik keris memberi makan yang menjaga keris. Padahal asap kemenyan itu berfungsi melapisi keris agar tidak mudah berkarat. "Dari penelitian yang dilakukan, asap kemenyan mampu membentuk lapisan lilin pada keris, sehingga keris yang sudah berusia ratusan tahun peninggalan nenek moyang kita tetap awet. Ini sekaligus membuktikan bahwa nenek moyang kita sudah memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi," ujarnya. Seusai sarasehan, Dirjen Kebudayaan membuka pameran Tosan Aji yang akan berlangsung hingga Sabtu (15/6) dengan para peserta pameran adalah paguyuban pecinta dan kolektor keris dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Mereka antara lain adalah Tundung Aji Madiun, Ajisaka Malang, Aura Pusaka dan Panji Patrem Trenggalek, Panji Blitar, Aji Wengker Ponorogo, Paksi Solo dan tuan rumah Pataji Nuso Barong Jember. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013