Surabaya (Antara Jatim) - Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) mendesak pengurangan harga pengobatan Hepatitis C untuk program perawatan (48 minggu), karena penularan Hepatitis C di kalangan Pengguna Napza Suntik (Penasun) mencapai 60-85 persen.
"Ada 16 Organisasi Nasional dan Regional berbasis ODHA/Napza yang menyampaikan desakan itu, termasuk kami," kata Bidang Advokasi dan Komunikasi PKNI, Sally Atyasasmi, dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Surabaya, Jumat.
Ia menjelaskan desakan untuk pengobatan Hepatitis C yang mudah, murah, dan terjangkau itu disampaikan kepada UNITAID (organisasi kesehatan dunia) dan Lembaga Donor Internasional, serta pemerintah dan perusahaan farmasi di setiap negara.
"Desakan itu sebenarnya merespons temuan studi Hepatitis C di kalangan Penasun yang dilakukan di Indonesia, lalu hasil studi itu dibawa ke tingkat konsultasi regional yang diselenggarakan di Bangkok-Thailand pada Maret 2013," katanya.
Menurut studi Hepatitis C di kalangan Penasun yang dilakukan PKNI bekerja sama dengan Asian Network of People who Use Drugs (ANPUD) di 18 provinsi anggota PKNI itu menemukan bahwa hanya 11 persen Penasun yang mendapatkan informasi tentang diagnosa dan pengobatan Hepatitis C dari petugas penjangkau.
Selain itu, hanya lima persen Penasun yang mendapatkan informasi tersebut dari sesama Penasun. "Data itu dikategorikan merupakan temuan yang sangat memprihatinkan di saat angka penularan Hepatitis C di kalangan Penasun masih cukup tinggi atau sekitar 60-85 persen," katanya.
Tidak hanya itu, PKNI mendorong pihak-pihak potensial di level lokal maupun nasional juga mengupayakan pencegahan, perawatan dan pengobatan Hepatitis C yang dapat diakses dengan mudah, murah dan terjangkau sesuai dengan "The voice of Harm Reduction".
Kepada pemerintah, belasan organisasi itu mendesak pemerintah untuk mengembangkan strategi nasional hepatitis C, bekerja sama dengan aktivis treatment hepatitis C, dan memastikan dana pengobatan hepatitis C dari anggaran nasional.
Selain itu, mengembangkan protokol pengobatan hepatitis C sesuai dengan standar internasional, mengembangkan sistem surveilans hepatitis C, dan meningkatkan tes hepatitis C di antara sebagian populasi berisiko.
Kepada organisasi kesehatan dunia, PKNI dan kelompoknya mendesak untuk mengambil peran utama dalam penurunan harga pengobatan hepatitis C dengan menambahkan "pegylated interferon" dan "ribavirin" ke WHO Esensial daftar obat-obatan dan daftar WHO produk obat "prequalified".
Selain itu, menyelaraskan pedoman untuk pengembangan produk bio-generik, mengembangkan pedoman pengobatan untuk pengaturan sumber daya yang terbatas, menetapkan target pada ketersediaan pengobatan, dan meminta negara-negara anggota untuk melaporkan prevalensi HCV dan pengobatannya yang tersedia.
Kepada lembaga donor internasional, mereka mendesak lembaga itu untuk membentuk dana pengobatan hepatitis C program perawatan, kemudian kepada perusahaan farmasi diharapkan untuk mengurangi harga pengobatan hepatitis C untuk program perawatan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013