Oleh Yuni Arisandy
Jakarta (Antara) - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama dengan Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) meminta pemerintah untuk memenuhi hak informasi bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran yang bekerja di luar negeri.
"Keterbatasan informasi menempatkan buruh migran sebagai kelompok tidak berdaya dan rentan permasalahan. Oleh karena itu, pemerintah wajib memenuhi hak-hak untuk mendapatkan informasi bagi pekerja migran dan keluarganya," kata Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SBMI Anwar Ma'arif di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam diskusi publik bertema "Mendesak Hak Informasi Buruh Migran dan Keluarganya" yang diadakan oleh PSD-BM bekerja sama dengan MediaLink.
Menurut dia, sejauh ini banyak calon pekerja migran maupun pekerja migran yang sedang bekerja di luar negeri seringkali tidak mengetahui hal-hal penting yang seharusnya diinformasikan oleh pemerintah maupun perusahaan jasa tenaga kerja Indoensia (PJTKI).
"Mereka sering tidak tahu tentang biaya penempatan yang mereka harus bayar, apa saja komponennya, dan jika terdaftar di asuransi TKI, bagaimana mengurus klaimnya," ujarnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul, kata dia, karena TKI tidak memiliki akses informasi yang cukup terkait tata laksanan penempatan dan perlindungan bagi pekerja migran.
"Entah sengaja atau tidak, fakta menunjukkan informasi yang seharusnya disajikan pemerintah sangat sulit diperoleh TKI dan keluarganya," kata Anwar.
Selanjutnya, dia mengkritisi data Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang belum diperbarui.
"Yang ada hingga saat ini hanya data PPTKIS tahun 2010, sekarang sudah 2013," ucapnya, menegaskan.
Padahal, menurut dia, data itu sangat dibutuhkan oleh calon maupun pekerja migran, keluarga, organisasi TKI guna melihat PPTKIS mana saja yang memiliki izin dan berkinerja baik atau PPTKIS mana saja yang dicabut izinnya dan masuk daftar hitam.
Pada kesempatan itu, pihak SBMI dan PSD-BM bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan beberapa persatuan pekerja migran lainnya menyatakan gerakan untuk mendesak pemerintah memberikan informasi publik berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Melalui mekanisme UU KIP, kami sudah mengirim beberapa surat ke Kemenakertrans untuk meminta data pengawasan PPTKIS, mana saja yang bermasalah dan mana yang sudah mendapat sanksi pencabutan SIUP," tuturnya.
"Namun, sejak surat pertama dikirim pada 20 Februari 2013, Kemenakertrans belum juga bersikap terbuka dan memberi informasi yang menjadi hak para pekerja migran," ujar Anwar.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013