Malang (Antara Jatim) - Ribuan massa Hizbut Tahrir Indonesia wilayah Malang, Selasa, menyerbu Balai Kota Malang, Jawa Timur, menolak Rancangan Undang-undang (RUU) organisasi massa yang sedang dibahas di gedung DPR. Sebelum mendatangi Balai Kota Malang, ribuan massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tersebut berkumpul di Jalan Semeru dan memberikan selebaran pernyataan sikapnya terkait pembahasan RUU organisasi massa (Ormas). Ketua HTI Kota Malang Abdul Malik mengatakan bahwa ada banyak hal yang harus dievaluasi dalam RUU Ormas, di antaranya ketentuan pada pasal 2 mengenai Ormas yang harus kembali pada ketentuan asas tunggal dan pasal 7 yang mengatur tentang larangan berpolitik bagi ormas. "Jika RUU itu diberlakukan, maka sama dengan kita kembali pada masa Orde Baru, sebab RUU ini justru sangat berpotensi membungkam sikap kritis masyarakat terhadap pemerintah dengan berbagai dalih," tegas Abdul Malik. Ia mengakui, RUU memang dibutuhkan untuk mengatur dan mengelola organisasi di masyarakat, namun kalau RUU itu mengusung semangat untuk mengontrol dan merepresi masyarakat dengan menghidupkan kembali asas tunggal, maka percuma ada reformasi jika pemerintah melakukan kontrol ketat pada ormas. RUU itu, lanjutnya, seolah-olah memberikan ruang gerak yang lebih longgar untuk kemajuan masyarakat, tetapi sebenarnya RUU itu justru membatasi masyarakat untuk melakukan kontrol pada pemerintah, yang berarti sebagai langkah mundur dari reformasi. Malik juga menilai, RUU Ormas tersebut diskriminatif karena ada pembedaan pengaturan antara ormas biasa dengan ormas yang merupakan sayap partai. "Semua ormas harus tunduk pada RUU ini, sedangkan ormas parpol tidak. Bagaimana bisa ormas dilarang berpolitik, padahal selama ini ormas yang mengkritisi politisi, berarti parpol kan ingin menangnya sendiri," tandasnya. Sementara dalam release pernyataan sikapnya HTI menolak RUU Ormas karena RUU itu menjadi pintu yang sangat nyata bagi kembali rezim represif dan menyerukan kepada umat agar bersungguh-sungguh berjuang bersama-sama bagi tegaknya kembali syariah dan khilafah. "Sebenarnya ancaman terbesar saat ini adalah ideologi sekularisme, kapitalisme dan imperialisme modern yang mencengkeram negeri ini di berbagai aspek kehidupan, terutama di bidang politik dan ekonomi, bukan ormas-ormas," katanya, menegaskan.(*)

Pewarta:

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013