Oleh Asmaul Chusna (Kediri/ANTARA) - Ampas tebu, bagi sebagaian orang itu dianggap sebagai sampah, namun jika itu sudah berada di sebuah pabrik besar, seperti pabrik gula, tentunya akan bisa dimanfaatkan. Ampas adalah salah satu produk sampingan dari pabrik gula. Belum ada pabrik gula yang serius menggarap produk sampingan yang dihasilkan dari pengolahan tebu ini. Padahal, kegunaannya cukup banyak. Bisa dijadikan bioetanol, listrik, alkohol, pakan ternak, spiritus, atau pupuk. Potensi pendapatannya pun cukup menjanjikan. Selain bisa untuk konsumsi sendiri, juga bisa dijual. Di Pabrik Gula Ngadirejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ampas tebu selama ini lebih banyak dikirim ke pabrik kertas sebagai bahan baku kertas. Beberapa perusahaan yang menjadi tujuan yaitu PT Tjiwi Kimia Mojokerto dan Pabrik Kertas Leces Probolinggo. Namun, saat ini pengiriman justru berkurang, karena pabrik kertas pun sekarang juga dominan menggunakan kertas bekas untuk bahan bakunya. Untuk itu, dibutuhkan pemikiran maju untuk mengolah ampas, sekaligus ke depannya bisa mendatangkan keuntungan pabrik. Administratur PG Ngadirejo Kabupaten Kediri Budi Adi Prabowo, mengatakan selama ini produksi ampas di pabrik ini berlebih, karena adanya optimalisasi produksi. "Optimalisasi produksi membuat surplus ampas, namun jika tidak bagus kadang juga minus. Untuk itu, kami terus menjaga minimal terjadi BEP ampas, sehingga surplus," katanya. Saat ini, pihaknya memang sedang berkonsentrasi untuk program diversifikasi usaha dengan merintis program co-generation dengan mengubah ampas menjadi sumber energi listrik yang bisa dipasarkan secara komersial. Ia menyebut, potensi program ini cukup besar. Saat pengelolaan, dibutuhkan energi panas dan listrik secara bersamaan. Salah satu harapannya dengan ini bisa menekan biaya operasional, sekaligus memperbesar pendapatan pabrik. Selain itu, program ini juga ditujukan untuk menjaga lingkungan. Beberapa sumber untuk energi tidak bisa diharapkan keberlangsungannya, seperti batu bara atau sumber energi lain yang tentunya bisa habis. Pemerintah mencoba untuk mengembangkan beberapa sumber energi lainnya, di antaranya dari gas bumi. Namun, sumber energi listrik pun bisa diproduksi dari ampas, sehingga langsung diterapkan untuk pengelolaan sumber energi alternatif. Budi menyebut, program ini sudah dirintis sejak 2011. Beberapa peralatan sudah disiapkan untuk program tersebut dan pihaknya mengharapkan produksi listrik secara resmi untuk keperluan komersial sudah bisa dilakukan pada 2013. "Teknis jaringan sudah, ada trafo, kabel, dan sebagainya, dan tinggal koneksinya ke PLN," ucapnya. Budi mengatakan, program itu secara teknis sebenarnya sudah akan dilaksanakan pada 2012, namun karena masih terkendala adminstrasi, program itu ditunda dan baru dimungkinkan pada 2013. Program Co-Generation Kepala Bagian Instalasi PG Ngadirejo Setyo Budi Santoso mengatakan kapasitas produksi di pabrik bisa mencapai 62 ribu kuintal per hari. Dari itu, rata-rata dihasilkan ampas sekitar 19.800 kuintal per hari. Selain dimanfaatkan untuk keperluan bahan bakar di ketel pabrik masih terdapat sisa sampai sekitar 4.340 kuintal per hari. Jumlah ini nantinya diakumulasi dan diubah menjadi energi listrik lewat program co-generation. Namun, ia menyebut musim giling saat ini belum dimulai. Dijadwalkan, sekitar Mei baru akan dimulai untuk giling tebu, sehinggga produksi ampas pun belum bisa dilakukan. "Perkiraaan produksi dan perhitungan sisa ampas sudah kami buat, namun untuk perhitungan harga jual listrik ke PLN, kami belum sejauh itu," ucapnya. Untuk produksi pada 2013, luasan lahan tebu yang akan digiling sekitar 12 ribu hektare, baik tebu sendiri atau tebu rakyat. Dari jumlah itu, ada sekitar 1,20 juta ton tebu. Secara bertahap, tebu akan digiling dengan prediksi waktu penggilingan sampai 170 hari. Untuk co-generation, saat penggilingan itu diharapkan bisa memanfaatkan listrik sendiri, begitu juga pascapenggilingan. Di pabrik, keperluan setiap tahun sekitar 5 megawatt. Jika dinominalkan, maka anggaran yang diperlukan sekitar Rp200 juta per tahun untuk listrik. Dengan program pemanfaatkan ampas, diharapkan bisa surplus, dan untuk awal bisa 1 megawatt. Sekretaris PTPN X M Cholidi menyatakan manajemen saat ini memang berusaha keras dan menciptakan berbagai macam strategi baru, dengan harapan mampu menerapkan posisinya sebagai "market leader" di industri gula nasional. Pihaknya menyadari, industri berbasis perkebunan saat ini semakin kompetitif. Kebutuhan akan gula ternyata sampai saat ini juga belum maksimal. Saat ini, dari 62 pabrik gula di Indonesia, masih mampu menghasilkan gula 2,5 juta ton. Padahal, dengan jumlah pabrik sebesar itu, akan mampu memproduksi gula sampai 3,1 juta ton, dengan rata-rata produksi tebu 205.000 per hari dan rendemen 9 persen. Cholidi menyebut, saat ini berusaha keras untuk menerapkan strategi baru, yaitu EDO (efesiensi, diversifikasi, dan optimalisasi), guna mengatasi masalah masih kurang maksimalnya produksi itu atau terjadinya inefisiensi produksi gula. Apalagi, pemerintah saat ini sudah membuat keputusan untuk menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) yang sudah resmi sejak Januari 2012. Kenaikan itu mencapai 15 persen yang dilakukan secara bertahap triwulan sekali. "Kami terapkan strategi EDO. Kami lakukan efisiensi semaksimal. Kenaikan ini (listrik) rutin, dan kami pun harus menghadapi kenyataan," katanya mengungkapkan. Pihaknya membuat terobosan dengan memanfaatkan ampas tebu yang diubah menjadi energi listrik itu. Diversifikasi dilakukan, mengingat biaya produksi yang terus meningkat seiring dengan ongkos tebang tebu yang naik serta upah tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan daya beli, belum bisa maksimal, sehingga perlu diversifikasi. Pihaknya menyebut, program co-generation sangat memungkinkan dilakukan. Produksi gula di PTPN X cukup tinggi. Pada 2011, produksinya mampu mencapai 446.493,57 ton, tertinggi di atara pabri gula lainnya. Jumlah itu juga lebih tinggi pada 2012, yaitu dengan produksi 494.000 ton, meningkat 10 persen. Dimenargetkan, pada 2013 ini akan mampu memproduksi gula sampai 538.000 ton. Jumlah tebu yang digiling juga semakin meningkat. Pada 2011 hanya 5,61 juta ton naik menjadi 6,07 juta ton. Selain itu, tingkat rendemen atau kadar gula dalam tebu juga terus naik, dari sebelumnya level 7,95 persen (2011) menjadi 8,14 (2012). "Untuk awal, di PG Ngadirejo dan PG Pesantren untuk co-generation. Memang harus ada teknologi dan biaya, tapi kami harus siap menghadapinya. Ke depannya, 11 pabrik gula di PTPN X juga akan memanfatkan program yang sama," katanya menegaskan. Tunggu Kepastian Izin PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Area Kediri, Jawa Timur, mengapresiasi rencana dari PTPN X, khususnya PG Ngadirejo Kabupaten Kediri, yang akan memproduksi listrik sendiri dari program co-generation. Bagian Hubungan Masyarakat PT PLN Area Kediri Herry Siswanto mengatakan listrik saat ini memang bukan hanya monopoli dari PLN saja. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, PLN sebagai pemegang izin. Hal itu berbeda dengan UU yang lama, yaitu UU Nomor 15 Tahun 1985, PLN sebagai pemegang kuasa listrik atau yang ditunjuk sebagai penyediaan tenaga listrik. "Dengan UU kelistrikan yang baru, listrik bukan hanya monopoli dari PLN. Syaratnya, harus mengajukan izin," katanya. Pihaknya memang pernah melakukan survei ke PG Ngadirejo tentang rencana program c-generation tersebut. Namun, sejauh ini belum ada tindak lanjut, termasuk tentang harga jika listrik itu akan dijual ke PLN. Salah satu penyebab dengan belum adanya tindak lanjut karena masih ada kendala pada perizinan. "Sampai saat ini, surat itu belum keluar, sehingga PLN pun belum bisa berbicara lebih lanjut," katanya. Pihaknya memperkirakan, jika nantinya benar akan dijual ke PLN untuk kelebihan daya listrik itu, harga yang akan diberikan akan di bawah harga jual pada pelanggan. Hal itu diakui Administratur PG Ngadirejo Kabupaten Kediri Budi Adi Prabowo. Sampai saat ini, katanya, masalah izin untuk pengelolaan co-generation itu belum keluar. Izin sudah diajukan pada Pemkab Kediri untuk mendapatkan IUKS (Izin Usaha Kelistrikan Sendiri). "Kami sudah mengajukan dan prosesnya sekitar tiga bulan. Kami harapkan, bisa turun pada pertengahan tahun ini," harapnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kediri Edhi Purwanto mengatakan saat ini pemkab masih memproses izin yang diajukan oleh PG Ngadirejo itu. "Masih diproses sampai saat ini. Kalau sudah turun, tentunya kami akan memberikannya," kata Edhi. Pihaknya juga menyambut baik tentang program co-generation tersebut. Dengan rencana akan dijual ke PLN, tentunya akan menambah daya. Terlebih lagi, saat ini masih terdapat beberapa dusun yang belum teraliri listrik. Ia mengatakan, daerah-daerah yang belum teraliri listrik di wilayah Kabupaten Kediri tidak banyak. Pada 2012, pemerintah daerah juga sudah berupaya untuk membangun tiang pancang. Ada sekitar 24 tiang pancang yang didirikan di sejumlah dusun dengan harapan akan memudahkan jaringan PLN masuk. "Kami upayakan bantu dengan tiang pancang. Pada 2013 ini, kami juga anggarkan untuk beberapa dusun yang belum ada jaringan listriknya," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013