Pamekasan - Sebanyak 12 elemen organisasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kabupaten Pamekasan, Kamis, berunjuk rasa ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat, menuntut agar pimpinan lembaga itu, Normaludin, mundur dari jabatannya. Tuntutan mundur kepada Kepala Kemenag Pamekasan ini dilakukan sebagai bentuk protes atas beberapa kasus dugaan pungutan liar serta ancaman pembunuhan yang dilakukan pimpinan lembaga tersebut. "Normaludin tidak pantas menjabat sebagai pimpinan di lembaga agama di Pamekasan ini. Oleh karena itu kami mendesak agar yang bersangkutan mundur dari jabatannya sebagai Kepala Kemenag Pamekasan," kata korlap aksi, Baisuni. Ke-12 elemen organisasi pemuda dan mahasiswa yang berunjuk rasa menuntut Kepala Kemenag mundur itu masing-masing Mahasiswa Pemuda Menggugat (MPM), Barisan Mahasiswa Merdeka (BMM), GPRS, Formas, Kompas, Geram, KMD, Kopaja, Samar, Kalam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Massa memulai aksinya dari Monumen Arek Lancor Pamekasan, kemudian bergerak berjalan kaki menuju kantor Kemenag di Jalan Swatantra yang berjarak sekitar satu kilometer. Di sepanjang jalan, para pengunjuk rasa gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi ini berorasi, menyampaikan tuntutan mereka secara terbuka kepada masyarakat agar Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin mundur dari jabatannya, karena dinilai telah melakukan perbuatan premanisme dengan mengancam akan membunuh wartawan, gara-gara menulis pungutan sejumlah uang kepada pegawainya. Selain menggelar orasi mengecam ancaman pembunuhan yang dilakukan Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin ini, para pengunjuk rasa juga membagi-bagikan brosur kepada para pengendara kendaraan bermotor yang melintas di jalan raya yang berisi tuntutan mereka. Dalam brosur tersebut dijelaskan ada empat tuntutan yang disampaikan para pengunjuk rasa. Pertama, meminta agar aksi premanisme di lingkungan Kemenag Pamekasan dihentikan, karena tindakan kasar seperti itu dinilai menyimpang dari misi dan visi Kemenag sebagai lembaga agama yang bertanggung jawab atas terciptanya tatanan masyarakat bermoral di Kabupaten Pamekasan. Menurut korlap aksi, Baisuni, terciptanya tatanan masyarakat santun dan bermoral, harus diawali dari sosok pribadi pemimpin. Jika pimpinan di Kemenag saja telah melakukan praktik premanisme, mengancam hendak melakukan pembunuhan dan menyewa preman untuk melakukan pemukulan, maka, menurut dia, tidak mungkin tatanan masyarakat yang santun akan tercipta. Tuntutan kedua, para pengunjuk rasa ini meminta agar Kemenag Pamekasan bertanggung jawab atas aksi pemukulan yang dilakukan oleh oknum preman sewaan Kemenag Pamekasan, saat mereka berunjuk rasa ke kantor itu beberapa waktu lalu. "Cara-cara yang dilakukan oleh Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin telah menyimpang jauh dari nilai-nilai etika moral dan misi Kemenag, sebagai lembaga agama," katanya menegaskan. Tuntutan ketiga, meminta agar Kepala Kanwil Kemenag Jatim hendaknya segara mengusulkan pemecatan Kepala Kemenag Normaludin dan memberi sanksi atas tindakan premanisme yang dilakukan selama ini. Sedangkan tuntutan yang keempat, mendesak Normaludin mundur dari jabatannya, karena dinilai telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 351 dan pasal 352 KUHP serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Jika Normaludin tetap dipertahankan di Pamekasan, maka gelombang unjuk rasa oleh elemen mahasiswa dan masyarakat Pamekasan akan tetap berlanjut. Maka Kanwil dan Menteri Agama tinggal memilih saya. Mau mempertahankan Normaludin, atau mau menyelematkan lembaga Kemenag," katanya menjelaskan. Sejak adanya ancaman pembunuhan oleh Kemenag Pamekasan dan kasus pemotongan gaji guru, serta pungutan uang sebesar Rp500.000 kepada guru yang mengikuti program sertifikasi ini, gelombang unjuk rasa menentang kepemipinan Normaludin terus dilakukan. Berdasarkan cacatan, sejak Normaludin dilantik menjadi Kepala Kemenag Pamekasan unjuk rasa ke kantor Kemenag Pamekasan hingga Kamis (27/12) sebanyak 11 kali kejadian. Sementara, Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin sendiri mengakui, dirinya memang pernah menyampaikan bahwa ia memang pernah menyampaikan akan menyingkirkan wartawan. Normaludin menyampaikan ancaman itu, saat mendatangi kantor koran Harian Radar Madura di Jalan Kabupaten Pamekasan beberapa waktu lalu. "Sebenarnya kasus ini sudah diselesaikan kekeluargaan dengan wartawan itu. Tapi entah mengapa kini justru mencuat lagi," kata Normaludin kepala ANTARA, Kamis siang. Ia juga menjelaskan, pihak Kemenag Pamekasan juga memiliki rekaman utuh mengenai kasus kejadian yang terjadi antara dirinya dengan wartawan Harian Radar Madura yang sempat diancam itu. Sementara terkait dengan tudingan menyewa preman untuk memukul wartawan saat mereka berunjuk rasa, Normaludin membantah bahwa itu tidak benar dan tidak ada pemukulan di Kemenag Pamekasan. Sementara, pihak Kanwil Jatim kini sedang melakukan penyelidikan kasus ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh Kepala Kemenag Pamekasan Normaludin ini. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012