Jakarta - Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan berharap pemerintah segera menyelesaikan pembayaran uang pengganti (diyat) untuk membebaskan tenaga kerja Indonesia (TKI) Satinah binti Jumadi dari hukuman pancung di Arab Saudi. "Perasaan luka bangsa Indonesia tidak boleh lagi terulang setelah pengalaman hukuman pancung atas Ruyati binti Satubi pada 18 Juni 2011 di negara petrodolar itu," kata Syahganda di Jakarta, Rabu. Satinah asal Dusun Mruten Wetan Rt 02/03, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, akan menjalani hukuman pancung bila tak segera menyelesaikan diyat yang jatuh pada 24 Desember 2012. Satinah divonis hukuman mati oleh pengadilan di Arab Saudi setelah dinyatakan terbukti membunuh majikan perempuannya, Nura Al Gharib di wilayah Al Gaseem beberapa tahun lalu dan mengambil uang majikan sebesar 37.970 Riyal Saudi (RS). Satinah bisa terbebas dari hukuman mati bila membayar diyat yang diminta keluarga korban sebesar sebesar 10 juta RS atau sekitar Rp25 miliar. Syahganda menyatakan pemerintah menghadapi waktu sedikit untuk menyelesaikan pembayaran diyat sebagai uang tebusan atau pengganti hukuman mati Satinah. Menurut dia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maupun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), harus mengantisipasi sisa waktu yang pendek ini guna mewujudkan pembayaran diyat. Ia mengatakan Kementerian Luar Negeri melalui Kedutaan Besar RI di Riyadh masih melakukan negosiasi pengurangan diyat Satinah dengan berbagai pihak. "Negosiasi wajar dan biasa dilakukan tetapi yang utama jangan sampai pemerintah kehilangan waktu terkait momentum akhir pembayaran diyat. Kita tidak menghendaki Satinah dipancung di Arab Saudi," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012