sanski jika tidak melayani kasus "emergency" atau kasus yang menyangkut
nyawa kepada pasien agar kasus kematian bayi Debora beberapa waktu lalu
tidak terulang.
"Ada tiga sanksi yang diberikan. Pertama sanski teguran lisan,
sanksi teguran keras, dan pencabutan izin operasional rumah sakit. Kami
harus menilai mana yang harus kami berikan sesuai dengan apa yang telah
mereka lakukan. Jadi ini harus kami investigasi dulu, kami klarifikasi,
baru bisa memberi sanksi kepada rumah sakit tersebut," kata Nila Moeloek
di Surabaya, Selasa.
Setiap pasien yang berada pada kasus "emergency", kata dia, wajib
dilayani rumah sakit tanpa melihat pasien punya biaya atau asuransi
kesehatan.
"Anak ini (Debora) sudah dilayani tetapi yang tidak dilayani adalah
pada hal pembiayaan. Padahal sebenarya setiap kasus `emergency` sudah
ada undang-undangnya bahwa harus dilayani tanpa melihat dulu ada atau
tidak asuransi," kata Nila Moeloek di Surabaya, Rabu.
Dia mengatakan sudah ada aturan jelas terkait "emergency" itu.
Entah itu pasien memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan atau rumah sakit tidak mempunyai ikatan dengan BPJS Kesehatan,
tetap saja nyawa harus ditolong terlebih dahulu.
"Di sini saya melihat masalah pelayanan medik harus dilakukan.
Tetapi memang anak ini dalam kondisi yang tidak dapat ditolong bukan
karena ICU. Ini barangkali kami menganggap, ke arah administrasi dan
komunikasi," ujarnya.
Nila mengingatkan semua pihak, entah itu rumah sakit atau tenaga
kesehatan bahwa ada aturan-aturan yang harus mereka lakukan. "Kami
menyayangkan, ini adalah pembelajaran. Kami akan memanggil perhimpunan
rumah sakit entah itu negeri atau swasta agar mereka melakukan SOP,"
tuturnya.
Selain itu, Nila mendorong kesadaran pada masyarakat terkait
pentingnya asuransi kesehatan. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang
masih tidak mengerti akan aturan asuransi sosial, khususnya asuransi
kesehatan.
Senada dengan Menkes Direktur Kepatuha, Hukum, dan Hubungan
Antarlembaga BPJS Kesehatan Dr Bayu Wahyudi menyebut kasus kematian bayi
Debora bisa diambil hikmah dan pembelajaran agar kasus serupa tak
terjadi lagi.
"Pada Undang-undang Nomor 44 dikatakan bahwa rumah sakit harus
menangani kasus gawat darurat dan RS harus punya fungsi sosial, selain
manfaat, kemanusiaan dan keadilan," ujarnya.
Untuk itu dia ingin agar RS baik yang bekerja sama dengan BPJS atau
tidak, bila ada kasus serupa maka harus segera ditanggulangi. "Bagi
peserta yang tidak ada asuransi kesehatan yang ada, akan ditanggung oleh
BPJS," tuturnya.(*)
Video oleh: Willy Irawan