Surabaya (Antara Jatim) - Suatu sore di sebuah perkampungan Kelurahan Sekardangan Sidoarjo, anak-anak setempat bermain engklek, yakni permainan tradisional dengan memainkan satu kaki menggunakan batu kecil sebagai alat utamanya.
Sarananya pun hanya beralaskan jalanan digaris kotak-kotak yang jumlahnya sudah ditentukan dan pemain yang kadang dimainkan atas nama grup.
Kepala Kelurahan Sekardangan Achmad Djunaedy mengapresiasi kesempatan anak-anak menikmati berbagai permainan tradisional yang diakui nyaris ditelan perkembangan teknologi.
"Permainan tradisional saat ini semakin jarang dan jangan sampai hilang, makanya harus dilestarikan dan digelar konsisten," ujarnya.
Meski tak memiliki lahan cukup, namun permainan tradisional bisa dilakukan di tengah jalan kampung (ditutup sementara untuk pengendara umum).
Seperti yang dilakukan pengurus pengurus RT 23 Kelurahan Sekardangan, dalam rangka Hari Ulang Tahun 72 RI, dibuatkannya arena dan sarana permainan tradisional dengan aktivitas fisik bagi anak-anak di lingkungannya.
Meski tidak memiliki lahan khusus, namun arena permaianan tradisional dibuat di jalan blok paving yang berada di depan rumah warga.
Permainan tradisional yang diselenggarakannya antara lain gobak sodor, boi-boinan, berbagai jenis engklek (engklek kitiran, engklek pesawat, engklek rok, engklek gunung), permainan ular tangga dan lainnya.
Ketua RT 23 RW 07 Kelurahan Sekardangan Sidoarjo, Edi Priyanto mengatakan bahwa latar belakang pembuatan arena permainan tradisional diawali keprihatinannya atas maraknya penggunaan ponsel secara berlebihan pada anak-anak yang berdampak mengganggu konsentrasi belajar.
Menurut dia, efek ponsel berlebih juga menjadikan anak berkurang interaksi sosialnya, malas bergerak untuk melakukan aktivitas dan olah fisik, padahal anak-anak memiliki energi besar dan harus disalurkan dalam berkegiatan.
"Ini juga sebagai sarana edukasi terhadap filosofi permainan tradisional tempo dulu yang belum tentu dikenal oleh masyarakat secara luas sekarang," ucapnya.
Ia menyontohkan pada permainan gobak sodor, nilai yang diangkat adalah kebersamaan, ketidaputusasaan, selalu ada peluang meski kecil.
Dukungan Pemerintah
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mewakili Pemprov Jatim mengaku bangga dengan semangat warga menyambut Hari Kemerdekaan setiap tahunnya.
Tak hanya lomba-lomba tradisional, namun semangat mempercantik perkampungan mulai dekorasi gapura, pemasangan bendera merah putih dengan hiasan-hiasan lampu serta lainnya.
"Inilah Indonesia dan semua warga tanpa terkecuali menyambutnya. Bahkan, sudah menjadi tugas kita menghormati jasa-jasa pahlawan membawa Indonesia merdeka," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya.
Per 1 Agustus, semarak kemerdekaan sudah mulai terasa, mulai beragam lomba, pemasangan umbul-umbul, pengibaran bendera merah putih di depan rumah, perbaikan gapura, hingga upacara tepat 17 Agustus.
Semangat seperti ini, kata dia, selalu dimiliki masyarakat dan tak akan pernah luntur seiring sebagai ucapan rasa hormat dan bangganya terhadap perjuangan pahlawan merebut kemerdekaan di zaman penjajahan.
"Kini, waktunya bagi kita untuk mempertahankannya. Kita sudah tak merebut lagi, tapi menjaga agar Indonesia selalu kuat tak hanya di bidang pertahanan keamanan, melainkan di sektor-sektor lainnya," ujarnya.
Orang nomor dua di Pemprov Jatim itu bersyukur karena tahun ini adalah tahun ke-72 Indonesia Merdeka. Segudang prestasi diraih bangsa ini, namun tidak sedikit kekurangan yang harus diperjuangkan demi mewujudkan mimpi para syuhada.
Saat ini, lanjut dia, kemajuan teknologi sulit dibendung dan menjadi alat yang bisa memperkuat atau justru meruntuhkan kekuatan negara, tak terkecuali Bangsa Indonesia.
Karena itulah diharapkan masyarakat, terutama generasi muda untuk mampu mengantisipasinya, termasuk menguasai teknologi dan informasi demi menguasai perkembangan dunia.
Tentu saja sebagai sumber daya manusia berkualitas maka diwajibkan memiliki banyak inovasi di tengah perkembangan zaman saat ini sehingga tidak tertinggal dengan bangsa lain.
"Kalau motto saat perjuangan dulu adalah 'Merdeka atau Mati', sekarang berubah 'Inovasi atau Mati'. Artinya, kalau tidak ada inovasi maka kita tentu akan mati ditelan semakin majunya zaman," katanya.
Hadiah 17 Agustus
Tahun ini, koleksi piala di lemari kantor Gubernur Jatim dipastikan bertambah seiring diterimanya penghargaan dari Pemerintah Pusat.
Pada 15 Agustus 2017, Gubernur Jatim Soekarwo akan menerima penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, yaitu apresiasi kepada kepala daerah yang memiliki kinerja terbaik, terutama menjalankan roda pemerintahan.
"Ini adalah buah dari kerja sama semua pihak, tanpa terkecuali," kata Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Ini juga tidak lepas dari faktor-faktor yang menjadi penilaian dengan didasarkan kriteria, masing-masing kinerja Pemerintah Provinsi sebanyak 40 persen, kerja sama dengan Pemkab/Pemkot sebanyak 40 persen, dan faktor kepemimpinan 20 persen.
"Bahkan, kepemimpinan ini bukan hanya karena gubernur dan wagubnya, tapi sampai ke bawah punya kepemimpinan yang baik dan berkualitas," katanya.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut menegaskan kebersamaan merupakan salah satu kunci meningkatkan produktivitas kerja, juga menciptakan sinergi yang bagus di dalam lingkup tempat bekerja.
Selain itu, dengan dibangunnya kebersamaan maka akan tercipta pendekatan yang lebih humanis antarpersonal.
"Kebersamaan akan membuat suasana bisa lebih cair, dan juga menjadikan manusia menjadi organis sesuai fungsi masing-masing," kata Pakde Karwo. (*)